Tepat 115 tahun yang lalu, Buya Hamka lahir. Ia menaruh minat besar terhadap sastra. Keingintahuannya yang tinggi mendorongnya menyelidiki beragam karya para pujangga maupun sarjana asal berbagai negara. Ini pula yang kemudian menampilkannya sebagai sosok yang piawai menciptakan karya-karya ilmiah maupun sastra.
Berkesempatan melakukan lawatan ke berbagai negara, Hamka mengenang kisah perjalanannya melalui karya tulisan. Seperti pada 1952, misalnya, ia diundang oleh Departemen Luar Negeri Amerika untuk mengunjungi negeri Paman Sam selama empat bulan lamanya. Dari hasil perjalanan itu, Hamka berhasil menciptakan buku yang berjudul 4 Bulan di Amerika.
Baca juga: 31 Desember 1600: East India Company (EIC) Didirikan
Berkisah tentang perjalanan ke Amerika sejak 25 Agustus hingga 25 Desember 1952, Hamka menuliskan buku itu dengan menempatkan posisinya sebagai santri yang memandang Amerika. Terdiri dari dua jilid, jilid pertama mengulas pandangan Hamka terhadap tempat-tempat yang ia kunjungi selama di sana: Washington DC, New York, Illinois, Michigan, Colorado, Utah, California, Arizona, Louisiana, Florida, dan lain-lain. Sedangkan jilid kedua, isinya lebih kepada kesan dan tinjauannya terhadap negara adikuasa tersebut serta pengharapan terhadap negerinya sendiri.
Pertama kalinya bertandang ke Amerika, Hamka begitu takjub dengan kebesaran negara tersebut. Baginya, empat bulan merupakan waktu yang singkat untuk dapat menelusuri seluruh sudut Amerika.
Memulainya dengan mengunjungi Washington DC, selama 22 hari ia terbawa dengan wilayah yang didesain khusus sebagai pusat politik dan pemerintahan itu. Perjalanan berikutnya membawanya ke suatu kota yang terkenal sebagai pusat ekonomi, fashion, dan hiburan Amerika, yakni New York City. Di sana, Hamka terperangah dengan gemerlap kota ini yang ramai oleh hiruk-pikuk manusia dan tak mengenal siang-malam.
Baca juga: 4 Februari 1921: Tjong A Fie Meninggal Dunia
Beragam warna kulit, bahasa serta keramaian tak biasa, ia temukan ketika di New York City. Dalam bukunya jilid pertama, ia juga menulis bahwa kala itu dua ras terbesar yang berkembang di New York City ialah Italia dan Irlandia.
Hitam-putih warna kulit di Amerika masih menjadi isu rasial saat Hamka berkunjung. Harlem menjadi tempat yang aman bagi para kulit hitam, meskipun mereka bukan Negro Amerika seperti India, Pakistan, Sudan, dan sebagainya. Di Harlem pulalah Hamka menemukan kudapan khas Asia di kedai-kedai maupun restoran Pakistan dan India yang masih aman dikonsumsi bagi kaum muslim.
Di Amerika, Hamka juga mengunjungi salah satu perguruan tinggi besar di dunia, yaitu Columbia University. Amerika memang merupakan tempat berkumpulnya berbagai warga negara. Di sebuah perguruan tinggi pun, Hamka mendapati betapa majemuknya para sivitas akademika dari berbagai negara berkumpul menimba ilmu.
Baca juga: 15 Januari 1932: Malaise Membuat Belanda Masuk Kampung
Meski Amerika telah berhasil menengadahkan Hamka, namun pada jilid dua 4 Bulan di Amerika, tulisan Hamka tentang negeri Paman Sam tak lagi seringan jilid pertamanya.
Refleksi atas segala hal yang dialaminya serta komparasi terhadap negerinya ia tuangkan ke dalam jilid tersebut. Mulai dari cara pandang, adat dan kebiasaan, hingga beragam hal lain Hamka temukan perbedaannya dengan Indonesia.
Perbedaan adat dan kebiasaan warga negara menjadi salah satu yang menonjol antara Amerika dan Indonesia. Individualisme yang tertanam dalam diri masyarakat Amerika jelas berbeda dari masyarakat Indonesia yang begitu guyub. Pola pikir dengan segala kebebasan yang menjadi prinsip warga Amerika merupakan perbedaan lain yang bertentangan dengan kehidupan di Indonesia yang penuh dengan norma. Tak luput pula kemajuan pengetahuan dan teknologi antara Amerika dan Indonesia sangatlah terlihat. Perbedaan-perbedaan semacam itulah yang akhirnya dapat dipetik sebagai pelajaran oleh Hamka untuk menjadi pembelajaran bagi negerinya di masa depan.*