Gagasan Perluasan Wilayah Jakarta
Dua gubernur temperamen berdebat soal perluasan wilayah Jakarta. Tetap dapat bersepakat.
Wali Kota Bogor Bima Arya melontarkan wacana memisahkan diri dari Jawa Barat dengan membentuk Provinsi Bogor Raya. Tim khusus yang dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor tengah melakukan kajian yang direncanakan rampung akhir tahun ini.
Menurut Bima sebagaimana dikutip detik.com, setelah kajian itu selesai akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil –yang meminta hentikan wacana Provinsi Bogor Raya. Dalam kajian itu, Bima menyebut ada tiga opsi, yaitu perluasan wilayah, pembentukan Provinsi Bogor Raya, dan memaksimalkan koordinasi antarwilayah. Namun, Bima mengaku mendengar Bupati Bogor Ade Yasin lebih setuju dengan pembentukan Provinsi Bogor Raya.
Menanggapi hal itu, Walikota Bekasi Rahmat Effendi memilih menjadi bagian dari Jakarta. Bekasi menjadi Jakarta Tenggara. Apalagi menurutnya, Jakarta pernah menawarkan agar Bekasi menjadi bagian dari wilayahnya. Begitu pula dengan Wali Kota Depok M. Idris Abdul Somad yang cenderung memilih bergabung ke Jakarta daripada Provinsi Bogor Raya.
Keinginan Bekasi dan Depok menjadi bagian dari Jakarta seakan menghidupkan kembali gagasan perluasan wilayah Jakarta yang diupayakan Gubernur Mayjen TNI (KKO) Ali Sadikin (menjabat 1966-1977).
Menurut Ali, gagasan meluaskan Jakarta datang dari pendahulunya. Bahkan inisiatifnya dari pemerintah pusat. Kalau tak salah, Menteri Cipta Karya dan Konstruksi David Gie Cheng (menjabat 1964-1966) yang memimpin proyek perluasan Jakarta sampai ke Ciawi, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Sehingga Jawa Barat dibelah dua.
Sebagai orang yang berasal dari Jawa Barat, Ali keberatan dengan gagasan itu karena terlalu besar.
“Saya tidak setuju dengan gagasan itu. Pak Mashudi –mantan gubernur Jawa Barat– pun tahu tentang ketidaksetujuan saya. Saya tidak bisa menerima Jawa Barat akan seperti dibagi menjadi dua provinsi. Pikiran saya hanyalah membulat-bulatkan saja, …” kata Ali dalam biografinya, Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi karya Ramadhan KH, cetakan baru dari Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977.
Baca juga: Pajak Kasino untuk Pembangunan Jakarta
Perluasan Jakarta versi Ali berangkat dari mengubah batas-batas wilayah. Dia merasa batas Jakarta yang dulu mesti diubah karena garis-garis batas itu tidak tepat. Dia pun menugaskan stafnya untuk mengubah batas-batas wilayah Jakarta.
“Maka staf saya kemudian mengusulkan, daerah Cibinong masuk DKI, Depok masuk DKI, Bekasi masuk DKI. Garis itu yang saya ajukan waktu pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat, Solihin G.P.,” kata Ali.
Kebetulan, Mayjen TNI Solihin GP yang belum lama diangkat menjadi gubernur Jawa Barat (menjabat 1970-1975), meminta waktu bertemu Ali Sadikin. Bahkan, Ali menugaskan agar dia dijemput di perbatasan. Ali menerima Solihin di operation room Balaikota Jakarta.
Di ruangan itu, ada peta yang masih bertirai. Ali membuka tirai itu dan berkata, “Mang Ihin, saya akan mendasarkan penyambutan saya pada peta ini. Karena kita orang-orang praktis, harus operasional.” Dalam peta yang dibuat staf Ali Sadikin itu tergambar sebagian Bekasi masuk Jakarta. Begitu juga sebagian dari Tangerang dan Bogor.
Solihin mengerutkan wajah melihat peta itu.
Ali berkata lagi, “Saya ditugaskan oleh rakyat saya untuk memenuhi kebutuhan pengembangan Jakarta. Oleh karena itu, daerah ini (saya tunjuk daerah-daerah itu), daerah ini dan ini harus masuk wilayah Jakarta. Toh Jawa Barat tidak bisa membangun. Pembangunan akan lebih cepat jika dilaksanakan oleh DKI. Mumpung Mang Ihin, putra Indonesia yang kebetulan lahir di Jawa Barat, seperti saya, yang jadi gubernur, marilah kita selesaikan ini dengan baik-baik.”
Baca juga: Cara Ali Sadikin Menggunakan APBD
Solihin berpikir dengan mengerutkan dahi. Lalu dia berkata, “Bang Ali, itu strategi yang kerdil. Saya kira Bang Ali pengatur strategi ulung yang besar. Kalau Jakarta dikembangkan seperti itu, secara strategi tidak akan membawa perkembangan yang luar biasa.
“Bila memang strateginya baik,” lanjut Solihin, “mesti kita ikuti karuhun (nenek moyang) kita. Dulu Galuh itu pindah ke Pajajaran, Bogor, karena mau menyatukan komunitas di Jawa Barat dengan Jakarta. Ke utara sampai Sunda Kelapa. Dari Bogor bisa dikuasai. Ke barat, sampai Banten. Ke timur, sampai Cirebon.”
Dengan demikian, Solihin mengusulkan, “satukan saja Jakarta dengan Jawa Barat. Bang Ali gubernurnya. Ibukotanya Jakarta. Bandung hanya kotamadya. Akan saya serahkan. Siapa yang bisa berkompetisi bila potensi Jawa Barat dan Jakarta menyatu. Ini baru strategi.”
Namun, Solihin menegaskan, “kalau sepotong-potong seperti maunya Bang Ali, no way. Jawa Barat bisa membangun atau tidak, itu soal lain. Harus dikira-kira dong siapa gubernurnya.”
Baca juga: Tujuan Konsep Jabotabek Meleset?
Dari nada bicaranya, Ali merasa Solihin tidak setuju dengan apa yang ada di peta sembari menyindirnya.
Perbedaan pendapat Ali dan Solihin sampai emosional. Temperamen keduanya sama. Ini yang Ali suka, karena Solihin berani dan mau ambil risiko –memang pemimpin yang tidak berani mengambil risiko, tidak mendapat kritik, tapi tidak berbuat apa-apa.
Kata-kata tajam Ali dan Solihin terlontar bukan saja di operation room, tapi sampai di luar gedung. Orang-orang menyebutnya dua gubernur berseteru dan bermusuhan.
Padahal, kata Ali, tidak begitu halnya. Orang lain tidak mengerti. Yang sebenarnya, bahkan Ali senang dengan temperamen Solihin: sama-sama tidak mau kalah, ingin maju, dan gigih. Bagi Ali, Solihin adalah sparring partner yang menyenangkan.
Baca juga: Ali Sadikin Menutup Jakarta
“Banyak persamaannya dengan saya,” kata Ali, “sampai-sampai selera melihat orang cantik pun sama. Cuma dia lebih tampan dari saya.” Ali merendah padahal sama-sama tampan.
Akhirnya, sekalipun tidak seperti yang diinginkan, Ali dan Solihin dapat bersepakat dalam soal garis batas, yang tadinya berkelok-kelok lalu diluruskan. Teselesaikannya batas-batas itu karena ada tekanan dari Jakarta. “Kami menyediakan biaya, ruangan, rumah, dan perkantoran untuk sekretariat, dan lain-lain. Kalau tidak begitu, tidak akan jadi-jadi,” kata Ali.
Dengan adanya wacana Provinsi Bogor Raya, akankah Bekasi dan Depok bagian dari Jakarta? Kita ikuti saja perkembangannya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar