Lima Gempa Terdahsyat di Turki
Berada di antara lempeng Afrika, Eurasia, dan Arabia, Turki jadi salah satu negara yang sering dilanda gempa dahsyat sejak ribuan tahun lampau.
TURKI dirundung duka. Negeri yang sebagian berada di Benua Eropa dan sebagian Asia itu diguncang gempa bumi berkekuatan 7,8 Magnitudo pada Senin (6/2/2023) sekira pukul 4 pagi waktu setempat. Gempa melanda Provinsi Kahramanmaraş dan Gaziantep, tepatnya 23 kilometer dekat kota Nurdagi di kedalaman 24,1 kilometer.
Karena lokasinya yang juga dekat perbatasan dengan negara lain, sejumlah kota di Suriah, Lebanon, dan Israel pun terkena dampaknya. Tak hanya memporak-porandakan aneka bangunan, gempa juga menimbulkan korban jiwa. Mengutip The Guardian, Senin (6/2/2023), jumlah korban tewas per pukul 18.01 WIB sudah mencapai lebih dari 1.200 jiwa.
Di berbagai kota di wilayah selatan Turki, termasuk Diyarbakır, jumlah korban tewas tercatat 912 jiwa dan sementara 5.383 lainnya terluka. Di Suriah, dari kota Aleppo hingga Hama, korban jiwanya sudah mencapai 320 orang. :ebih dari seribu lainnya terluka.
Jumlah korban tewas itu kemungkinan masih akan bertambah lantaran masih banyak yang terperangkap di reruntuhan bangunan. Di Provinsi Gaziantep dan Kahramanmaras saja tercatat 900 bangunan hancur, termasuk sejumlah rumahsakit.
“Sayangnya di saat yang bersamaan, kami juga menghadapi kondisi cuaca yang buruk,” ungkap Wakil Presiden Turki Fuat Otkay.
Turki merupakan salah satu negara yang paling sering diguncang gempa lantaran lokasinya berada di Lempeng Anatolia dan juga beririsan dengan zona sesar Lempeng Eurasia, Afrika, dan Arabia. Bahkan, Turki gempa bumi sudah melanda Turki sejak era Romawi. Berikut lima gempa terbesar di Turki:
Gempa Antioch (115 M)
Antioch (kini Antakya) merupakan kota pelabuhan penting bagi Kekaisaran Romawi di wilayah timur. Sebagai kota padat dan ramai, ketika gempa berkekuatan 7,5 Magnitudo menerjangnya pada malam, 13 Desember 115 Masehi, jumlah korban yang ditimbulkan amat mengerikan: sekitar 260 ribu jiwa tewas.
Salah satu korban tewasnya adalah Marcus Pedo Vergilianus, penasihat Kaisar Trajan. Ia terperangkap di reruntuhan bangunan. Sementara Kaisar Trajan dan quaestor (pejabat, red.) Hadrian yang kelak jadi suksesor Trajan, selamat akibat berlindung di sebuah hippodrome (arena balap kuda).
“Saat itu kaisar tengah menunggu berlalunya musim dingin di Antioch ketika tiba-tiba muncul gemuruh besar dan diikuti guncangan hebat. Permukaan tanah terangkat dan sejumlah bangunan bertumbangan…bahkan pohon-pohon tercabut dan berterbangan ke udara. Mereka yang terkubur di bawah puing-puing, batu, dan kayu menderita hebat, tak mengetahui mereka akan hidup atau mati,” tulis Lucius Cassius Dio dalam catatannya yang dibukukan, Historia Romana (Roman History).
Baca juga: Gempa Bumi Mengguncang Cianjur
Gempa ini berdampak sampai ke kota-kota di sekitarnya, seperti Apamea (kini Hama, Suriah), Berytus (Beirut, Lebanon), Caesarea (Haifa, Israel), dan Jamnia (Yavne, Israel). Ratusan ribu korban tewas itu bukan hanya karena tertimpa reruntuhan di berbagai kota tapi juga karena tersapu gelombang tsunami yang dipicu gempanya.
“Meski ketika itu Kaisar Trajan sedang dalam peperangan melawan Parthia, sang kaisar yang sempat terpaksa mengungsi, bersama Hadrian dan pasukannya, ikut membangun kembali kotanya. Populasi kota itu sampai berkurang drastis hanya sekitar 400 ribu jiwa dan banyak area kota yang mesti terbengkalai,” ungkap William Walker Rockwell dalam artikelnya, “Antioch” yang termaktub dalam Encyclopædia Britannica.
Gempa Antioch (526 M)
Empat abad berselang, Antioch yang sudah berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) kembali diguncang gempa dahsyat. Pada pagi di akhir Mei (antara 20-29 Mei) 526 Masehi, gempa berskala XI Mercalli (lebih dari 7 magnitudo) menghancurkan bangunan di Antioch dan sejumlah kota di sekitarnya.
Gempa dahsyat itu dicatat Ioannes Malalae –di kemudian hari dikenal dengan John Malalas– dalam kronik Chronographia jilid ke-17. Gempa yang terjadi di masa Kaisar Yustinus I itu merenggut jiwa 250 ribu orang. Mayoritas karena terperangkap di reruntuhan dan terbakar oleh kebakaran di bangunan-bangunan yang masih bertahan pasca-gempa.
Baca juga: Gempa Bumi Terbesar di Indonesia
Ratusan ribu korban itu tersebar di Dapnhe, kota satelit Antioch, dan kota pelabuhan Seleucia Pieria (kini Seudia, Turki). Kebakaran besar yang terjadi berhari-hari, ungkap Malalas, juga membuat Antioch seperti kota mati setelah ditinggalkan para penyintas gempa.
“Gempa itu merusak banyak bangunan, termasuk (gereja) Domus Aurea di tepi Sungai Orontes yang dibangun semasa Konstantinus Agung. Hanya rumah-rumah dekat pegunungan yang selamat dari kehancuran. Kerusakan bangunan lain yang terjadi karena kebakaran yang terjadi berhari-hari setelah gempa dan diperburuk hembusan angin kencang membuat kota Antioch bak dihujani api,” tulis Malalas.
Gempa Cilicia (1268)
Masih di wilayah Mediterania dan tak jauh dari Antioch, wilayah kota Adana yang pada pertengahan abad ke-13 dikuasai Kerajaan Cilicia dihentak gempa dahsyat. Dari sejumlah sumber, korban tewasnya tercatat mencapai 60 ribu jiwa.
“Hampir satu abad setelah gempa besar di Sisilia, terjadi gempa yang tak kalah dahsyat pada tahun 1268 di Asia Minor (Anatolia, red.) yang diklaim lebih dari 60 ribu korban tewas,” tulis jurnal bulanan Illustrated Science, Volume I tahun 1885.
Namun hingga kini belum ada sumber lain yang menyebutkan kapan tepatnya gempa yang terjadi pada tahun 1268 itu. Hanya disebutkan, gempa mengerikan itu punya kekuatan berskala VIII Mercalli atau lebih dari 7 magnitudo.
Gempa Erzincan (1939)
Gempa Erzincan di wilayah timur Turki pada dini hari 27 Desember 1939 tercatat jadi gempa terbesar setelah Gempa Anatolia Utara pada 1668. Gempa berkekuatan 7,8 magnitudo itu sampai mengakibatkan 32 ribu kehilangan nyawa serta 100 ribu lainnya terluka.
Titik gempanya berada dekat kota Erzincan di patahan lempeng Anatolia Utara pada kedalaman 20 kilometer. Tak ayal gempa dahsyat itu turut memicu tsunami setinggi 1-3 meter di pesisir Laut Hitam.
Pakar geofisika Boyko Ranguelov dan Arnd Bernaerts dalam artikelnya, “The Erzincan 1939 Earthquake: A Sample of the Multidisaster Event” mencatat, banyak korban luka yang kemudian tewas tak tertolong karena keterlambatan bantuan akibat musim dingin. Korban tewas yang awalnya sekitar 8.000 orang, sehari berselang bertambah sampai 20 ribu orang karena suhu udara menukik hingga minus 30 derajat Celcius.
“Baru pada 5 Januari operasi penyelamatan dimulai. Hampir 33 ribu orang dilaporkan tewas karena gempa dan karena suhu dingin, kondisi badai, dan banjir (tsunami),” ungkap Ranguelov dan Bernaerts.
Gempa İzmit (1999)
Kota İzmit di Provinsi Kocaeli pada pukul 3 dini hari 17 Agustus 1999 digoyang gempa mematikan. Guncangan berkekuatan 7,6 magnitudo menghancurkan lebih dari 100 ribu bangunan. Kendati hanya berlangsung selama 37 detik, gempa yang titiknya berada di kedalaman 15 kilometer itu memakan korban lebih dari 18 ribu orang tewas dan 48 ribu lainnya terluka. Sampai hari ini, mengutip catatan European Seismological Commission pada 2004, tercatat masih ada 5.840 korban yang hilang.
Gempa itu juga memicu tsunami setinggi 1,5-2,6 meter di Teluk İzmit yang menyapu setiap bangunan di utara teluk. Gempa dan tsunaminya juga memicu kebakaran besar di kilang minyak Tüpraş. Total kerugian akibat kehancurannya mencapai delapan miliar dolar Amerika.
“Laporan dari September 1999 menunjukkan 120 ribu bangunan yang kondisinya buruk sudah tak lagi bisa diperbaiki dan sekitar 20 ribu bangunan rata dengan tanah, menyebabkan 250 ribu orang menjadi tunawisma. Tsunami juga menerjang beberapa area di sekitarnya, seperti Sirinyali, Şirinyalı, Kirazlıyalı, Yarımca, serta Körfez,” ungkap catatan International Tsunami Information Center bertajuk “17 August 1999, Mw 7.6, Sea of Marmara, Turkey”.
Baca juga: Tujuh Gempa Lombok dalam Catatan Sejarah
Tambahkan komentar
Belum ada komentar