Masuk Daftar
My Getplus

Annie Landouw, Biduanita Tunanetra

Seorang perempuan dari Solo tunanetra sejak kecil. Di kemudian hari menjadi penyanyi keroncong hebat.

Oleh: Andri Setiawan | 08 Des 2022
Annie Landouw pada 1939 untuk promosi film Kartinah (kiri) dan Annie pada 1978. (Wikimedia Commons & Yayasan Idayu/Perpusnas RI).

Sejarah musik keroncong Indonesia tak hanya punya musisi-musisi hebat laki-laki seperti Ismail Marzuki, S. Abdullah, Gesang, atau Kusbini. Musisi keroncong perempuan juga pernah jadi idola penggemar pada masanya. Sebut saja Miss Rukiah, Miss Netty, Miss Jacoba, hingga Miss Annie Landouw. Nama yang terakhir bahkan seorang penyanyi keroncong tunanetra.

Annie Landouw lahir di Solo pada 1913. Sejak usia satu tahun ia telah mengalami tunanetra. Menurut Victor Ganap dalam Krontjong Toegoe in Tugu Village: Generic Form of Indonesia Keroncong Music, seorang Belanda bernama Ferdinand Roland Landouw kemudian mengangkatnya sebagai anak.

Dalam wawancara dengan surat kabar Pewarta Surabaia, 30 September 1939, Annie Landouw suka menyanyi sejak usia lima tahun. “Ayah saya ada kampiun nyanyi, ia ada jadi eigenaar (pemilik) stambul Amoenaris,” kata Annie Landouw.

Advertising
Advertising

Baca juga: Lief Java dan Ismail Marzuki

Mendengar ayahnya mendapat sambutan tepuk tangan dari penonton ketika menyanyi di atas panggung, keinginan Annie Landouw menjadi penyanyi semakin besar. Setelah stambul Amoenaris tak lagi aktif, Annie meminta sebuah gitar kepada ayahnya.

“Permintaan saya tentu diturutin sebab ayah saya sangat sayang dan saya ada anak yang satu-satunya,” kata Annie Landouw.

Sejak itu, Annie Landouw semakin serius berlatih menyanyi. Pada 1927, ketika baru berusia 14 tahun, untuk pertama kalinya Annie mengikuti Fandel Concours Keroncong di Surakarta. Ia menyabet juara satu.

“Matanya yang cacat sebagai penyanyi keroncong tidak menghalanginya untuk meraih juara pertama pada tahun 1927 Fandel Concours Keroncong di Surakarta, di mana setelah itu Annie memiliki beberapa kontrak rekaman dengan Decca, Columbia…,” tulis Victor Ganap.

Salah satu piringan hitam Annie Landouw yang populer ialah Keronchong Pearls yang memuat lagu Air Laut, Stambul O Tuhan, Fatimah, Keroncong Spesial, Kr. Moritsko, hingga Stambul Masuk Keluar Kampung. Lagu Stambul O Tuhan mengisahkan dirinya sendiri yang tunanetra.

Baca juga: Riwayat Kontes Keroncong

Dari Surakarta, Annie Landouw mulai menyanyi ke kota-kota lain seperti Surabaya dan Tegal. Bahkan ia kemudian melakukan trip ke Singapura dan Malaya. Namun, sepulang dari trip dan menikah, ia sempat istirahat dari panggung keroncong.

Pada 1936, Annie Landouw menyanyi kembali. Ia memulai kembali dari Surakarta dan di Semarang ia langsung merebut juara Java Kampiun. Radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij) Bandung kemudian menyiarkan rekaman Annie Landouw secara reguler.

Annie Landouw kemudian kembali melakukan tur ke Malaya yang dipimpin oleh penyanyi keroncong kawakan S. Abdullah. Kembali dari Malaya, ia mengikuti Krontjong Councours Pasar Gambir dan merebut juara tiga. Ia kemudian menetap di Batavia dan bergabung dengan grup keroncong Lief Java.

Menurut Ninok Leksono dalam Seabad Ismail Marzuki, Senandung Melintas Zaman, bersama Lief Java, ia menyanyi untuk radio VORO (Vereeniging voor Oostersche Radio Oemroep) setiap Sabtu malam. Mereka tampil tanpa dibayar karena VORO masih berupa radio rintisan. Sementara menurut Pewarta Soerabaia ia tampil sembilan kali dalam sebulan.

“…terima panggilan menyanyi apabila temponya vrij (bebas) dan 1 tahun sekali opname (rekaman) buat plaat gramofon,” tulis Pewarta Soerabaia.

Penghasilan Annie Landouw sebagai penyanyi tampaknya tak menentu. Kadang ia dapat penghasilan besar, kadang hanya cukup untuk ongkos. “Saya terpaksa gadaikan barang-barang perhiasan saya,” kata Annie jika sedang tak ada penghasilan.

Baca juga: Legenda Keroncong Itu Berpulang

Peter Keppy dalam “Keroncong, Concours and Crooners, Home Grown Entertainment in Early Twentieth-Century Batavia” yang termuat dalam Linking Destinies, Trade, Towns and Kin in Asian History menyebut pada 1940, tersiar kabar Annie Landouw hendak menjalani operasi mata. Ketika itu, sekelompok orang Tionghoa-Indonesia di Batavia secara spontan mengumpulkan dana untuk membantunya. Tapi Annie Landouw menolak. Ia takut berutang budi.

Keppy juga menyebut Annie Landouw menginspirasi tokoh utama dalam novel Belenggu karya sastrawan Pujangga Baru, Arjmin Pane.

“Karakter ini ditampilkan Pane untuk menjawab persoalan sosial-budaya yang mendesak dalam masyarakat Indonesia dan kesulitan untuk mendamaikannya: moralitas konvensional, emansipasi perempuan, identitas budaya baru, nasionalisme, dan modernitas,” tulis Keppy.

Selain menyanyi, Annie Landouw juga membintangi beberapa film seperti Fatimah (1938), Siti Akbari (1939), Gagak Hitam (1939), Sorga Ketudjuh (1940) dan Roekihati (1940). Setelah Perang Dunia II, Annie Landouw tampaknya tak aktif lagi di panggung keroncong maupun layar perak. Biduanita tunanetra itu meninggal dunia pada 17 Agustus 1982 di Jakarta.*

TAG

annie landouw keroncong musik

ARTIKEL TERKAIT

Tio Tek Hong, Perintis Rekaman di Hindia Belanda Pance Pondaag Masih di Telinga Kita Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Item Keluarga Gitaris Waktu Deep Purple Konser di Senayan Dari Jack Lemmers ke Jack Lesmana Sri Nasti Mencoba Melepas Trauma 1965 dengan Suara Lief Java dan Ismail Marzuki Gendhing Mares, “Anak Kandung” Perkawinan Musik Jawa dan Eropa Hari Tersedih God Bless