Jasa Sang Insinyur Teknik Sipil Pertama Indonesia
Dia berperan dalam pejuangan kemerdekaan, pembangunan infrastruktur, dan pendidikan tinggi teknik UGM.
Pada masa pendudukan Jepang didirikan Bandung Koo Gyoo Dai Gaku tahun 1944. Perguruan tinggi ini sebagai kelanjutan dari Technische Hoogeschool yang ditutup pada 1942. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Bandung Koo Gyoo Dai Gaku diambil alih dan diubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandoeng yang dipimpin oleh Prof. Ir. Roosseno.
Tak lama berjalan, STT Bandoeng mengungsi ke Yogyakarta karena terjadi perang kemerdekaan melawan Sekutu dan Belanda. STT Bandoeng dibuka kembali di Yogyakarta pada 17 Februari 1946 (ditetapkan sebagai Hari Perguruan Tinggi Teknik). Pemrakarsanya adalah Ir. Wreksodiningrat, insinyur teknik sipil pertama Indonesia lulusan Belanda. Dia kemudian menggantikan Roosseno sebagai pemimpin STT Bandoeng pada 1 Maret 1947.
Selain itu, kata R.A. Endang Kusumaningsih, cucu Wreksodiningrat, pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda, “Bapak Wreksodiningrat aktif memberi arahan strategi perang rakyat semesta melalui perencanaan rute jalan, pelumpuhan jembatan untuk mendukung tindakan penyerangan oleh para pejuang.”
Baca juga tulisan sebelumnya: Insinyur Teknik Sipil Pertama Indonesia Lulusan Belanda
Dalam profil ft.ugm.ac.id disebut STT Bandoeng kemudian diubah menjadi STT Jogjakarta. Agresi Militer Belanda kedua pada 1948 membuat STT Jogjakarta dan Balai Perguruan Tinggi Swasta Gadjah Mada (cikal bakal UGM) ditutup. Setelah sempat digabungkan dengan Sekolah Tinggi Kedokteran, STT Jogjakarta kemudian menjadi Fakultas Teknik UGM.
Menurut Teuku Ibrahim Alfian, dkk. dalam Biografi Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta, Wreksodiningrat termasuk tokoh yang berperan penting dalam persiapan pendirian UGM. Pada 20 Mei 1949, dia sebagai pemimpin STT Jogjakarta mengikuti rapat persiapan pendirian UGM di pendopo kepatihan. Rapat yang dipimpin oleh Prof. Soetopo itu dihadiri Sultan Hamengkubuwana IX, Prof. Dr. Prijono, Prof. Dr. Sardjito, Prof. Ir. Harjono, dan lain-lain.
Setelah STT Jogjakarta bergabung dalam UGM, Prof. Ir. Wreksodiningrat diangkat menjadi dosen, pengurus/ketua, dan guru besar bidang teknik sipil Fakultas Teknik UGM (1947-1951). Dia juga menjadi anggota senat pertama dan anggota dewan kurator pertama UGM serta anggota panitia penaksir harga tanah untuk pembangunan gedung pusat UGM.
Sebagai dosen, kata Endang, Wreksodiningrat mengajar mata kuliah teknik pengairan, konstruksi kayu, teknik jembatan, dan konstruksi jalan raya. Dalam mengajar dia tidak hanya memberi rumus-rumus dan teori, tetapi juga menceritakan pengalaman-pengalamannya dalam bidang konstruksi.
“Prinsip dalam mengajarnya: disiplin dan serius, mencintai para mahasiswanya dan kepada mahasiswa terdekat, orang tuanya selalu ditanyakan keadaannya. Dijuluki ‘Baladewa’ karena bisa mendadak marah, tapi maksudnya adalah baik untuk mahasiswanya,” kata Endang.
Baca juga: Dokter Indonesia Pertama Lulusan Belanda
Menurut Alfian, dkk., Wreksodiningrat mempunyai peninggalan yang tak dapat dihapuskan dalam sejarah. Pertama, pada masa mudanya di samping giat dalam Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) di Negeri Belanda, dia juga aktif dalam kepengurusan Wegen Vereeniging (Wegenraad) dan anggota Wegen Commisi untuk Jawa dan Madura.
Kedua, Wreksodiningrat mempunyai hasil karya berupa pembuatan bangunan-bangunan antara lain: pengairan di Gebong, Kera, Sakra Pulau Lombok; pembuatan jalan raya dari Mataram ke Tanjung dan ambur-ambur dengan jembatannya; pekerjaan penyehatan lingkungan pelabuhan di Pulau Lombok. Pada 1939, dia membuat makam Pakubuwono X di Kompleks Astana Imogiri; membangun pintu gerbang (gapura) makam Pakubuwono X yang kemudian hancur karena gempa; serta membangun jaringan air bersih dan tembok keliling di pemakaman Imogiri.
Pada 1940, Wreksodiningrat membuat penangkapan air minum dari mata air Babon untuk disalurkan ke daerah Solo dan Surakarta. Di samping itu, dia membuat jembatan besar dan kecil seperti Jembatan Serayu, Jembatan Bantar Kulonprogo, dan Jembatan Gawan Sragen, serta Terowongan Ijo Gombong.
Baca juga: Dokter Indonesia Pertama Ahli Radiologi
Endang mengungkapkan Wreksodiningrat menguasai bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, Spanyol, dan Jawa Kuno. Dia juga memiliki hobi bermain musik dan mengumpulkan perangko. Dia bisa memainkan alat musik Cello. Ketika belajar di Negeri Belanda, dia menjadi anggota chamber kampus Technische Hogeschool Delft. Dia suka memainkan musik-musik klasik Barat dan lagu-lagu Jawa. Dalam laku spiritual, dia kental dengan kejawen.
Prof. Ir. KRMT Wreksodiningrat menikah dengan BRA Siti Amirin, putri Paku Alam VI. Mereka dikaruniai tujuh anak dan 15 cucu. Dia wafat pada 9 Oktober 1969 dan dimakamkan di Astana Giribangun, Wates.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar