ENAM abad setelah Laksamana Zheng He alias Cheng Ho datang ke Nusantara dan turut berlabuh di Surabaya, kiper muda dari negeri yang sama juga datang ke Surabaya. Dialah Zheng Cheng. Kiper kelahiran Wuhan pada 8 Januari 1987 itu tercatat jadi pesepakbola asal China pertama di Persebaya pada 2005.
Saking berkesannya kenangan singkat itu, komisaris Persebaya Dahlan Iskan beberapa waktu lalu berniat kembali mendatangkan pemain dari Negeri Tirai Bambu lagi ketika bersua Xu Yong, konsul jenderal RRC di Surabaya.
“Saya pernah mendatangkan Zheng Cheng saat masih menjadi pengurus Persebaya. Setelah bermain di Persebaya, kariernya kemudian melesat hingga jadi kiper timnas Tiongkok,” ungkap Dahlan, sebagaimana dilansir Harian Disway, 12 Maret 2024.
Sebelum berkiprah di Surabaya, pengawal mistar berpostur 191 centimeter itu meniti kariernya di sebuah klub Chinese Super League (CSL), Wuhan Guanggu. Kepindahannya jauh-jauh ke Surabaya tiada lain untuk memupuk pengalaman karena di klubnya, Zheng Cheng tak mendapat cukup jam terbang.
Baca juga: Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia
Sang Naga jadi Idola
Zheng Cheng tercatat tampil di Divisi Utama Liga Indonesia (Ligina) memang hanya musim 2005. Itupun statusnya hanya pinjaman dari Wuhan Guanggu, agar kiper belia itu bisa menimba pengalaman.
Dhion Prasetya dalam Persebaya and Them: Jejak Legiun Asing Tim Bajul Ijo mencatat, Zheng Cheng didatangkan Dahlan Iskan pada awal Maret 2005 dengan jaminan menjadi kiper utama. Ia direkrut demi menambal “lubang” besar di bawah mistar tim berjuluk Green Force itu sepeninggal Hendro Kartiko yang pindah ke Persija.
“Hendro Kartiko pindah ke Persija, tinggal menyisakan nama Eki Sabilillah sebagai penjaga gawang muda. Saat diundang ke turnamen pramusim Piala Emas Bang Yos 2005, manajemen sedianya sudah mencoba kiper asing baru namun statusnya hanya pemain seleksi, Mbeng Jean Mambolou,” tulis Dhion.
Baca juga: Tembok Tebal Bernama Sudarno
Mbeng Jean bukanlah sosok anyar di persepakbolaan Indonesia. Di Ligina VII (2001), kiper asal Kamerun itu ikut membawa Persija keluar sebagai juaranya.
“Aksi Mbeng di turnamen tersebut sebenarnya cukup baik. Namun manajemen Persebaya kurang puas. Akhirnya atas bantuan Dahlan Iskan, didatangkanlah Zheng Cheng (yang) dipinjam dari Wuhan Guanggu,” sambungnya.
Zheng Cheng mulanya juga diragukan oleh sebagian publik bola “Kota Pahlawan” itu. Pasalnya, penampakannya seperti sosok kiper yang lemas dan ‘klemar-klemer’.
Namun Zheng Cheng menepis anggapan miring itu dengan membuktikan di bawah mistar tim besutan Jacksen F. Tiago itu dirinya kiper tangguh. Dari yang dianggap kiper ‘klemar-klemer’, ia justru mampu percaya diri dan tampil bak naga berkat proses adaptasinya yang dibantu sesama legiun asing, Leonardo Gutiérrez.
Baca juga: Asam Garam Jacksen F. Tiago di Indonesia (Bagian I)
Performanya di lapangan dan penampilan fisiknya juga jadi daya tarik tersendiri bagi suporter fanatik Bonek. Terutama kelompok suporter ceweknya, Bonita. Maklum, kiper yang rambutnya disemir gradasi pirang-hitam itu punya paras yang tak kalah rupawan dari para personil boyband F4 yang di awal 2000-an tengah digilai kaum hawa. Jadi, jauh sebelum pemain diaspora Timnas Indonesia seperti Rafael Struick atau Nathan Tjo-A-On sekarang digilai suporter cewek, Zheng Cheng sudah lebih dulu jadi magnet.
“Tak lama bergabung di Persebaya, Zheng Cheng langsung menjadi idola baru para Bonek dan Bonita. Di Stadion Gelora 10 November Tambaksari kala itu selalu ada pemandangan manis para Bonita yang bersorak dan memenuhi sudut-sudut stadion,” tambah Dhion.
Senantiasa dijadikannya Zheng Cheng sebagai kiper utama oleh Jacksen tak semata karena perjanjian klausul peminjamannya, tapi juga performanya. Menilik catatan RSSSF, Persebaya hanya kebobolan 22 gol saat bergulirnya liga Wilayah Timur, di mana Zheng Cheng tampil di 24 laga dari total 26 matchday. Ia sempat dua kali absen gegara hukuman kartu merah saat tim “Bajul Ijo” menjamu PSM Makassar pada 31 Agustus 2005.
Kegemilangan Zheng Cheng turut andil dalam membawa Persebaya bercokol di urutan keempat klasemen akhir Wilayah Timur untuk kemudian lolos ke Babak 8 Besar. Lantas, Persebaya tergabung ke Grup Barat yang dihuni tim-tim kuat lain: PSIS, Persija, dan kembali bersua PSM.
Namun, perjalanan Persebaya sebagai juara bertahan mesti berakhir di Grup Barat. Setelah ditahan imbang PSM, 2-2, dan dibekuk PSIS, 0-1, Persebaya memilih mundur sebelum tampil di partai terakhir kontra Persija.
“Alasannya karena mengkhawatirkan keamanan para suporternya. Mereka juga kecewa dengan amburadulnya penyelenggaraan Liga Indonesia. Pengunduran diri dadakan ini menggegerkan persepakbolaan nasional. Para pengamat menuding sikap Persebaya sebagai tidak sportif. Alasan keamanan suporter dianggap hanya alasan yang dibuat-buat,” ungkap Ayub Yahya dalam Menonton dengan Hati.
Baca juga: Bonek dan Stigma Kekerasan Suporter Fanatik
Manajemen Persija bergeming dengan keputusannya yang berujung pada hukuman larangan tampil selama dua tahun atau degradasi ke Divisi Dua bagi Persebaya. Tak terima keputusan itu, lanjut Ayub, Persebaya “ngambek” dan mengancam mundur dari kompetisi. Alhasil PSSI mengurangi hukuman dengan hanya mendegradasi Persebaya ke Divisi Satu.
Seiring dengan itu, berakhir pula sepak-terjang Zheng Cheng jadi palang pintu pamungkas Persebaya. Ia pulang ke negerinya pada September 2005 dengan tidak hanya meninggalkan kesan bagi publik Surabaya tapi juga membawa segudang pengalaman untuk melejitkan lagi kiprahnya di CSL.
“Setelah semusim bermain dengan Persebaya, Zheng Cheng kembali ke klub asalnya, Wuhan Guanggu. Pada 2009, Zheng Cheng bergabung dengan klub kasta teratas CSL, Henan Jiaye dan kariernya menanjak setelah membawa Henan duduk di peringkat ketiga kompetisi serta lolos ke Liga Champions Asia. Pada 2009 ini pula Zheng Cheng untuk pertamakalinya dipanggil memperkuat timnas Republik Rakyat Tiongkok,” tukas Dhion.
Baca juga: Asam Garam Jacksen F. Tiago di Indonesia (Bagian II - Habis)