Ekspedisi Awal ke Pedalaman Papua
Tidak hanya negara-negara Eropa yang tertarik dengan potensi alam Papua, para naturalis AS juga berlomba melakukan ekspedisi di pulau terbesar ke-2 di dunia itu
Potensi alam Indonesia memang tak ada habisnya. Dengan luas daratan hampir 2 juta km² dan lautan lebih dari 3 juta km², ditambah keberadaan 17 ribu pulau, masih banyak tempat di Indonesia yang tidak terdokumentasi dengan baik. Bahkan di Papua, sebagai pulau terbesar di Indonesia, para peneliti kerap menemukan jenis flora-fauna baru. Artinya potensi alam di tanah Papua sangat terbuka untuk dieksplorasi.
Ahmad Yunus dalam Meraba Indonesia: Ekspedisi Gila Keliling Nusantara, mencatat bahwa ekspedisi alam di tanah Papua dilakukan sejak abad ke-19. Saat itu eksplorasi dilakukan oleh tiga bangsa Eropa: Belanda, Inggris, dan Jerman. Belanda lebih banyak menjelajah wilayah sebelah barat sekitar tahun 1848; Jerman menguasai daratan sebelah utara; sementara Inggris di sebelah selatan.
Baca juga: Eksplorasi Pertama Pulau Komodo
Kepentingan Belanda lebih politis ketimbang dua negara lain. Sebagai pemilik Hindia Belanda, aparat Raja Willem II itu melakukan ekspedisi di Papua demi kepentingan kerajaannya. Selama pertengahan abad ke-19, Belanda mengumpulkan banyak informasi terkait kondisi alam di pulau terbesar ke-2 di dunia tersebut. Pada masa itu juga naturalis besar Inggris, Alfred Russel Wallace, berhasil menjelajahi sebagian hutan Papua. Dia meneliti berbagai jenis burung, kupu-kupu, dan hewan lain sepanjang Juni-September 1860.
“Sekitar seminggu saya pergi ke gunung mengumpulkan sampel, dan kembali untuk mempersiapkan perjalanan ke Papua. Saya pikir saya akan tinggal di tempat ini dua atau tiga tahun, karena ini adalah pusat dari daerah yang paling menarik dan hampir tidak dikenal,” tulis Wallace dalam Alfred Russel Wallace: Letters and Reminiscence Vol 1.
Pada 1909, tim ekspedisi dari Inggris memasuki wilayah selatan Carstenz. Menurut Anton Sujarwo dalam Wajah Maut Mountaineering Indonesia: Jejak Pendakian Gunung Nusantara, daerah yang dimasuki para ahli burung itu dipenuhi oleh rawa-rawa mematikan. Selama ekspedisi, setidaknya ada 16 orang anggota yang tewas dan lebih banyak yang jatuh sakit. Ekspedisi itu pun dianggap sebagai kegagalan. Pada 1912, Inggris kembali mengirim tim penjelajah, beranggotakan 200 orang lebih.
Baca juga: Ali dalam Ekspedisi Wallace
“Tidak ada catatan terperinci mengenai sejauh mana keberhasilan ekspedisi ini mendaki Puncak Carstenz, namun yang jelas tiga orang anggota ekspedisi tewas dalam perjalanan ini,” terang Anton.
Sekira tahun 1930-an, giliran Amerika Serikat yang mengirim ekspedisi besar ke tanah Papua. Penjelajahan para naturalis Negeri Paman Sam itu, kata Yunus, merupakan bagian dari penelitian ekologi mendalam yang dilakukan tim American Museum of Natural History, New York untuk mengungkap kekayaan flora-fauna di Papua, melengkapi laporan perjalanan para petualang Eropa sejak abad ke-19.
“Mereka melakukan peneltian hingga Pegunungan Jayawijaya. Dari lembaga inilah kemudian lahir para peneliti yang ulung tentang burung-burung Papua di dunia,” terangnya.
Dijelaskan Bruce Beehler, dkk dalam Ekologi Papua, perjalanan para ilmuwan AS itu dibiayai penuh oleh pewaris Standard Oil, Richard Archbold. Ekspedisinya pun dikenal sebagai Ekspedisi Archbold. Dia diketahui menaruh minat cukup besar terhadap bidang ekosistem dan flora-fauna. Sebagai seorang pakar mamalia, Richard memimpin langsung ekplorasi, yang disebut-sebut sebagai terbesar, di tanah Papua.
Baca juga: Ekspedisi Mataram Kuno ke Luar Jawa
AS melakukan tiga kali ekspedisi besar: Ekspedisi Archbold I (Maret 1933- Maret 1934), Ekspedisi Archbold II (Februari 1936- Maret 1937), dan Ekspedisi Archbold III (April 1938- Mei 1939). Tujuannya adalah meliput transek berdasarkan ketinggian di berbagai wilayah berbeda. Richard membawa serta kolektor dan ilmuwan berpengalaman yang ahli di bidang eksplorasi alam. Tim Archbold mencoba memetakan kondisi alam, serta keberadaan flora-fauna di Papua.
Pada Ekspedisi Archbold III, tim AS bekerja sama dengan Belanda. Mereka mengirim pakar zoologi, pakar kehutanan dan botani, serta pakar entomologi. Ekspedisi Archbold III fokus menjelajah jajaran Pegunungan Nassau, mulai dari dataran tingi yang saat ini disebut sebagai Gunung Trikora sampai ke Dataran Plain. Sebagian besar rute perjalanan dilalui dengan pesawat amfibi baru, di samping perahu dan jalan darat.
“Ekspedisi ini mencerminkan kebanggaan Belanda dan juga kondisi ekonomi yang membaik di Hindia Belanda,” tulis Beehler, dkk.
Baca juga: Ekspedisi Khubilai Khan di Asia
Banyak hal ditemukan Richard dan tim dalam ekspedisi ketiganya itu. Satu di antaranya sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan tinggi, yang oleh tim Richard dinamai “Grand Valley” atau “Lembah Baliem” dalam bahasa setempat. Dataran itu dihuni oleh suku Dani, penduduk asli Papua. Dicatat oleh Beehler, para penjelajah yang datang ke lembah Baliem pernah mengadakan kontak dengan orang-orang Dani.
Ekspedisi alam di tanah Papua terus berlanjut setelah berakhirnya tiga ekspedisi Archbold. Mayoritas dipelopori oleh Kerajaan Belanda. Meski sempat berhenti akibat pecahnya perang, dan situasi kemerdekaan di Indonesia, beberapa eksepdisi masih tetap dilakukan setelah 1950-an. Bahkan misionaris dari Eropa sempat tinggal di pedalaman Papua untuk misi agama, sekaligus eksplorasi alam.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar