Pemberontakan Terhadap Sastra India
Kisah Panji lahir karena orang Jawa kuno bosan dengan bacaan yang bersumber dari India. Karya ini memiliki semangat kembali ke Jawa.
KISAH Panji terpahat pada dinding candi-candi Kerajaan Majapahit. Kemunculannya menunjukkan pemberontakan terhadap sumber-sumber bacaan India.
Karsono H. Saputra, dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia menjelaskan Kisah Panji berawal dari tradisi lisan yang muncul sebelum 1400 M. Kisah ini kian dapat panggung pada era akhir Majapahit. Setidaknya ia dijumpai dalam bentuk seni rupa, relief, arca dan seni pertunjukkan.
“Beberapa candi punya relief Kisah Panji. Misalnya, Candi Gambyok, Candi Panataran, Candi Gajah Mungkur, Candi Yuddha, dan Candi Sakelir. Semuanya dibangun era Majapahit akhir,” ujar Karsono dalam acara seminar internasional Kisah Panji/Inao 2018 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (10/7).
Beriringan dengan pemahatan di relief, Karsono berpendapat besar kemungkinan Kisah Panji juga dituangkan dalam bentuk wayang beber. Pasalnya, dalam Babad Tanah Jawi terdapat informasi adanya kesenian itu. Sementara Babad Tanah Jawi ditulis antara 1575-1635 M.
“Wayang beber jadi sudah ada paling tidak sebelum atau pada saat Babad Tanah Jawi ditulis,” lanjutnya.
Sementara dalam bentuk tulis, Kisah Panji baru muncul kemudian. Ini dihasilkan oleh skriptorium pesisiran pada akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17 berupa naskah.
Banyak seni pertunjukan juga diilhami Kisah Panji. Misalnya, wayang gedhog, wayang topeng, opera tari, sendratari. Dongeng lisan cerita rakyat juga mengenal kisah Ande-Ande Lumut, Kethek Ogleng, Cindhe Laras, Keong Mas, Othak-Othak Ugel, Timun Mas, dan lainnya.
Persebaran kisahnya pun tak cuma di tanah Jawa, tempat ia lahir. Kisah Panji juga dikenal dalam budaya Bali, Lombok, Melayu, Bugis, Siam, Vietnam, dan Kamboja.
“Persebaran Kisah Panji ke berbagai geografi budaya sebagian besar nampaknya melalui seni pertunjukkan,” kata Karsono.
Bagaimana mulanya Kisah Panji menjadi populer?
Peorbatjaraka dalam Tjerita Panji dalam Perbandingan menyebut kalau pemilihan Kisah Panji sebagai bahan bacaan era akhir Majapahit adalah karena kebetulan. Ini berdasarkan asumsi kalau orang Jawa waktu itu sudah bosan dengan bacaan yang bersumber dari India. Di samping itu mereka juga tak paham lagi bahasa Jawa Kuno sebagai wahana sastra.
Bagi Karsono, alasan kebahasaan mungkin bisa diterima. Penggunaan bahasa Jawa pertengahan sebagai sarana penulisan prasasti merebak pada akhir era Majapahit. Artinya, penggunaan bahasa Jawa Kuno sebagai bahasa resmi telah surut. Meski demikian sastra Jawa Kuno masih ditulis hingga abad ke-16 dan abad ke-17, yang sebagian di antaranya dihasilkan di Bali.
Bersamaan dengan Kisah Panji, waktu itu juga muncul karya-karya yang bersumber dari lokal. Dalam ranah sastra, Kakawin Naharakrtagama merupakan contoh teks yang tak berkiblat pada sastra India. Itu kecuali dalam hal bingkai kakawin. Kisahnya merupakan rekaman perjalanan penulisnya, Mpu Prapanca, ketika mengikuti tur Raja Hayam Wuruk ke wilayah kekuasaan Majapahit di Jawa bagian timur.
Sutasoma juga contoh lain teks sastra yang tidak merujuk pada sastra India. Teks ini memadukan ajaran Siwa-Buddha. Salah satu bagiannya kemudian juga mengilhami semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika. Pun kehadiran macapat dan kidung.
“Itu mempertegas pemberontakan dan pendobrakan atau yang halusnya semangat kembali ke Jawa,” kata Karsono.
Bukan cuma sastra, seni bangunan di era itu juga menunjukkan semangat yang sama. Contohnya Candi Sukuh yang merupakan bangunan suci dengan unsur punden berundak.
“Dalam konteks semangat kembali ke Jawa inilah Kisah Panji berperan dan mengada pada masa akhir Majapahit,” ujar Karsono.
Karsono menilai kehadiran Kisah Panji dalam bentuk tulis yang dipelopori skriptorium pesisir utara Jawa juga menunjukkan gejala budaya keselarasan. Pada abad 16-17 wilayah itu sudah dimasuki pengaruh budaya Islam. Pun kala itu sudah berkembang pula sastra bernapas Islam.
Sementara Kisah Panji ditulis dan digubah di wilayah ini. Padahal Panji sangat bernuansa Hinduisme. Kendati begitu, keberadaannya mendapat kesempatan untuk ditulis, disalin, dan digubah beriringan dengan teks sastra Islam.
“Sebelum mengembara, naskah Panji adalah simbol keberagaman budaya Nusantara abad ke- 16 lalu berubah menjadi diplomat mengembara ke luar Nusantara,” kata Karsono.
Baca juga:
Kisah Nasional Majapahit
Majapahit dalam Kisah Panji
Cerita Panji di Candi Miri Gambar
Tambahkan komentar
Belum ada komentar