top of page

Sejarah Indonesia

Melontarkan Sejarah Kursi Lontar

Melontarkan Sejarah Kursi Lontar

Dipelopori ilmuwan Inggris, sistem keselamatan pilot vital ini ngetren setelah dikembangkan Jerman di Perang Dunia II.

Oleh :
19 Juni 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

JATUHNYA pesawat tempur BAe Hawk 200 TNI AU di Kampar, Riau pada Senin, 15 Juni 2020 menambah panjang daftar hitam petaka alutsista. Namun yang patut disyukuri, sang pilot selamat berkat ejection seat (kursi lontar) sebelum pesawat itu jatuh. Nyawa seorang pilot tempur terlatih masih jauh lebih berharga ketimbang pesawat yang ringsek.


“Pilot Lettu Pnb Apriyanto berhasil selamat menggunakan ejection seat saat pesawat Hawk 209 yang dipilotinya mengalami gangguan teknis menjelang mendarat di runway 36 Lanud Rsn (Pangkalan Udara Roesmin Noerjadin) Pekanbaru,” sebut Dinas Penerangan TNI AU di akun Twitter @_TNIAU.


Kursi lontar sudah jadi sistem keselamatan yang diwajibkan bagi pilot setiap pesawat tempur era pasca-Perang Dunia II. Berbagai varian pesawat Hawk buatan Inggris seperti pesawat nahas yang dipiloti Lettu Apriyanto, sudah dilengkapi kursi lontar canggih dengan Canopy Destruct System (Sistem perusak kanopi) kokpit otomatis dan Flexible Linear Shaped Charge (FLSC) sebagai pemicu lontarannya.


Teknologi itu jelas tidak muncul begitu saja. Ia merupakan evolusi dari capaian-capaian dalam upaya membuat sistem keselamatan pilot tempur yang telah dirintis sejak Perang Dunia I. Adalah Everard Richard Calthrop, ilmuwan asal Inggris, yang memulainya. Ia membuat sistem penyelamat pilot dengan satu aspek terpentingnya adalah parasut yang mesti terkembang saat pilot sudah keluar dari pesawat. Parasut itu sendiri diciptakan dan dipatenkan Calthrop pada 1913.


“Pada 22 September 1916 Calthrop menciptakan dan mematenkan kursi lontar untuk pesawat. Alat ini menggunakan sistem udara bertekanan untuk melontarkan si pilot. Alat ini juga kelanjutan dari pengembangan parasut yang ia ciptakan sebelumnya, di mana udara bertekanan itu melontarkan pilot dari kokpit ke jarak yang aman dari pesawat, lalu langsung membuka parasutnya,” tulis sejarawan militer Bob Taylor dalam Getting Our Wings.


Rancangan Compressed Air Parachute Extraction System ciptaan Everard Richard Calthrop (Foto: ejection-history.org.uk)
Rancangan Compressed Air Parachute Extraction System ciptaan Everard Richard Calthrop (Foto: ejection-history.org.uk)

Tentu sistem ciptaan Calthrop masih memiliki banyak kelemahan lantaran pilot harus lebih dulu menekan tuas untuk mengaktifkan pelontarnya. Sistem penyelamat buatannya pun berbeda dengan kursi lontar di era modern karena sistem yang dibuat Calthrop hanya melontarkan si pilot tanpa kursinya. Maka sebutan lengkap ciptaannya bukan ejection seat, melainkan Compressed Air Parachute Extraction System.


Sistem penyelamat yang melontarkan pilot bersama kursinya baru dikembangkan penemu asal Rumania, Anastase Dragomir. Penggunaannya hampir sama, dengan menarik tuas agar si pilot terlontar bersama kursinya dengan mekanisme udara bertekanan. Setelah dipasang di pesawat Farman dan diujicoba oleh penerbang Prancis Lucien Bossoutrot di Bandara Paris-Orly, Prancis pada 28 Agustus 1929 dan sukses, Dragomir segera mematenkannya.


Tetapi penemuan itu tak lantas membuat pihak militer Prancis, Inggris, maupun Rumania bersedia segera memasok pesawat-pesawat militernya dengan kursi pelontar. Hingga Perang Dunia II, mayoritas angkatan udara negara-negara Eropa dan Amerika masih sekadar membekali parasut buat para pilot mereka dan tentu mereka harus lebih dulu loncat sendiri dari kokpit untuk menyelamatkan diri.


Jerman Trendsetter Kursi Lontar


Di Perang Dunia II, Jerman mengembangkan sistem yang dilahirkan Colthrop. Itu seolah mengulang cerita parasut “Guardian Angel” yang kemudian lebih marak digunakan pasukan lintas udara (linud) Jerman ketimbang Inggris –Jerman menjadi negeri pertama yang melakukan operasi militer menggunakan linud.


“Parasut ‘Guardian Angel’ ciptaan Calthrop mulanya sekadar untuk mengirim agen-agen intelijen di belakang garis musuh. Tetapi pada 1918 Jerman lebih mengapresiasi dengan mulai menyontek desain parasutnya untuk membekali para pilot mereka. Saat Angkatan Udara Inggris baru mulai menggunakan parasut, desain yang digunakan malah parasut buatan Amerika,” sambung Taylor.


Selain Jerman, Swedia lewat manufaktur SAAB juga mengembangkan kursi lontar ciptaan Colthrop dengan sumber daya termutakhir pada 1940. Tetapi Jerman lewat manufaktur Heinkel sukses merampungkan pengembangan lebih dulu. Pesawat-pesawat Heinkel sudah dilengkapi dengan sistem penyelamat tersebut.


Parasut "Guardian Angel" ciptaan Everard Colthrop (Foto: biodiversitylibrary.org/gracesguide.co.uk)
Parasut "Guardian Angel" ciptaan Everard Colthrop (Foto: biodiversitylibrary.org/gracesguide.co.uk)

Mengutip William Green dalam The Warplanes of the Third Reich, medio 1940 ketika Jerman masih dalam euforia gilang-gemilang di berbagai front, Heinkel banyak menelurkan inovasi alutsista. Salah satunya He-280, pesawat tempur turbojet pertama yang didesain Robert Lusser. Saat membuat purwarupanya, Lusser turut memasang kursi lontar dengan sistem udara bertekanan.


“Pertamakali kursi lontar di purwarupa He-280 difungsikan saat Helmut Schenk menerbangkannya dalam salah satu rangkaian ujicoba pada 13 Januari 1942. Schenk mengaktifkan kursi pelontarnya setelah mesin jetnya membeku membuat pesawatnya malfungsi,” ungkap Green.


Meski Schenk kemudian menjadi penerbang pertama yang terselamatkan oleh kursi lontar, proyek He 280 tak diteruskan dengan alasan sumber daya. Alutsista aktif pertama dengan kursi lontar adalah pesawat tempur malam Heinkel He-219 Uhu yang tercatat pada 1943.


Tetapi Uhu bukan pesawat tempur bermesin jet. Adalah Heinkel He-162 Volksjäger yang merupakan jet tempur pertama di dunia yang dipasangkan kursi lontar pada 1944 lewat proyek Jägernotprogramm atau program darurat pesawat tempur. Di pesawat ini, kursi lontarnya sudah dikembangkan dengan dipicu lewat mekanisme letupan kartrid.


Heinkel He-219 Uhu (atas) & Heinkel He-162 Volksjäger (bawah) sebagai pemakai aktif pertama kursi lontar di masa perang (Foto: Bundesarchiv/SDASM Archives)
Heinkel He-219 Uhu (atas) & Heinkel He-162 Volksjäger (bawah) sebagai pemakai aktif pertama kursi lontar di masa perang (Foto: Bundesarchiv/SDASM Archives)

Pilot pertama yang diselamatkan kursi pelontar di jet tempur itu adalah Letnan Rudolf Schmidt dari Jagdgeschwacher 1 Luftwaffe (Wing Tempur 1 AU Jerman) pada 20 April 1945. Sementara, Kapten Paul-Heinrich Dahne jadi pilot pertama yang tewas karena kursi lontar, 24 April 1945, lantaran kanopi pesawatnya gagal terbuka.


Pasca-Perang Dunia II, kursi pelontar marak dikembangkan sejumlah negara untuk pesawat-pesawat buatan mereka masing-masing. James Martin, produsen pesawat asal Irlandia, bereksperimen untuk USAF (AU Amerika) dengan menggunakan mekanisme pegas untuk –menggantikan mekanisme udara bertekanan– kursi lontar buatannya. Ujicoba pertamanya yang dilakukan pilot Bernard Lynch di jet tempur Gloster Meteor Mk. III sukses dilakoni pada 24 Juli 1946.


Seiring masa, Martin lewat perusahaan Martin-Baker, yang dirintis bareng Kapten Valentine Baker,terus memutakhirkan sistem dan mekanisme kursi pelontar yang lebih efektif dan aman bagi pilot. Disitat dari situs resmi martin-baker.com, sejak 1946 hingga kini manufaktur asal Inggris itu jadi pemasok terbesar kursi lontar dengan memasok 70 ribu unit di 93 angkatan udara seluruh dunia.


Martin-Baker juga menguasai 53 persen pasar kursi pelontar yang membekali beragam jenis pesawat tempur. Mulai dari generasi F-4 Phantom ke generasi yang lebih modern macam Harrier, Tucano, Super Tucano, KT-1 Wongbee, SAAB JAS-39 Gripen, F-18 Hornet, Rafale, Eurofighter Typhoon, hingga jet tempur 5-Generation F-35, semua dilengkapi kursi lontar Martin-Baker.





Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page