Jarum jam menunjuk angka 10.30. Sinar matahari cukup terik. Rombongan keluarga Sultan Jailolo Ahmad Sjah dari Maluku Utara memasuki Kampung Salegedang, Cianjur, Jawa Barat. Jumlah mereka sepuluh orang. Rombongan itu menuju makam leluhur mereka, Sultan Hajuddin atau Sultan Jailolo ketiga. Mereka sempat kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Halmahera. Tapi kelelahan itu sirna begitu mereka berdiri tepat di depan makam Sultan Hajuddin. Makam berukuran 1,5 x 2 meter persegi itu terletak di belakang Taman Makam Pahlawan Cianjur. Usianya sudah satu abad lebih. Makam tersusun dari beberapa batu kali. Di sesela batu kali, rumput liar tumbuh subur. Seolah menjadi pelindung makam dari panasnya sinar matahari.
Sultan Hajuddin diasingkan ke Cianjur oleh pemerintah kolonial pada 1832. Sebab sikap keluarga Sultan Jailolo tak sejalan lagi dengan politik pemerintah kolonial. Sultan Hajuddin menghabiskan hari-hari terakhirnya di Cianjur. Selama ratusan tahun, keluarganya tak mengetahui letak pasti makamnya.
Baca juga: Empat Raja yang Dibuang ke Cianjur
Hari itu, Jumat 25 Oktober 2019, akhirnya keluarga Sultan Hajuddin berhasil menemukan makam Sultan Hajuddin setelah membaca artikel historia.id. Rombongan kemudian menengadahkan tangan untuk berdoa. Beberapa warga dan sesepuh kota Cianjur yang menemani mereka, juga ikut berdoa. Suasana haru dan hening sesaat.
Baca juga: Dari Jailolo ke Priangan
Sultan Ahmad Sjah mengaku lega bisa berkunjung ke makam leluhurnya. “Selama ini, ayah kami tidak pernah memberi tahu kami di mana makam leluhur kami. Jadi ketika sekarang akhirnya kami bisa menemukannya lalu ziarah sekaligus berdoa untuk beliau, rasanya plong sekali.”
Khareudin, Perdana Menteri Jailolo, mengatakan sebenarnya mereka sudah tahu kisah pengasingan Sultan Jailolo ketiga sejak 2006. Tapi kisahnya tak lengkap. “Setahu kami Sultan itu diasingkan hanya sampai Batavia. Tapi ternyata sampai di Cianjur, dan sekarang kami bisa menelusurinya hingga ketemu itu rasanya luar biasa.”
Sementara para warga sekitar tidak pernah tahu secara pasti siapa yang bersemayam di makam itu. “Sebelumnya orang-orang di sini hanya tahu bahwa itu makam orang besar dari seberang, dan mereka mengenalnya hanya sebatas itu. Makam Haji Lolo, bukan Sultan Jailolo,” kata Agus Thosin (65 tahun), sesepuh Salegedang.
Saat akan meninggalkan makam, Sultan Ahmad Sjah menyampaikan penghormatan setinggi-tingginya kepada warga. “Saya ucapkan terima kasih kepada semua warga Cianjur yang sudah membantu saya dan keluarga menemukan makam leluhur kami. Insya Allah kami akan sering ke sini untuk menjaga dan merawat makam keluarga kami ini.”