Masuk Daftar
My Getplus

Mula Iklan di Televisi Indonesia

Iklan di televisi pertama kali tayang di TVRI. Sempat dilarang Presiden Soeharto karena dapat mendorong lahirnya budaya konsumerisme.

Oleh: Amanda Rachmadita | 03 Apr 2023
Iklan tas merek President di TVRI.

IKLAN bertema Ramadan marak ditayangkan di televisi selama bulan puasa. Bahkan, ada iklan seperti mini seri terdiri dari beberapa episode yang tayang selama beberapa pekan dari awal Ramadan hingga momen Lebaran. Kemunculan iklan di televisi tak lepas dari sejarah hadirnya televisi di Indonesia.

Peneliti asal Australia, Philip Kitley dalam Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca menyebut Maladi yang dikenal sebagai penyiar radio berpengalaman dan pernah menjabat sebagai kepala siaran radio pemerintah, Radio Republik Indonesia (RRI), memiliki peranan cukup penting dalam masa-masa awal kehadiran televisi di Indonesia.

“Pada 23 Oktober 1961 Menteri Penerangan Maladi menerima instruksi yang sudah ia ajukan sejak 1952. Telegram Presiden Sukarno dari Wina memberi izin Maladi untuk mendirikan televisi di Indonesia,” tulis Kitley.

Advertising
Advertising

Setelah melalui perencanaan, pembangunan, dan pelatihan selama sekitar sepuluh bulan, akhirnya pada 17 Agustus 1962 diselenggarakan siaran televisi percobaan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-17 dari Istana Merdeka, Jakarta.

Seminggu kemudian, stasiun televisi yang baru didirikan ambil bagian dalam penyelenggaraan Asian Games IV dengan menayangkan pertandingan-pertandingan secara langsung dari Stadion Senayan. Penayangan Asian Games IV berlangsung dari 24 Agustus hingga 12 September 1962.

Baca juga: Menggali Memori TVRI

Setelah pesta olahraga terbesar di Asia tersebut berakhir, stasiun televisi yang dikenal dengan TVRI sempat terhenti karena belum diketahui secara pasti konsep dan program seperti apa yang akan ditayangkan. Namun, tak butuh waktu lama bagi TVRI, yang kemudian dimasukkan ke dalam Yayasan Gelora Bung Karno, sebuah organisasi sosial yang berada di bawah kendali langsung presiden, untuk kembali mengudara. Pada 19 September 1962, siaran TVRI dimulai kembali dengan memutar film-film yang dipinjam dari Pusat Film Negara, dengan pengantar oleh pencerita yang tak tampak.

Menurut Kitley, meski tanggal 24 Agustus oleh TVRI diterima sebagai awal kehadiran televisi di Indonesia, tanggal 11 Oktober adalah permulaan penyiaran bersinambungan stasiun televisi Indonesia yang mula-mula dikenal sebagai Televisi Republik Indonesia Jajasan Gelora Bung Karno, yang kemudian disingkat menjadi Televisi Republik Indonesia (TVRI). “Sejak itulah, TVRI mengudara sebagai penyelenggara siaran Indonesia yang resmi,” tulis Kitley.

Sumber pendapatan untuk mengembangkan TVRI didapat dari subsidi anggaran negara, iuran bulanan pemilik pesawat televisi, dan kegiatan-kegiatan lain seperti sponsor. Setelah Maret 1963, TVRI juga meraup pendapatan dari iklan.

Baca juga: Cara Mengiklankan Film pada Zaman Belanda

Akademisi dan praktisi bisnis, Rhenald Kasali dalam Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia menulis, untuk pertama kalinya TVRI menerima iklan pada 1 Maret 1963. Meski begitu ada sejumlah peraturan yang ditetapkan terkait penayangan iklan di televisi, salah satunya tidak boleh lebih dari 15 persen dari seluruh jam siaran.

Iklan yang ditayangkan di TVRI lambat laun kian menarik perhatian penonton. Namun, pada awal 1970-an, Sjamsoe Soegito, Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film memutuskan iklan harus ditayangkan sebelum dan sesudah acara sehingga tidak “mengganggu” acara tersebut. Kitley menyebut bahwa menurut Soegito “rasanya tidak enak” untuk memotong acara dengan iklan.

Oleh karena itu, pada pertengahan 1970-an TVRI mulai menayangkan program Manasuka Sarana Niaga untuk mengiklankan beragam produk kepada publik. Progam berdurasi setengah jam ini tayang dua kali sehari. Beragam produk diiklankan dalam program ini, mulai dari kaset hingga minuman kemasan. Kapal Api menjadi salah satu produk yang diiklankan di program Sarana Niaga. “Mereka mengontrak Paimo –pelawak tenar Srimulat masa itu– menjadi bintang iklan,” tulis Tempo dalam Merek Jadul dan Kerawanan Generasi Ketiga.

Baca juga: Cara Raja Kretek Mempromosikan Rokoknya

Seiring meluasnya jangkauan siaran TVRI yang merambah berbagai wilayah di Indonesia usai peluncuran satelit Palapa pada 1976, iklan yang ditampilkan tak hanya menjadi konsumsi penonton di pulau Jawa tapi juga penonton dari pulau-pulau lainnya. Namun muncul penilaian negatif terhadap iklan di televisi: iklan dapat mendorong lahirnya budaya konsumerisme. Akibatnya, pada 5 Januari 1981, Presiden Soeharto mengumumkan bahwa Sarana Niaga di televisi akan dilarang setelah tanggal 1 April 1981.

Di sisi lain, pelarangan iklan di televisi membangkitkan kembali pamor radio yang sempat menjadi primadona ketika televisi belum menyita perhatian masyarakat. Menurut Rhenald, pada dasawarsa 1980-an, radio bangkit kembali terutama lewat program segmentasi pasar yang lebih jelas dan dikenalnya frekuensi FM.

“Banjirnya iklan di radio pada dekade 1980-an antara lain juga disebabkan oleh kebijaksanaan pemerintah yang menutup siaran iklan sama sekali di televisi,” tulis Rhenald.

Selain radio, surat kabar juga menjadi medium andalan untuk beriklan. Persaingan antarsurat kabar pun tak terhindarkan. Guna mengatasi hal tersebut pemerintah membentuk Badan Penyalur dan Pemerataan Periklanan dengan sistem subsidi silang, yakni koran-koran besar menyubsidi koran-koran kecil dalam pembagian iklan dengan jumlah yang tidak besar.

Baca juga: Ho Im: Iklan Dukacita Tionghoa

Larangan menayangkan iklan di televisi memicu pro dan kontra. Sepanjang tahun 1980-an muncul tuntutan di media massa agar televisi swasta diperkenalkan untuk memberi pelayanan alternatif bagi masyarakat dan merangsang perputaran bisnis melalui iklan. Dominasi surat kabar dalam meraih iklan mulai surut saat pemerintah mengizinkan hadirnya televisi swasta.

“Pada 28 Oktober 1987, TVRI menunjuk Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai pengelola siaran televisi swasta pertama di Indonesia,” tulis Kitley. Beberapa tahun berselang, pada 17 Januari 1990 TVRI membuat kesepakan yang sama dengan SCTV untuk mengelola siaran TV berlangganan di Surabaya. Hingga Maret 1993 ada lima stasiun televisi nasional yang mendapat izin siaran: RCTI, TPI, SCTV, ANTEVE, dan PT Indosiar Visual Mandiri.

Kehadiran televisi swasta membangkitkan gairah bisnis periklanan. Sejumlah perusahaan berlomba-lomba memasok iklan ke stasiun televisi swasta. Iklan yang ditampilkan pun beragam produk untuk berbagai lapisan masyarakat. Guna menggaet minat kalangan atas, tak jarang ditemukan iklan memakai narasi bahasa Inggris untuk menimbulkan kesan internasional pada produk yang diiklankan.

Seiring berjalannya waktu, pesatnya perkembangan teknologi membuat iklan tak hanya ditayangkan di televisi maupun radio dan surat kabar, tapi juga melalui ponsel pintar yang tersambung dengan sosial media. Persaingan yang kian ketat membuat iklan-iklan yang ditampilkan di sosial media dikemas sedemikian rupa, tak hanya menonjolkan produk yang hendak dipromosikan tapi juga berlomba-lomba menciptakan ciri khas untuk menarik perhatian publik.*

TAG

iklan televisi

ARTIKEL TERKAIT

Ria Jenaka, Panakawan, dan Pesan-pesan Pemerintah Orde Baru Iklan Michael Jackson Menembus Tirai Besi Uni Soviet Gara-gara Iklan Pertunangan Palsu Awal Mula Biro Iklan Marketing Selebritas Dulu dan Kini Cara Raja Kretek Mempromosikan Rokoknya Lebih Dekat Mengenal Batik dari Kota Batik (Bagian I) Warisan Budaya Terkini Diresmikan Menteri Kebudayaan Merekatkan Sejarah Lakban Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi