Soeharto dan Sepeda Turangga
Soeharto memberi nama sepeda Turangga. Pabrik sepeda milik koperasi pegawai negeri ini hanya bertahan enam tahun.
Bertepatan dengan Hari Koperasi ke-27 pada 12 Juli 1974, Presiden Soeharto meresmikan pabrik sepeda milik Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN) di Batu Ceper, Tangerang. Peresmian itu dihadiri Ketua Umum IKPN, R.P. Suroso.
Dalam sambutan peresmiannya, Soeharto mengatakan gembira IKPN dapat membangun sebuah pabrik sepeda. Dia mengharapkan koperasi-koperasi lain juga dapat membangun berbagai pabrik atau menghasilkan kegiatan produktif lainnya.
Pembangunan pabrik sepeda itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat pengangkutan sederhana.
"Maka sepeda itu akan memenuhi kebutuhan rakyat kecil, termasuk Pegawai Negeri golongan rendah di daerah-daerah, sepeda itu sangat berguna," tulis Anhar Gonggong dalam R.P. Soeroso: Dokumen-dokumen Terbatas tentang Dirinya.
Soeharto memberi nama (merek) sepeda itu Turangga atau kuda yang artinya alat angkutan atau alat penghubung.
Baca juga: Orang yang Mengusulkan Presiden Soeharto Bersepeda
"Karena itu, saya beri nama pabrik ini pabrik sepeda Turangga dengan menggunakan kepala kuda sebagai mereknya. Mudah-mudahan dapat dikenal di mana-mana," kata Soeharto dikutip Ahmad Arif (editor) dalam Melihat Indonesia dari Sepeda.
Menurut Arif, rupanya Soeharto hendak menganalogikan Turangga sebagai salah satu dari lima tolok ukur kemakmuran seorang priayi, selain wisma (rumah), wanita (istri), kukilo (burung) sebagai lambang hiburan, dan curigo (keris).
Delapan bulan kemudian, pada 12 Maret 1975, Soeharto menerima 33 sepeda Turangga dari pimpinan IKPN yang didampingi Direktur Jenderal Koperasi, Ir. Ibnu Soedjono dan Direktur Jenderal Perindustrian Ringan, Soegin Soemodarsono. Soeharto menjajal sepeda itu di halaman depan Bina Graha.
Baca juga: Budaya Sepeda Orang Indonesia
"Kepala Negara berpesan agar produksi pabrik sepeda ini kiranya dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Dia menganjurkan agar sepeda dapat dijadikan alat penghubung di daerah perdesaan," demikian disebut dalam Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973–23 Maret 1978.
Setahun setelah peresmian, Soeharto kembali meninjau pabrik sepeda Turangga. Sayangnya, nasib sepeda Turangga tidak segagah namanya.
"Hanya enam tahun sejak diresmikan," tulis Arif, "pabrik sepeda Turangga akhirnya dijual karena terus-menerus merugi."
Tambahkan komentar
Belum ada komentar