Natuna di Mata Penjelajah Eropa
Arti penting Natuna menarik perhatian Raja Prancis Charles X. Mengirim ekspedisi untuk mengetahuinya lebih dalam.
NATUNA kembali mencuri perhatian rakyat Indonesia. Penetrasi kapal nelayan China yang dilindungi sebuah kapal coastguard negeri itu ke perairan Natuna pada 19-24 Desember 2019 membuat pemerintah Indonesia marah. Terlebih, kapal China itu tak menggubris peringatan dari kapal TNI AL yang saat itu melakukan patroli. Protes pun dilayangkan pemerintah Indonesia.
Natuna, kepulauan yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau, memang kerap mencuri perhatian banyak pihak lantaran kaya sumberdaya alam dan letaknya strategis. Letaknya di jalur perniagaan lama membuatnya dikunjungi banyak orang dari berbagai belahan bumi sejak lama. Letak strategis itu pula yang membuat Natuna mencuri perhatian Raja Prancis Charles X.
Beberapa saat sebelum kejatuhannya, Charles X menunjuk Cyrrille Pierre Theodore Lapace, veteran angkatan laut Kerajaan Prancis yang berpengalaman dalam berbagai pertempuran, untuk menjalankan sebuah ekspedisi maritim. “Ekspedisi maritim yang baru ini mengemban dua misi, yakni misi resmi, menyangkut pemeriksaan hidrografi untuk menyempurnakan atlas Asia Tenggara, dan misi yang lebih resmi, yakni misi politik ekonomi rahasia untuk menandai wilayah-wilayah strategis guna membangun jaringan basis logistik Prancis di Laut Cina Selatan,” tulis Bernard Dorleans dalam Orang Indonesia dan Orang Prancis Dari Abad XVI Sampai Abad XX.
Baca juga: Menjaga Hak Atas Laut
Menggunakan La Favorite, Laplace bertolak dari Pelabuhan Toulon pada 30 Desember 1829. Kapal korvet berbobot 680 ton yang dilengkapi 24 meriam itu tiba di Pelabuhan Singapura pada 17 Agustus 1830 setelah melewati Samudera Hindia. “Laplace memulai pengamatannya sama seperti pelaut Prancis lain yang pernah berkunjung ke Asia Tenggara dan tidak mampu menyembunyikan kekaguman pada pilihan strategis dan sangat tepat yang dibuat bangsa Inggris yang bercokol di Singapura,” sambung Dorleans.
Sekira sepekan kemudian, La Favorite melanjutkan pelayaran ke timur guna mencapai China dengan transit di Manila dan Makao. Geliat perniagaan di China dan tertinggalnya perniagaan internasional Prancis membuat Laplace mengeluarkan analisis. Menurutnya, penyebab tertinggalnya perniagaan internasional Prancis antara lain adalah minimnya kapal Prancis yang ke China dan buruknya attitude para niagawan Prancis yang melakukan perniagaan internasional.
Dari China, Laplace melanjutkan perjalanan ke Indochina. Negosiasi alot dengan beberapa penguasa setempat membuatnya tertahan agak lama di sana. Dari sana, Laplace kembali berlayar ke selatan, Laut China Selatan. “Berdasarkan instruksi dari Prancis, Laplace membawa misi untuk menemukan Pulau Natuna di sebelah barat Borneo, suatu daratan yang tidak pernah dijelajahi bangsa Eropa,” tulis Dorleans.
Setelah berlabuh di Kepulauan Paracel, yang disengeketakan Vietnam dan RRC pada 1970-an, Laplace berlayar lebih ke selatan. “Melalui Pulau Sapata, yang kami ulangi pada hari ke-10, angin bertiup ke arah timur laut dan timur laut lebih utara, sangat segar; lautnya sangat luas. Ketika kami telah melewati pulau ini secara paralel, kami menuju barat daya seperempat derajat, untuk menuju dan mengenali Kepulauan Natuna, tempat kami harus melakukan eksplorasi,” tulis Laplace dalam catatan hariannya, Voyage Autour du Monde par les Mers de L’Indie et de Chine Execute sur la Corvette de l’Etat La Favorite Pendant Les Annees 1830, 1831 et 1832.
Baca juga: Suku Laut Sriwijaya
Pelayaran berlangsung sekira dua hari menuju Natuna dengan panduan peta karya James Horsburgh, hidrografer Skotlandia yang bekerja untuk British East India Company. “Pada tanggal 12 (Maret 1831, red.), saat fajar, bagian dari kepulauan (Natuna) ini yang secara umum ditandai dengan Natuna Utara, muncul dalam pengamatan kami. Pulau utama dari kepulauan ini dinamakan Pulau Laut oleh penduduk setempat, dan tidak lebih dari 8 mil panjangnya dari timur laut sebagai ujung utaranya ke barat daya sebagai ujung selatannya,” sambung Laplace.
Kontur Pulau Laut tidak rata dan di tengahnya terdapat pegunungan tinggi yang dipisahkan oleh lembah-lembah dalam. Dari laut, kata Laplace, mereka terlihat seperti pulau-pulau kecil. “Bagian barat daya Pulau Laut lebih rendah, tetapi lebih berhutan dan lebih menyenangkan daripada di utara. Pantainya dipagari pepohonan kelapa yang menaungi beberapa dusun yang dikelilingi oleh ladang pertanian. Lokasi ini, menurut pengamatan kami, terletak pada 4o 30' 40" Lintang Utara dan 105o 22 '20" Bujur Timur,” tulisnya.
Tanggal 13, saat angin bertiup dari utara membuat arus laut sangat kuat, Favorite lego jangkar. Baru fajar keesokan harinya Favorite kembali berlayar dengan arah tenggara. Dalam pelayaran ini, Laplace menandai pulau-pulau penting di Natuna, dengan Pulau Bunguran (Natuna Besar) sebagai pulau terpenting.
“Pada pukul sepuluh, kami mulai mengenali pantai Natuna Besar, di Pulau Bunguran, sampai menemukan pantai utara yang rendah dan berpasir seluruhnya. Niat kapten pertama-tama adalah memperluas penjelajahan pulau ini ke timur, memotong ke selatan, dan kemudian menjelajahi pantai timurnya yang dikelilingi karang dan pulau-pulau, belum pernah dikunjungi oleh para penjelajah; tetapi karena angin tidak memungkinkan kami untuk mengulanginya di tepi Tanjung Utara, kami memutuskan, agar tidak kehilangan waktu yang berharga dalam pertempuran melawan laut lepas dan angin yang sangat kencang, untuk melakukan catatan hidrograf terlebih dahulu bagian penting dari kepulauan ini,” kata Laplace.
Baca juga: Pengabdian Orang Laut
Natuna Besar di bagian utaranya hanya berisi pantai. Sekira 14 atau 15 mil di selatannya barulah terlihat gunung. “Penduduk menunjukkannya dengan nama Gunung Bedung. Puncaknya berbentuk crosshair, dan merupakan salah satu titik tertinggi di kepulauan ini.”
Sekira tujuh mil di timur Gunung Bedung, menjulang Gunung Ranai. Gunung yang menurut Laplace memiliki tinggi 600 batang (1035m) itu merupakan titik tertinggi di kepulauan. Di antara dua gunung itu merupakan datarang tinggi berhutan lebat yang subur. “Semua daerah di antara keduanya dan puncak selatan memberi dataran yang luas, di mana penduduk meyakinkan kami bahwa itu penyebab suburnya daerah itu dan berpenduduk,” kata Laplace.
Natuna Besar menjadi pulau yang paling banyak dicatat oleh Laplace. Kondisi geografisnya ditulis cukup detail. Bukan hanya pantai dan gunung, karang, hutan, sungai, beberapa air terjun, dan cuaca pun mendapat perhatian.
Meski bahaya dari ganasnya tiupan angin atau karang-karang di sekeliling pulau-pulau di Natuna sesekali menakutkan dan merepotkan para awak Favorite, Ekspedisi Natuna memberi kesan mendalam pada mereka. Keramahan dan kecakapan pengetahuan penduduk, orang Melayu, membuat mereka kagum. Bantuan penduduk antara lain diberikan saat para awak Favorite ragu akan melintasi selat sempit Pulau Barat-Laut, terletak di barat Natuna Besar. “Orang-orang Melayu meyakinkan kami bahwa celah ini praktis, dan kami tak memiliki apapun selain memuji keakuratan informasi mereka,” tulisnya. Bantuan itu membuat Favorite berhasil berlabuh di Pulau Buton seperempat jam kemudian.
Baca juga: Meneliti Laut Hindia Belanda
Namun, di Pulau Sedanaong yang oleh Laplace disebut Ile Belle, tanda persahabatan yang ditunjukkan para awak Favorite justru disalahtangkap oleh penduduk. Dua perahu kecil penduduk mencoba mendekati Favorite namun kemudian kembali ke pantai. “Mungkin terintimidasi oleh ukuran korvet yang sangat besar, (sehingga) tidak mengunjungi kami.”
Keramahan penduduk yang menemani pemandangan indah pulau-pulau di Natuna memberi kesan mendalam para anggota Ekspedisi Natuna. “Selama durasi pekerjaan hidrografi kami, yaitu sejak perjalanan kami dengan Favorite hingga tanggal 21, kami tidak berhenti menikmati cuaca luar biasa: atmosfer disegarkan oleh angin dari langit timur laut yang tenang dan cakrawala yang biasanya sangat jernih, memberikan kontribusi untuk melakukan pengamatan astronomi kami sepresisi yang diinginkan: jam tangan kami, di bawah pengaruh suhu yang sama dan tekanan atmosfer yang hampir tidak berubah, bertahan hingga Jawa menjadi pasangan sempurna, dan kami dapat membuat ketiganya berkontribusi dalam penentuan garis bujur,” tulis Laplace.
Ekspedisi yang berlangsung hingga 21 Maret 1831 itu namun tak hanya mengesankan buat para anggota tim tapi juga meninggalkan warisan berharga buat dunia. “Ini benar-benar suatu misi eksplorasi dan bangsa Prancislah yang pertama kali menyusun peta maritim yang jelas mengenai daerah tersebut,” tulis Dorleans.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar