Awal Mula Operasi Zebra
Operasi Zebra pertama kali digelar di Irian Jaya kemudian diterapkan secara nasional. Penggagasnya dijuluki Bapak Zebra.
Polisi Daerah (Polda) di seluruh Indonesia serentak menggelar Operasi Zebra selama 14 hari, dari 30 Oktober sampai 12 November 2018. Polisi meminta para pengendara bermotor melengkapi surat-surat kendaraannya dan mematuhi setiap peraturan lalu-lintas. Operasi Zebra bertujuan menertibkan perilaku berkendara dan menekan angka kecelakaan.
Tujuan Operasi Zebra hari ini tak jauh beda ketika operasi ini kali pertama muncul pada 1978 di Irian Jaya (kini Papua). Gagasan Operasi Zebra berasal dari Brigadir Jenderal Soedarmadji, Kepala Daerah Polisi Irian Jaya.
Soedarmadji melihat banyak pengendara bermotor di Irian Jaya sering mengabaikan peraturan dan rambu lalu-lintas. “Jumlah kendaraan pada waktu itu tercatat kurang lebih 20.000 buah, paling banyak sepeda motor,” tulis Redaksi Suara Pembaruan dalam Rekaman Peristiwa ’85. Jumlah kendaraan ini tidak banyak untuk wilayah seluas Irian Jaya. Tetapi angka pelanggaran lalu-lintas dan kecelakaan sangat tinggi.
Soedarmadji memikirkan cara bagaimana menumbuhkan kesadaran taat dan tertib dari para pengendara. Menurut Soedarmadji, taat dan tertib berguna untuk mengurangi angka kecelakaan. Soedarmadji akhirnya mengusulkan operasi penertiban perilaku berkendara dengan sandi ‘Zebra’.
Diprotes Sopir
Menurut Kompas, 31 Agustus 1986, kata ‘Zebra’ di sini berasal dari penyeberangan jalan orang di jalan raya atau zebra-cross. Tempat ini sering dilanggar oleh pengendara bermotor. Karena itu Soedarmadji menamakan operasinya dengan sandi ‘Zebra’. Operasi ini menekankan pada penindakan tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar lalu-lintas sekecil apapun.
“Ternyata operasi itu membawa manfaat besar bagi pemakai kendaraan bermotor di pulau terbesar dalam gugusan Nusantara itu. Pemakai kendaraan khususnya yang ada di Jayapura, Ibukota Provinsi Irian Jaya, berangsur-angsur tertib,” lanjut Redaksi Suara Pembaruan.
Tahun-tahun berikutnya, Soedarmadji pindah dinas ke Denpasar, Bali. Dia menjadi Kadapol untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Seperti di Irian Jaya, Soedarmadji melihat kesemrawutan lalu-lintas. Dia kembali menerapkan operasi penertiban bersandi Zebra.
Tetapi kali ini operasi penertiban bersandi Zebra beroleh perlawanan dari penduduk. Gubernur Bali turun tangan, membantu menerangkan kepada masyarakat tentang pentingnya operasi bersandi Zebra. Gubernur Bali mendukung operasi penertiban ala Soedarmadji dengan menambah kendaraan operasi. Perlawanan penduduk pun surut.
Keberhasilan operasi bersandi Zebra terdengar oleh Polda Jawa Timur. Keadaan lalu-lintas di Jawa Timur serupa dengan di Irian Jaya, Bali, dan Nusa Tenggara. “Tidak di luar kota, tidak di dalam kota, keadaan lalu-lintas sekarang ini benar-benar memprihatinkan,” tulis mingguan Jayabaya, 13 Maret 1983. Bedanya, jumlah kendaraan di Jawa Timur lebih banyak ketimbang di Irian, Bali, dan Nusa Tenggar.
Jayabaya, mingguan berbahasa Jawa, menggambarkan perebutan ruang di jalan-jalan kota di antara para pengendara dan pejalan kaki. “Tiap ada kesempatan, sopir-sopir pasti selalu senang mengebut… Banyak sopir memarkir kendaraan seenaknya sendiri… Biarpun sudah ada zebra-cross, biarpun sudah ada jembatan penyeberangan orang, tapi saban hari ada saja orang yang menyeberang jalan pada tempat yang bukan semestinya.”
Perilaku serampangan pengendara dan pejalan kaki ini mengakibatkan angka kecelakaan tumbuh tinggi di Jawa Timur. “Di kota Surabaya saja, korban kecelakaan lalu-lintas yang mati setiap tiga hari ada empat orang,” lanjut Jayabaya. Belum ditambah di kota lainnya yang mempunyai jalan-jalan besar.
Akhirnya, Polda Jawa Timur pun menggelar operasi penertiban bersandi Zebra. Penilangan menimpa banyak pengendara bermotor. Mereka terkena sejumlah pasal dalam UU No. 3 Tahun 1965 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan. Antara lain pelanggaran terhadap kelengkapan kendaraan, lampu merah, dan zebra-cross.
Baca juga: Awal mula zebra cross di Indonesia
Pengendara bermotor di Jember cukup terkejut dengan tindakan keras polisi dalam Operasi Zebra. Saking terkejutnya, mereka ketakutan untuk berkendara. Seperti dialami oleh sopir taksi colt. “Tiap kali melanggar, kena tilang,” kata seorang sopir kepada Kompas, 5 April 1984.
Sopir taksi colt memprotes gaya penilangan polisi. Cara mereka protes adalah dengan tidak menarik sewa seharian penuh. Anak sekolah pun terlantar. Tetapi cara ini justru mengurangi pendapatan sopir taksi colt. Sebagian dari mereka menghentikan aksinya dan menerima Operasi Zebra. “Dari sinilah nama Operasi Zebra mulai terkenal di seluruh penjuru tanah air. Oleh para wartawan Jawa Timur akhirnya Soedarmadji dijuluki sebagai Bapak Zebra,” catat Rekaman Peristiwa ’85.
Di luar Jawa, Operasi Zebra tak hanya menyasar pengendara bermotor di jalan, tetapi juga pengemudi bus air atau ketoki di sungai. Misalnya, di Kalimantan Tengah pada 1985.
Bentang alam Kalimantan Tengah memungkinkan sungai menjadi sarana transportasi. Para pengemudi ketoki kerapkali memanfaatkannya untuk mengambil untung lebih dengan memuat penumpang sebanyak-banyaknya ke dalam ketoki. Muatan berlebih membuat ketoki rawan tenggelam. Polisi pun berupaya mengurangi potensi celaka dengan menggelar Operasi Zebra.
Menindak Petugas Korup
Operasi Zebra merambah ke seluruh wilayah Indonesia secara serentak pada 25 Juli 1985. Instruksi ini datang dari Kapolri Anton Soedjarwo. Saat bersamaan, Soedarmadji menjabat Kadapol Metro Jaya. Dia memimpin Operasi Zebra di Jakarta. Inilah Operasi Zebra yang pertama kali di ibukota.
Sejumlah warga Jakarta keberatan dengan Operasi Zebra. Mereka bilang operasi ini tidak akan efektif menumbuhkan kesadaran tertib berlalu-lintas. Lainnya berpendapat bahwa operasi ini hanya mencari-cari kesalahan. Banyak polisi memanfaatkan wewenangnya untuk mengisi perutnya dari pengendara bermotor.
Soedarmadji berupaya meyakinkan warga bahwa Operasi Zebra akan berkelanjutan. Tidak hanya hangat-hangat tahi ayam. Sebab dia berpendapat bahwa perilaku tertib dan penurunan angka kecelakaan tidak dapat tercapai hanya melalui sekali-dua operasi. Dia mengatakan kalau tidak ada upaya menertibkan perilaku berlalu-lintas pada hari ini, ke depan bakal tambah sulit mengurai masalah lalu-lintas.
Baca juga: Sejarah tertib berlalu lintas
Soedarmadji mengibaratkan masalah lalu-lintas sebagai gunung es. Sebagian tampak, lainnya tidak tampak karena tenggelam di bawah. Yang tampak itulah yang hanya bisa dijangkau oleh wewenang polisi. Sisanya, yang tak terlihat, bukanlah wewenang polisi, melainkan lembaga pendidikan, Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya, Pekerjaan Umum, dan Perparkiran.
Terhadap kritik polisi korup dalam Operasi Zebra, Soedarmadji mengamini bahwa memang ada polisi korup. Tapi dia bilang polisi seperti itu akan ditindak tegas. Dia menyebut ada sebuah operasi untuk menindak polisi korup. Operasi itu bernama Operasi Bersih. Demikian laporan Kompas, 15 Maret 1985 dan 23 Juli 1985.
Operasi Zebra di seluruh Indonesia berlangsung selama 72 hari pada 1985. Polri mengklaim operasi ini menurunkan angka kecelakaan sebesar 49.8 persen. Korban tewas setelah kecelakaan pun turun. Sebelum Operasi Zebra, korban tewas setelah kecelakaan sebanyak 30 orang per hari. Ketika Operasi Zebra berlangsung, korban tewas berjumlah 15 orang per hari.
Baca juga: Kecelakaan lalu lintas seolah bencana alam
Polri juga membuka data pemasukan negara dari Operasi Zebra. Secara nasional, denda tilang Operasi Zebra mencapai 56 miliar rupiah. Tetapi tak ada keterangan lanjut tentang penggunaan dana tilang tersebut.
Selain data mengenai Operasi Zebra, Polri mengemukakan data tentang Operasi Bersih. 797 anggota Polri terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang. Mereka memperoleh sanksi beragam: mutasi, administratif, dan turun pangkat.
Sebuah tesis pascasarjana Universitas Indonesia berjudul Pengaruh Operasi Zebra 85 Terhadap Kecelakaan Lalu-Lintas dan Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu-Lintas yang Mengakibatkan Korban Luka Berat atau Mati di Wilayah Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya membenarkan sejumlah data tersebut untuk sampel wilayah Jakarta.
Tetapi penulis tesis tersebut juga menulis bahwa angka kecelakaan dan korban meningkat lagi setelah Operasi Zebra terlaksana. Dari semua data itu, perilaku tertib berlalu-lintas pengendara luput dari amatan. Sampai sekarang, perilaku berangasan di jalan masih sering tersua.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar