Berjudi di Pacuan Anjing
Sejumlah tempat judi bermunculan di Jakarta pada 1970-an. Salah satu yang banyak diminati adalah pacuan anjing di Senayan.
GELANGGANG Pacuan Kuda Pulo Mas bukan satu-satunya tempat berjudi di Jakarta pada 1970-an. Tempat lain yang tak kalah populer adalah arena pacuan anjing di Senayan. Kendati menjadi tempat favorit para penjudi, tak sedikit pula pengunjung yang datang sekadar mencari hiburan.
Dalam Ensiklopedi Jakarta: Culture & Heritage Volume 2 terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebutkan, pacuan anjing juga dikenal dengan nama toto greyhound. Nama itu mengacu pada jenis anjing yang dipertandingkan dalam balapan adu cepat lari. Terdapat enam ekor anjing yang ditandingkan dalam setiap satu putaran. Para penonton yang tertarik bertaruh dapat memilih berdasarkan nomor punggung si anjing.
Arena balap anjing ini dibuka pada 1973 di masa Gubernur Ali Sadikin. Sebagaimana disebut dalam Gemerlapnya Meja Judi Menjelang Pelarangan Tahun 1981 terbitan Pusat Data dan Analisa Tempo, di masa awal kemunculannya, toto greyhound –yang menyertakan enam ekor anjing untuk mengejar bola-bola bernomor– dikelola oleh PT Citadel. “Dari toto greyhound ini kas DKI menerima Rp3 milyar setahun,” tulis Tempo.
Baca juga: Pajak Kasino untuk Pembangunan Jakarta
Berjudi di pacuan anjing menjadi favorit bagi sebagian orang karena untuk bertaruh tak perlu datang ke lokasi balapan. Caranya, para petaruh cukup membeli kupon yang diedarkan agen. Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 9.000 agen yang tersebar di seluruh Jakarta. Meski dapat bertaruh tanpa perlu mendatangi pacuan anjing di Senayan, lebih banyak lagi orang yang datang dan melihat langsung balapan anjing tersebut.
Menurut Darby Greenfield dalam Indonesia: Java and Sumatra, toto greyhound diselenggarakan tiga kali dalam seminggu, yakni setiap Rabu, Jumat, dan Sabtu malam. “Dengan demikian, di Minggu siang pengunjung dapat menyaksikan pacuan kuda di Gelanggang Pacuan Kuda Pulo Mas; sementara di Sabtu malam ajang balapan anjing diselenggarakan di Canidrome, Sanayan,’’ tulis Greenfield.
Baca juga: Ketika Pemerintah Melegalkan Judi
Dalam satu hari, pacuan anjing menyelenggarakan beberapa kali balapan, di mana setiap putarannya diikuti oleh enam ekor anjing. Sebelum balapan dimulai, para petaruh telah mengantongi nomor punggung sejumlah anjing yang menjadi jagoannya. Begitu balapan dimulai, riuh suara petaruh bercampur dengan teriakan penonton membuat suasana begitu meriah. Namun, lima tahun setelah beroperasi, pacuan anjing di Senayan ditutup. Penutupan ini berkaitan dengan larangan permainan toto greyhound yang mulai diberlakukan Pemda DKI Jakarta pada Oktober 1978.
Wacana penutupan pacuan anjing telah ramai diperbincangkan sejak awal tahun 1978. Satu hal yang menjadi sorotan adalah nasib para pegawai toto greyhound yang mencapai seribu orang. “Tak kurang dari Rp180 juta telah dibayarkan kepada para pegawai sebagai pesangon,” tulis Tempo.
Penutupan pacuan anjing menghidupkan kembali pembahasan tentang tempat-tempat perjudian di Jakarta yang memicu kontroversi. Kebijakan melegalkan judi diberlakukan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1966–1977).
Menurut Wardiman Djodjonegoro dalam Sepanjang Jalan Kenangan, kebijakan melegalkan judi diberlakukan Gubernur Ali Sadikin untuk mendapatkan dana dalam membangun Jakarta. Ia mengizinkan berdirinya berbagai klub malam atau night club dengan memungut pajak untuk pembangunan kota. Tempat pacuan kuda, pacuan anjing greyhound (Senayan), dan Hailai (Ancol) didirikan untuk lapisan yang lebih berada. Sementara di sisi lain, sekolah baru terus dibangun dan gedung sekolah yang sudah tidak layak dipugar.
“Semua perbaikan itu menyangkut uang, menyangkut biaya. Tolol saya kalau membiarkan anak-anak yang masih patut sekolah dibiarkan keluyuran. Untuk itu saya mencari duit. Uang dari Lotto Jaya saya pakai untuk mengatasi soal pendidikan,” kata Ali dikutip Wardiman.
Kendati untuk kepentingan pembangunan Jakarta, kebijakan melegalkan judi dikritik banyak orang. Akhirnya, pemerintah secara resmi melarang segala bentuk perjudian pada 1 April 1981. Larangan itu berasal dari instruksi Presiden Soeharto yang memandang bahwa judi merusak kehidupan bangsa dan negara.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar