Mengkritik Plastik
Benda penting dalam konsumerisme modern ini diperkirakan akan menjadi sumber bencana lingkungan di masa depan.
Di masa kini, manusia bergantung pada kantong plastik. Ia merupakan produk konsumerisme modern. Bentuk dan teknologinya pun terus berkembang. Dari kantong plastik elegan di pusat-pusat perbelanjaan modern sampai kantong plastik murah meriah yang biasa ditemui di pasar-pasar tradisional.
Sejak lama orang menggunakan kantong untuk membawa barang-barang tertentu. Namun kantong berbahan plastik baru ditemukan pada permulaan 1960. Penemunya Sten Gustaf Thulin, seorang insinyur asal Swedia. Dia menciptakan kantong yang elastis, kuat, dan berkapasitas besar untuk membawa barang belanjaan.
“Tanggal 27 Maret 1962 menjadi momen malang bagi sejarah lingkungan. Pada hari itu, Kantor Paten AS memberikan paten kepada perusahaan plastik asal Swedia, Celloplast, untuk memproduksi kantong-kantong plastik,” seperti tercantum dalam Fifty Bags That Changed the World yang diterbitkan Design Museum, sebuah museum di London. Paten itu dipublikasikan pada 27 April 1965.
Baca juga: Awal Mula Barang Plastik di Indonesia
Kantong plastik ini berbahan polyethylene. Karena memiliki dua lubang (untuk pegangan), awalnya ia kerap disebut t-shirt bag. Saat itu, belum ada yang tahu bahaya polyethylene yang butuh waktu lama untuk terurai secara alami: lebih dari 1000 tahun!
Celloplast dengan cepat mengukuhkan pabrik-pabrik manufakturnya di negara-negara Eropa dan AS. Monopoli ini tak berlangsung lama, perusahaan petrokimia AS membeli hak patennya pada 1977.
“Tak butuh waktu lama kantong-kantong plastik menjadi andalan di sektor eceran. Pada 1974, perusahaan eceran besar AS seperti Sears dan J.C. Penney hijrah dari kantong kertas tradisional ke kantong plastik, juga industri supermarket yang memperkenalkan kantong plastik pada 1977,” tulis 50 Best Business Ideas That Changed the World yang disunting Ian Wallis.
Baca juga: Kelola Sampah untuk Cegah Musnah
Sejak 1980-an, rumah-rumah tangga di seluruh dunia mulai bergantung pada kantong plastik. Diperkirakan manusia memakai 500 milyar sampai 1 trilyun kantong plastik per tahun. Baru pada 1990-an, ketika isu bencana lingkungan global mencuat, keberadaan kantong plastik disorot dan memicu kritik dari pemerhati lingkungan sedunia.
Penelitian global menunjukkan, plastik tak dapat terurai. Di darat ia kerap menyumbat pori-pori tanah. Sedangkan di laut, “rombongan” sampah plastik bertebaran di mana-mana.
Dalam bukunya, Plastic Ocean, Charles Moore melihat sesuatu yang mencengangkan ketika sedang berlayar melintasi Pasifik dari Hawaii ke California pada 1997. “Kami saat itu berada di tengah laut, dikelilingi sampah laut berupa kantong-kantong plastik. Seperti ada tornado yang menerbangkan mal-mal di kejauhan dan kantong-kantong plastiknya terbawa sampai sini.”
Baca juga: Pemulung Sampah dalam Sejarah
Dari kesaksian ini, ilmuwan menyimpulkan bahwa sampah-sampah plastik yang mengambang itu membentuk sebuah area yang terus berkeliaran mengikuti arus Samudra Pasifik. Area sampah plastik ini dinamakan Great Pacific Garbage Patch, yang luasnya nyaris dua kali wilayah Texas, AS. Jika dibiarkan, ia akan menjadi racun kimia yang masuk ke rantai makanan paling dasar, menggantikan plankton.
Saat ini, manusia masih mencari solusi untuk menangani sampah plastik. Kantong plastik daur ulang diciptakan, namun percuma jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat secara global. Sayangnya, isu sampah kantong plastik belum akan selesai dalam waktu dekat. Bumi harus semakin menderita akibat ulah manusia.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar