Kanker Masa Prasejarah
Temuan para ilmuwan menunjukkan kanker sudah ada sejak berabad-abad lalu.
Ketika melakukan penggalian pada sebuah gundukan kuburan Scythian –masyarakat nomaden prasejarah Iran– di daerah Tuva di Rusia sepuluh tahun lalu, tanpa diduga para arkeolog menemukan “harta karun”. Dua tengkorak manusia, laki-laki dan perempuan, berjongkok di lantai sebuah ruangan di dalam kuburan. Mereka dikelilingi perlengkapan mewah dari 27 abad lalu; mahkota-mahkota dan jubah yang berhiaskan gambar kuda emas, macan kumbang, dan hewan suci lainnya.
Namun bagi para paleopatolog, ahli penyakit purba, tengkorak punya nilai jauh lebih besar: tumor memenuhi sekujur tubuh tengkorak laki-laki. Diagnosis mereka: tumor itu kasus kanker prostat paling purba yang pernah ditemukan dalam sejarah peradaban manusia.
Prostat tengkorak itu terurai beribu tahun lalu. Tapi sel-sel kanker ganas dari kelenjarnya berpindah mengikuti pola penyebaran sel kanker yang lazim dan meninggalkan bekas luka yang mudah dikenali. Protein yang berhasil diekstraksi dari tulang terbukti positif sebagai prostate specific antigen (PSA), sejenis protein khusus yang ditemukan dalam sel prostat.
Kanker kerap dianggap sebagai penyakit modern. Namun para ilmuwan tak pernah menemukan kata sepakat tentang seberapa banyak kanker yang terbentuk oleh peradaban manusia. Dalam beberapa dekade, para arkeolog menemukan sekitar 200 kemungkinan keberadaan kanker sejak masa prasejarah. Namun karena sulit membuat data dari tulang-tulang yang amat tua, sedikit atau banyakkah jumlahnya?
Baca juga: Sel, Etik, dan Sains
Sebuah laporan terbaru dari dua Egyptolog dalam jurnal Nature Reviews: Cancer, yang melakukan studi tentang masalah ini, menyimpulkan bahwa pada tulang purba, “kanker ganas jarang ditemukan.”
“Jarangnya kasus kanker di masa prasejarah menegaskan bahwa kondisi itu terbatas pada masyarakat yang dipengaruhi imbas gaya hidup modern seperti penggunaan tembakau dan polusi dari industrialisasi,” tulis A. Rosalie David dari University of Manchester, Inggris, dan Michael R. Zimmerman dari Villanova University di Pennsylvania. Termasuk dalam daftar gaya hidup modern adalah obesitas, kebiasaan makan, kebiasaan seksual dan reproduksi, dan faktor lain yang dibentuk oleh peradaban.
Berita-berita di jagad internet cenderung membentuk pendapat tunggal: “kanker adalah penyakit buatan manusia” atau “obat untuk kanker: hiduplah di zaman purba”. Namun banyak ahli medis dan arkeolog kurang setuju dengan pendapat itu.
“Tak ada alasan untuk menganggap kanker sebagai penyakit baru,” ujar Robert A. Weinberg, peneliti kanker di Whitehead Institute for Biomedical Research di Cambridge, Massachusetts, yang juga penulis buku teks Biology of Cancer. “Di masa lampau, kanker amat jarang karena orang biasanya meninggal saat berusia separuh baya.”
Pertimbangan lainnya: revolusi di bidang teknologi kesehatan. “Saat ini kita (dapat) mendiagnosis berbagai jenis kanker –semisal kanker prostat dan payudara– yang di masa silam tak akan terdeteksi dan dibawa ke liang kubur saat seseorang meninggal dunia.”
Baca juga: Flu dan Penyakit Menular Zaman Kuno
Ada masalah mendasar untuk memperkirakan tingkat penyebaran penyakit kanker di masa silam. 200 kasus sepertinya tidak banyak. Namun sedikit bukti bukan berarti sedikit kasus penyakit kanker. Tumor dapat tetap tersembunyi di dalam tulang, dan tumor yang akhirnya keluar (dari dalam tulang) dapat menyebabkan tulang hancur dan benar-benar menghilang. Meski para arkeolog berusaha keras, hanya sebagian kecil dari tumpukan tulang manusia yang berhasil digali, tanpa ada cara (untuk mengetahui) apa yang tersembunyi di bawahnya.
Anne L. Grauer, ketua Asosiasi Paleopatologi dan antropolog di Loyola University di Chicago, memperkirakan ada 100.000 tengkorak manusia dalam koleksi tulang di seluruh dunia, dan sebagian besar belum diperiksa menggunakan sinar-X atau dipelajari dengan teknik lebih modern.
Selain jumlah sampel terbatas, tak semua tulang lengkap. ”Untuk waktu lama para arkeolog hanya mengumpulkan tengkorak kepala,” ujar Heather J.H Edgar, kurator Osteologi Manusia di Maxwell Museum of Anthropology di University of New Mexico. “Pada sebagian besar tengkorak, kita tak mungkin mengetahui apa yang bisa ditunjukkan sisa kerangka lain tentang kesehatan mereka.”
Baca juga: Wabah-Wabah Penyakit Pembunuh Massal
Jadi bagaimana seorang ilmuwan bisa mengevaluasi, misalnya, osteosarcoma, sejenis kanker tulang yang amat langka dan biasanya diderita orang muda. (Antropolog Louis Leakey menemukan kasus tertua mengenai jenis kanker ini pada manusia primitif tahun 1932.) Saat ini kasus osteosarcoma pada orang-orang muda di bawah usia 20 tahun hanya sekitar lima per satu juta orang setiap tahunnya.
“Anda harus menyaring sekitar 10.000 orang untuk menemukan satu kasus,” ujar Mel Greaves, profesor biologi sel di Institute of Cancer Research di Inggris yang juga penulis Cancer: The Evolutionary Legacy. Belum banyak tulang remaja yang diperiksa, ujarnya, untuk menarik kesimpulan.
Ada komplikasi lain: lebih dari 99 persen kanker tak berasal dari tulang tapi jaringan lebih lunak yang akan dengan cepat membusuk. Kecuali sel kanker kemudian menyebar ke tulang, keberadaan kanker biasanya jadi tak tercatat.
Mumi dari masa purbakala adalah pengecualian. Pun dalam hal ini, kesempatan ilmuwan mengidentifikasi kanker tetaplah terbatas.
Baca juga: Melawan Wabah El Tor
Ahli patologi jarang mendapatkan mumi seperti Ferrante I of Aragon, Raja Naples, yang meninggal dunia pada 1494. Ketika tubuhnya diotopsi lima abad kemudian, para ahli menemukan adenocarcinoma –sejenis kanker yang bermula dari jaringan kelenjar–menyebar ke otot panggulnya.
Studi molekul mengungkapkan kesalahan tipografis dalam sebuah gen yang mengatur pembelahan sel –sebuah gen G telah berbalik menjadi A– yang menunjukkan keberadaan kanker usus besar (colorectal cancer). Penyebabnya, menurut perkiraan para peneliti, adalah konsumsi daging merah yang berlebihan.
Selama beberapa tahun, di antara ratusan mumi dari Mesir dan Amerika Selatan, muncul kasus lain. Sebuah tumor yang amat jarang, rhabdomyosarcoma –sejenis kanker yang hanya ada pada anak-anak– ditemukan pada wajah seorang anak dari Chili yang hidup antara tahun 300 M dan 600.
Dr. Zimmerman, yang ikut menulis sebuah kajian terbaru (tentang mumi), menemukan kanker usus (rectal carcinoma) pada sebuah mumi yang diperkirakan hidup antara tahun 200 M dan 400. Dia mengonfirmasikan diagnosis itu dengan melakukan analisis mikroskopis pada jaringan. Menurutnya, ini kasus pertama dalam paleopatologi Mesir.
Baca juga: Seabad Flu Spanyol
“Faktanya, tetap saja hanya ada sejumlah kecil dari mumi dan tengkorak masa purba yang menunjukkan bukti keberadaan kanker,” ujarnya. “Tapi kita tak menemukan apapun seperti kanker di masa modern.”
Meski harapan hidup pada masa lalu di Mesir lebih rendah, Zimmerman berpendapat bahwa banyak orang, terutama dari golongan kaya, hidup cukup lama lalu menderita penyakit degenerasi. Kenapa bukan kanker?
Ahli lain memperkirakan kebanyakan tumor hancur akibat ritual mumifikasi di Mesir yang masif. Namun dalam sebuah studi yang diterbitkan tahun 1977, Zimmerman menulis ada kemungkinan bukti (sel kanker) bisa bertahan.
Dalam sebuah eksperimen, dia mengambil hati seorang pasien dari masa sekarang yang meninggal akibat metastase kanker usus. Dia mengeringkannya dengan oven dan kemudian mengisinya dengan cairan. Hasilnya menunjukkan, “Struktur kanker justru bertahan dalam proses mumifikasi dan tumor yang dimumikan justru lebih awet ketimbang jaringan biasa.”
Baca juga: Kala Black Death Hampir Memusnahkan Eropa
Namun seperti pada tengkorak, masalahnya sama: jumlah sampel amat sedikit; seberapa banyak kanker yang mungkin diteliti para ilmuwan?
Untuk mendapatkan gambaran utuh, Tony Waldron, ahli paleopatolog University College of London, menganalis laporan kematian di Inggris pada 1901-1905 –periode yang terhitung cukup baru untuk memastikan keberadaan catatan yang baik sekaligus menghindari percampuran data dengan kanker dari masa lebih baru, di mana terdapat lonjakan penderita kanker paru-paru akibat popularitas rokok.
Dengan memperhitungkan jangka waktu hidup dan kemungkinan kanker dengan tingkat keganasan berbeda akan menyebar ke tulang, dia memperkirakan bahwa dalam “satu kumpulan arkeologis” kemunculan kanker hanya dua persen pada tengkorak laki-laki dan 4-7 persen pada perempuan.
Andreas G. Nerlich dan rekan-rekannya di Munich mencoba kemungkinan ini pada 905 tengkorak dari dua kuburan di Mesir. Dengan bantuan sinar-X dan CT-scan, mereka berhasil mendiagnosis lima (kasus) kanker –sesuai perkiraan Dr. Waldron. Dan sebagaimana perkiraan dari data yang dia buat, 13 kasus kanker ditemukan di antara 2.547 jenazah yang dikubur di pemakaman di selatan Jerman antara tahun 1400 M hingga 1800.
Untuk kedua kelompok itu, tulisnya, tumor ganas “tak lebih rendah dari yang sudah diprediksikan” jika dibandingkan kasus yang terjadi di Inggris pada awal abad ke-20. Mereka pun menyimpulkan: “kenaikan frekuensi tumor pada populasi saat ini lebih berhubungan dengan harapan hidup yang lebih tinggi, alih-alih lingkungan primer atau faktor genetik.”
Baca juga: Roh Gunung dan Wabah Penyakit
Dengan hanya sedikit bahan untuk dipelajari, arkeologi mungkin tak punya jawaban definitif. “Kita dapat mengatakan kanker memang sudah ada di masa lalu, dan mungkin frekuensinya lebih rendah dibandingkan saat ini,” ujar Arthur C. Aufderheide, profesor emeritus bidang patologi di University of Minnesota yang juga ikut menulis Cambridge Encyclopedia of Human Paleopathology. Hanya itu kepastian yang bisa kita dapatkan.
“Kanker sudah menjadi sebuah kepastian di saat Anda menciptakan sebuah organisme multiseluler yang kompleks dan kemudian memberikan kesempatan bagi sel-sel individu untuk berkembang-biak,” ujar Dr. Weinberg dari Whitehead Institute. “Itu konsekuensi dari entropi (kecenderungan menuju kekacauan molekul) yang meningkat.”
Dia tak sedang menjadi fatalistis. Selama berabad-abad, tubuh manusia berevolusi dan membangun sistem pertahanan kuat untuk mengatur sel-sel yang memberontak. Berhenti merokok, menurunkan berat badan, pola makan lebih sehat, serta tindakan pencegahan lain dapat mencegah kanker hingga beberapa dekade –hingga kita mati karena sebab lain.
“Kalau kita hidup cukup lama,” ujar Weinberg, ”cepat atau lambat kita semua akan menderita kanker.” [NYTimes]
Tambahkan komentar
Belum ada komentar