Masuk Daftar
My Getplus

Daud Beureueh Larang Judi di Aceh

Permainan judi dilarang keras dalam suasana perang kemerdekaan. Di masa damai pun tetap menjadi perbuatan terlarang, namun tetap saja judi sulit diberantas sampai tuntas.   

Oleh: Martin Sitompul | 25 Jul 2023
Jenderal Mayor (Tituler) Tengku Daud Beureueh, gubernur militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo (1947--1949). Pada 1948, Daud Beureueh pernah melarang judi di wilayah kekuasaannya. Sumber: Wiki.

Cinta Mega anggota, DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P, terciduk main gim saat rapat paripurna pertanggungjawaban APBD pejabat gubernur Heru Budi Hartono (20/7). Aktivitas itu terbidik dalam gawai Ipad Cinta yang disiarkan YouTube DPRD DKI Jakarta. Andai kata yang dimainkannya permainan biasa, masihlah bisa dimaklumi. Tapi, dari tampilan layar gawainya yang belakangan viral, jenis gim yang dimainkan Cinta adalah judi slot.

Cinta sendiri membantah bermain judi online saat rapat. Menurut pengakuannya, dia hanya memainkan gim puzzle Candy Crush. Namun, analisis multimedia yang dilansir berbagai media memastikan layar gawai Cinta menampilkan permainan judi slot Gate of Olympus. Lagipula, gawai yang digunakan Cinta untuk bermain gim itu merupakan fasilitas milik negara. Meski sudah meminta maaf atas insiden memalukan tersebut, Cinta terancam sanksi oleh Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta.

Bermain judi memang termasuk perbuatan terlarang karena bertentangan nilai agama. Dalam situasi normal, main judi bisa saja kena delik kriminal. Apalagi di tengah suasana perang kemerdekaan, godaan judi akan meruntuhkan semangat berjuang. Itulah sebabnya larangan bermain judi pernah menjadi peraturan pemerintah di wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo.

Advertising
Advertising

Baca juga: Ketika Daud Beureuh Disuguhi Nasi Garam

Pada 9 Agustus 1948, Gubernur Militer Jenderal Mayor (Tit.) Tengku Daud Beureueh mengeluarkan maklumat pelarangan keras permainan judi. Selain perbuatan terlarang, judi mengakibatkan banyak terjadi pencurian dan gangguan keamanan. Maklumat itu mengimbau supaya permainan judi dihentikan dan bagi siapa yang kedapatan berjudi akan dikenai hukuman berat.

Berselang sebulan kemudian, selain judi, perzinaan dan pencurian juga masuk dalam daftar perbuatan terlarang di Aceh dan sekitarnya. Dalam surat maklumat bertanggal 18 September 1948, Daud Beureueh menyerukan suasana tanah air makin hari kian bertambah genting. Perjudian, pencurian, dan perzinaan hanya akan melemahkan semangat pertahanan tanah air.

“Pemerintah dengan rasa tanggung jawab yang penuh terhadap ketenteraman, pertahanan, dan kebahagiaan seluruh penduduk, bermaksud memberantas perbuatan-perbuatan ini dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan tujuan,” demikian maklumat Daud Beureueh dalam harian Semangat Merdeka sebagaimana dikutip Pramoedya Ananta Toer, dkk, dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948).

Baca juga: Main Judi Masa Jawa Kuno

Hukuman bagi para pejudi, pezina, dan pencuri, sesuai dengan ketetapan akan dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat yang telah ditentukan. Di tempat itulah mereka diwajibkan mengerjakan sesuatu menurut petunjuk pemerintah. Menurut Teuku Alibasjah Talsya, yang waktu itu menjabat perwira staf penerangan TNI Divisi X, orang-orang yang dijatuhi hukuman atas perkara tersebut diasingkan ke Blang Pandak, Tangse di Aceh Pidie.

Pelaku judi, terang Talsya, mula-mula oleh jaksa di tempat ia dihukum, diserahkan kepada polisi. Oleh polisi yang bersangkutan dibawa dan diserahkan kepada kepala Polisi Sigli kemudian diserahkan lagi kepada komandan Pengawal Tempat Pengasingan Blang Pandak. Selanjutnya laporan mengenai orang-orang ini diteruskan kepada Gubernur Militer dengan perantaraan kepala kepolisian karesidenan. Selain pelaku judi, perangkat judi juga ikut diberantas.

“Segala alat-alat yang dapat dipergunakan untuk bermain judi, kartu-kartu judi, dadu putar, dadu kocok, dan lain-lain akan dibinasakan. Segala alat-alat yang tersebut di atas, yang kedapatan diperjual-belikan di pasar-pasar, toko-toko, disimpan untuk diperjual-belikan atau untuk dipakai sendiri, akan disita dan dibinasakan,” jelas Talsya dalam Sekali Republiken Tetap Republiken: Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1949.

Baca juga: Hoegeng dan Beking Judi

Setelah perang usai, kebijakan pelarangan judi juga diterapkan Gubernur Sumatra Utara S.M. Amin. Pada paruh pertama 1950, perjudian di daerah Sumatra Timur, khususnya Medan, sudah merajalela seperti menjadi permainan biasa yang bukan terlarang. Untuk mengatasi itu, Gubernur S.M. Amin mengeluarkan maklumat gubernur pada 26 Januari 1954, yang berisi larangan perjudian. Kendati demikian, praktik judi masih saja merajalela.

“Bahwa di belakang judi dan penyelundupan tersebut, berdiri petugas-petugas pemerintah sendiri,” sebut S.M. Amin dalam Perjalanan Hidupku Selama Sepuluh Windu.

Menurut Nazaruddin Sjamsuddin dalam Pemberontakan Kaum Republik: Kasus Darul Islam Aceh, meluasnya perjudian digerakkan oleh orang-orang Tionghoa di Aceh dan Sumatra Timur. Gubernur S.M. Amin telah melarang kegiatan judi ini, tetapi ia segera mengetahui bahwa kegiatan itu dilindungi oleh pejabat-pejabat penting kepolisian.

Baca juga: Judi Resmi di Indonesia

Dalam perkembangannya, permainan judi memang tak pernah lenyap. Bertaruh uang untuk dijudikan sungguh bikin ketagihan. Seperti penyakit, ia menjangkiti orang-orang dari berbagai kelas. Entah itu rakyat jelata, rakyat biasa, bahkan pejabat wakil rakyat.

TAG

sejarah-judi daud beureueh aceh

ARTIKEL TERKAIT

Thomas Nussy versus Anak Cik Di Tiro Kopral Roeman Melawan Teungku Leman Sejumput Kisah Sersan Baidin Sersan Zon Memburu Panglima Polim Di Masa Revolusi Rakyat Aceh Menerima Pengungsi Sebelum Sersan Pongoh ke Petamburan Darlang Sang "Radja Boekit" Meninggal di Meja Bedah Tewasnya Kapten "Sakti" Paris Ganden Sang Ksatria Fotografer Bersaudara dalam Perang Lombok dan Aceh