Kartini lahir pada 21 April 1879 di Mayong, Jepara. Kartini menempuh pendidikan pada Sekolah Kelas Dua Belanda. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda. Murid- murid sekolah ini umumnya anak-anak bupati yang jumlahnya tidak banyak serta anak-anak Belanda dan Belanda Indo.
Ia rajin membaca buku dan salah satu buku yang disukainya adalah karya Multatuli berjudul Minnebrieven. Dari Minnebrieven, Kartini mengetahui bagaimana pemerintah Belanda menindas dan memeras bangsanya. Buku lain ialah karangan NY. C. Goekoop yang menguraikan perjuangan Hylda van Suylenderb membela hak-hak wanita di Negeri Belanda. Rupanya buku inilah yang telah mengilhami Kartini untuk memperjuangkan emansipasi bagi kaum wanita Indonesia. Buku lainnya antara lain De Vrouw en Sosialisme (Wanita dan Sosialisme) karangan August Bebel.
Kartini memang rajin menulis, baik dalam bentuk surat pribadi maupun artikel. Ia menulis artikel tentang ukiran Jepara yang bertajuk Van EenVergeten Uithoekje (Dari Pojok yang Dilupakan). Artikelnya berjudul Handschrift Japara, mendapat perhatian yang cukup besar dari masyarakat Belanda dan kemudian dimuat sebagai pedoman tentang batik dalam buku De Batikunst in Nederlandsch en hare Geschiedenis.
1903, saat Kartini sudah menikah, datang beasiswa sebesar 4.800 gulden guna belajar ke Belanda untuk Kartini. Ia pun mengusulkan beasiswa dialihkan kepada pemuda Agus Salim. Kartini menikah dengan Joyodiningrat, bupati Rembang. Suaminya mengerti sifat Kartini, dan mereka membuka sekolah untuk perempuan. Pernikahan ini tak berjalan lama, sebab pada 17 September 1904, Kartini meninggal dunia. Surat-surat Kartini yang ditulisnya untuk teman-temannya di Negeri Belanda, berisi pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan wanita. Surat-surat itu kemudian dikumpulkan oleh Mr. J. H. Abendanon dan diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku itu cepat terjual habis dan segera dicetak ulang. Uang hasil penjualannya dikumpulkan dalam Kartini Fonds (Dana Kartini) di Den Haag dan digunakan untuk membantu kaum wanita Indonesia. Melalui surat Keputusan Presiden RI No. 108 tahun 1964, tanggal 02 Mei 1964, Raden Ajeng Kartini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.