Kemenangan Tak Terduga Atlet Kanada di Olimpiade Los Angeles 1932
Atlet Kanada Duncan McNaughton tak dijagokan dalam cabang olahraga atletik di Olimpiade Los Angeles 1932. Bertanding melawan teman baiknya, McNaughton justru berhasil meraih medali emas di nomor lompat tinggi.
DUNCAN McNaughton sukses menorehkan sejarah bagi Kanada dalam Olimpiade 1932 di Los Angeles, Amerika Serikat. Ia menjadi salah satu atlet yang berhasil meraih medali emas. Kemenangan McNaughton semakin dramatis karena, selain tak dijagokan dalam cabang olahraga atletik, ia juga pada awalnya tidak dilirik untuk bergabung dalam kontingen Kanada yang akan berlaga di pesta olahraga terbesar di dunia itu.
McNaughton memang bukan atlet yang buruk, tetapi kemampuan dan prestasinya di nomor lompat tinggi dianggap kurang mentereng. Oleh karena itu, namanya tidak berada dalam daftar teratas atlet-atlet yang diperkirakan memiliki prospek besar meraih medali di Olimpiade.
Kendati demikian, atlet kelahiran Cornwall, Ontario, Kanada tahun 1910 itu tak putus asa. McNaughton mencoba meyakinkan sejumlah pihak yang meragukan kemampuannya. Menurut Ellen Galford dalam X Olympiad, salah satu cara yang dilakukan McNaughton adalah dengan meyakinkan mereka bahwa ia akan menjadi anggota tambahan yang sangat murah untuk kontingen Kanada.
“Ia sudah berada di Los Angeles, belajar geologi di University of Southern California. Pada menit-menit terakhir, komite menyerah pada desakan tanpa henti dan bujukan untuk tidak membiayai perjalanan McNaughton,” tulis Galford. Pada akhirnya, McNaughton berhasil menjadi bagian dari kontingen Kanada.
Baca juga: Satu Abad Olimpiade Paris
Setelah upacara pembukaan, dimulailah serangkaian pertandingan yang akan berlangsung selama enam belas hari. Final lompat tinggi menjadi salah satu pertandingan yang paling menegangkan dan penuh drama dalam Olimpiade Los Angeles 1932. Momen-momen tak terduga juga mewarnai final tersebut.
Sejak pertandingan lompat tinggi diselenggarakan, atlet Amerika Serikat George Spitz telah diprediksi akan dengan mudah meraih medali emas. Namun, alih-alih berhasil, sang atlet justru gagal mencapai final. Dalam Track Newsletter, 14 Maret 1962, suplemen majalah olahraga Track & Field News, dilaporkan bahwa Spitz yang mengalami cedera di pergelangan kaki hanya mampu mencapai ketinggian 6'2¾'', posisi yang sudah sering ia capai sebelumnya.
“Ketika Spitz melompat setinggi 6'8½" di dalam ruangan, ia langsung menjadi favorit untuk meraih medali emas Olimpiade. Lompatannya dinilai seperempat inci lebih baik dari rekor dunia luar ruangan Harold Osborn yang dibuat pada tahun 1924. Dengan keluarnya Spitz dari kompetisi, tersisa dua pelompat Amerika yang diharapkan dapat meneruskan tradisi AS dalam lompat tinggi,” tulis Track Newsletter. Dua pelompat itu adalah Cornelius Johnson dan Bob van Osdel.
Final lompat tinggi dimulai pukul 14:30 tanggal 31 Juli 1932. Persaingan sengit di antara atlet membuat pertandingan berlangsung hingga pukul 18:00. Dua pelompat AS, Johnson dan van Osdel, terlibat pertarungan sengit dengan McNaughton dan Simeon Toribio dari Filipina. Sebuah fakta menarik tersaji dalam pertandingan ini. McNaughton yang sejak awal pertandingan tidak diunggulkan merupakan teman baik dan rekan setim van Osdel di University of Southern California. Mereka dipertemukan dalam final lompat tinggi Olimpiade untuk berkompetisi memperebutkan medali emas bagi negara masing-masing. Sejumlah pengamat berpandangan bahwa van Osdel berpeluang besar meraih medali emas. Ia dinilai lebih unggul dari McNaughton. Sementara Toribio, yang berada di urutan keempat pada Olimpiade 1928, tidak dianggap sebagai ancaman untuk medali emas di Los Angeles.
Dalam pertandingan final ini, Johnson, van Osdel, McNaughton, dan Toribio berhasil mencatatkan tinggi 6'6". Namun, setelah dilakukan pengecakan ulang, tingginya adalah 6'5½". Mistar kemudian ditingkatkan menjadi 6'7", tetapi tidak satu pun dari keempat atlet tersebut yang berhasil melaluinya dengan baik. Menurut Galford, salah satu penyebabnya karena energi para atlet telah terkuras untuk saling mempertahankan posisi. Hal ini melahirkan sebuah kejadian menarik dengan diturunkannya mistar sekitar satu inci. Johnson dan Toribio tersingkir. Tinggal tersisa McNaughton dan van Osdel.
Pertandingan final yang mempertemukan dua kawan karib itu pun dimulai. Keduanya berhasil melewati mistar dengan ketinggian 6'6" (1,98 meter). Kelelahan karena pertandingan yang panjang membuat kedua atlet itu kesulitan untuk mengakhiri pertandingan. “Di bangku penonton arena, 45.000 orang duduk terpaku dan terdiam. Mistar diturunkan menjadi 6 kaki 5 inci (1,96 meter). Tak satupun pelompat yang bisa melewatinya. Kemudian diturunkan lagi, menjadi 6 kaki 4 inci (1,93 meter),” tulis Galford.
Sementara itu, menurut Edward Zawadzki dalam The Ultimate Canadian Sports Trivia Book Volume 2, sebelum melakukan lompatan final, van Osdel sempat mendekati McNaughton dan memberikan saran untuk meningkatkan teknik temannya itu. “Buatlah lompatanmu berhasil dan kamu akan memenangkannya,” kata van Osdel.
Saran itu seakan kembali membakar semangat McNaughton. Ia melakukan ancang-ancang dan berhasil melewati mistar setinggi 1,97 meter untuk memenangkan medali emas. Sementara van Osdel gagal menyelesaikan tantangan dan harus puas dengan medali perak.
McNaughton yang semula tidak diunggulkan justru berhasil memberikan satu dari dua medali emas yang diraih Kanada di Olimpiade Los Angeles 1932. Pencapaian ini terus dikenang dan namanya pun menjadi legenda hingga akhirnya atlet atletik Kanada lainnya, Derek Drouin, sukses menyabet medali emas di cabang lompat tinggi pada Olimpiade Rio 2016.
Di sisi lain, persahabatan yang terjalin di antara van Osdel dan McNaughton tak berakhir setelah Olimpiade Los Angeles 1932. Setahun berselang, sebuah kabar mengejutkan datang dari McNaughton. Medali emasnya dicuri dari mobilnya. Kabar pencurian tersebut sampai di telinga kawan karibnya yang dahulu menjadi rival di final Olimpiade.
“Van Osdel, yang saat itu berprofesi sebagai dokter gigi, ingin membantu. Ia membuat cetakan dari medali peraknya sendiri dan membuat salinan medali McNaughton dengan menuangkan emas ke dalamnya,” tulis Zawadzki.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar