Khazanah Arsip Lima Tokoh Indonesia
ANRI menambah koleksi lima arsip perorangan dan sejarah lisan. Tokoh tersebut ialah Emma Poeradiredja, Ir. Djuanda Kartawidjaja, Ir. Suharto, dr. Rusmono, dan Rajab Leasa.
DALAM Kongres Pemuda I, para perempuan turut hadir. Emma Peradiredja salah satunya. Dia mewakili Jong Islaminten Bond. Dalam kongres tersebut Emma aktif dalam pembicaraan mengenai nasib perempuan dalam pendidikan. Pada Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda, Emma kembali hadir dan aktif.
Ketika masa revolusi fisik, Emma menjadi pemimpin pemuda dalam perlawanan di Bandung dan menjadikan rumahnya sebagai markas. Ketika Bandung menjadi lautan api, ia bersama Djawatan Kereta Api mengungsi ke Cisurupan pada Juni 1947 untuk kemudian pindah ke Yogyakarta hingga ditangkap pada 1949.
Seluruh aktivitas Emma sejak 1921-1978 tersebut tercacat dengan rapi lewat tulisan tangannya. Catatan pribadi Emma inilah yang diserahkan Amarawati Poeradiredja, anak Emma, kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Pengambilalihan arsip tersebut kemudian diresmikan dalam acara Penyerahan Arsip LAPAN, Ormas, dan Perseorangan di ANRI, Kamis (19 Desember 2019).
Baca juga:
“Semua arsip Bu Emma saya simpan baik-baik. Saya mencatat arsip yang dipinjam lalu kembali. Undangan untuk berbicara tentang Bu Emma juga semua saya simpan dengan baik,” kata Amara.
Ada lima tokoh yang arsipnya diserahterimakan ke ANRI. Selain Emma, ada Ir. Djuanda Kartawidjaja, Ir. Suharto, dr. Rusmono, dan Rajab Leasa. Dari kalangan ormas yang menyerahkan arsip statis ialah Teater Keliling pimpinan Rudolf Puspa. Selain itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga menyerahkan foto dan citraan satelit Lumpur Lapindo yang pernah digunakan sebagai rujukan ganti rugi lahan korban tedampak.
Menurut Kepala Subdirektorat Akuisisi Arsip III Ormas, Perseorangan, dan Sejarah Lisan Yosephine Hutagalung, proses pengambilalihan arsip pribadi memakan waktu sekira satu tahun. Seluruh foto yang dkumpulkan kemudian diriset kembali untuk diberi konteks waktu dan peristiwa. Upaya menambah khazanah arsip perorangan juga dibarengi dengan pembuatan arsip sejarah lisan yang bisa memperkaya sumber periset biografi tokoh. Dalam pembuatan arsip sejarah lisan Ir. Djuanda Kertawidjaja, misalnya, ANRI telah mewawancara anak bungsunya, Noorwati Djuanda. Dokumen penting yang diserahkan oleh keluarga Ir. Djuanda Kartawidjaja merupakan catatan sidang pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Solo pada 25 Februari hingga 7 Maret 1946.
Baca juga:
Sebelumnya, pihak ANRI juga meminta arsip perorangan dari Ciputra mengingat ia punya banyak karya dalam pembangunan kota Jakarta. Sayangnya, kondisi kesehatan Ciputra tidak memungkinkan. “Tadinya kami mau membuat proyek sejarah lisan ke Pak Ciputra, namun sayangnya beliau sedang dirawat di rumahsakit dan tidak bisa diwawancara,” kata Yosephine.
Sementara, penyerahan arsip Ir. Suharto sudah dimulai sejak November 2018. Semula keluarga hanya menyerahkan arsip foto namun ketika Ir. Suharto meninggal pada Agustus 2019, seluruh arsip diserahkan pada ANRI. Koleksi paling menonjol ialah rancangan pesawat XT-400 sebagai pesawat perintis. Ada pula kumpulan foto dan dokumen Ir. Suharto dari 1966-2017.
Mengenai arsip dr. Rusmono, isinya berupa kumpulan disposisi Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto kepada Rusmono selama menjabat sebagai dokter kepresidenan pada 1986-1995. Terdapat pula arsip foto pelaksanaan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) di Fakfak yang diserahkan Rajab Leasa.
Baca juga:
Penyerahan arsip Emma Poeradiredja, dilakukan selama setahun. “Pengerjaan Arsip Bu Emma sudah dilakukan sejak pertengahan 2018. Sejauh ini koleksi arsip era pergerakan nasional masih sedikit, khususnya perempuan. Maka arsip dari Bu Amara jadi penting untuk melengkapi koleksi ANRI,” kata Suryagung, arsiparis yang mengerjakan akuisisi arsip Emma Poeradiredja.
Dalam proses penyerahan arsip ini, Amara memberikan delapan buku, arsip foto, surat, naskah pidato, dan dokumen kegiatan Emma. Namun Amara meminta agar ANRI memberikan salinannya. “Kalau yang asli boleh diambil, tapi setidaknya saya punya salinannya. Jadi ketika ada yang bertanya tentang Bu Emma saya punya pegangan,” kata Amarawati.
Arsip yang diserahkan dari keluarga Emma terhitung paling banyak lantaran Amara cukup rajin menata dan mendaftar peninggalan Emma. “Semua yang saya simpan dan koleksi itu penting. Untuk kenangan saya tentang Bu Emma, juga untuk diwariskan ke anak cucu saya. Kita nggak bisa melupakan sejarah yang begitu dekat,” kata Amara.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar