Asal Nama Bengkulu
Meskipun belum diketahui pasti, nama Bengkulu berasal dari dua fakta berbeda. Dari penyebutan oleh orang Jawa dan dari legenda lokal.
MINIM pemberitaan tak berarti Bengkulu, salah satu provinsi di pantai barat Sumatra, tak punya berita. Tentu ada berita yang positif, ada pula yang negatif.
Salah satu berita positif dari Bengkulu baru-baru ini adalah industri batik khas Bengkulu yang terus menggeliat. Batik Besurek, demikian nama batik khas Bengkulu, kini kian berkembang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dari segi corak (kualitas), misalnya, motif yang ada pada batik besurek terus berkembang. Tak lagi bunga rafflesia semata, motif-motif baru terus bermunculan pada desain batik besurek sehingga variatif dan menarik minat orang.
“Ragam motif yang elegan berkembang pesat membawa batik tradisional di ‘Bumi Rafflesia’ itu tersohor,” tulis Vina Oktavia dalam “Geliat Batik Besurek di ‘Bumi Raflesia’”, dimuat kompas.id, 22 November 2023.
Membesarnya pasar meningkatkan potensi ekonomi pada batik besurek. Selain yang sudah menekuninya sejak lama, banyak orang baru pun tertarik untuk mencari peruntungan dari bisnis batik besurek. Persaingan pun kian ketat. Kreativitas makin diperlukan.
“Dengan semakin populernya batik Bengkulu, para perajin terus berinovasi dalam menciptakan desain baru yang tetap mempertahankan ciri khas tradisional daerah namun mengikuti tren mode terkini,” kata pengrajin bernama Atiqah Sumarwani, dikutip rri.co.id, 5 September 2024.
Geliat industri batik besurek pun menjadi perhatian serius pemerintah daerah setempat dan organisasi-organisasi nonpemerintah yang terkait dengannya. Pelatihan maupun kegiatan-kegiatan yang mendorong industri tersebut digalakkan.
“Pemerintah daerah Bengkulu turut mendukung dengan memberikan pelatihan kepada para pengrajin tersebut dan siap membantu pemasaran produk Batik Basurek melalui berbagai ruang kegiatan baik pameran dan festival tingkat provinsi dan nasional,” kata Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu Henny Apriyanti, dikutip rri.co.id, 3 September 2024.
Hasil dari kolaborasi berbagai pihak itu amat positif bagi perkembangan industri batik besurek. Di Hari Batik Nasional lalu, 2 Oktober 2023, salah satu buktinya.
“Batik khas Provinsi Bengkulu dengan aksen kaligrafi Arab gundul dan bunga Rafflesia ini laris manis meningkat 50 persen di hari batik yang diperingati secara nasional,” demikian antaranews.com, 3 Oktober 2023, memberitakan.
Rafflesia (Rafflesia arnoldi) yang jadi motif batik khas Bengkulu memang ikon Bengkulu. Bunga raksasa itu ditemukan pendiri Singapura Thomas Stanford Raffles dan Joseph Arnold. Raffles menemukannya saat –menjadi penguasa tertinggi Inggris di sana– menjelajah wilayah selatan Bengkulu. Sebelum ditukar dengan Tumasik (kini Singapura) milik Belanda lewat Traktat London 17 Maret 1824, Bengkulu merupakan wilayah milik Inggris.
Dalam Kamus Sejarah Indonesia, Robert Cribb dan Audrey Kahin menyebut Inggris membangun benteng di Bengkulu pada 1685 yang dikenal sebagai Fort Malborough. Bengkulu dianggap penting oleh bangsa-bangsa Eropa karena perdagangan ladanya. Di era Raffles, kayu manis, pala, dan cengkeh juga diusahakan untuk diperdagangkan di Bengkulu.
Sebelumnya, Bengkulu pernah menjadi daerah kekuasaan Banten. Kerajaan di ujung barat Jawa ini juga kaya dan tenar karena bisnis lada. Selain itu, Bengkulu juga pernah berada di bawah Minangkabau. Sejak lama orang-orang dari luar datang ke Bangkahulu. Selain orang Banten dan Minangkabau, orang Aceh dan Palembang pun datang ke Bengkulu. Umumnya mereka datang melalui jalur laut. Mereka –termasuk Belanda dengan VOC-nya dan Inggris derngan EIC-nya– datang ke daerah yang disebut Bengkulu itu untuk berdagang. Bengkulu bahkan penting bagi Inggris.
Di antara yang datang ke Bengkulu itu ada Hasan Din dari Minangkabau. Hasan kemudian aktif di Muhamadiyah. Dia juga menikah di Bengkulu dan punya putri bernama Fatimah. Fatimah itulah yang kemudian ditaksir Bung Karno, yang diasingkan ke Bengkulu oleh pemerintah kolonial. Setelah jadi istri Sukarno, Fatimah dikenal sebagai Fatmawati Sukarno.
Di masa lalu, Bengkulu kerap dieja sebagai “Bencoelen” atau “Bencoolen”. Orang Belanda menyebutnya “Bencoelen: dan orang Inggris menyebutnya “Bencoolen”. Salah satu buktinya adalah buku History of Sumatra karya juru tulis Inggris William Marsden. Disebutkan olehnya bahwa akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 nama Bencoolen atau Bencoelen sudah dikenal.
Namun, sebutan itu tak berlaku pada pribumi setempat. De Sumatra Post edisi 29 November 1938 menyebut, orang pribumi tak menyebutnya sebagai Bencoelen, melainkan Bengkoeloe (baca: Bengkulu) atau Bangkahoeloe (baca: Bangkahulu).
Bangkahulu, menurut Louis Chares Damais dalam Epigrafi dan Sejarah Nusantara, belum begitu jelas artinya. Bangkahulu bisa jadi singkatan dari Bangka di hulu. Bangka yang dimaksud adalah pohon Bangka yang –sejenis pohon pinang– ada di Bengkulu. Penamaan ini agaknya muncul dari spekulasi. Menurut De Sumatra Post (29 November 1938), spekulasi itu berasal dari sebuah legenda. Batang pohon pinang itu, tulis De Sumatra Post, hanyut dan berbentuk aneh setelah sampai hulu. Hal itu membuat orang-orang lalu menamai dearah itu Bangka Hulu atau Bangkahulu.
“Pada suatu hari, beberapa penduduk Kampung Tanah Tinggi melihat batang Bangka hanyut dari hulu sungai. Bangka adalah sejenis pohon pinang. Bentuk batang Bangka yang hanyut itu aneh. Bentuknya melingkar-lingkar mulai dari pangkal sampai ujungnya. Kenampakan batang Bangka yang hanyut dari hulu itu memberi ilham perubahan nama kampung mereka,” catat Ita Novita dalam Bumi Rafflesia Yang Mempesona.
Bangka Hulu kemudian jadi nama daerah tempatnya ditemukan. Kini, masih ada kecamatan bernama Muara Bangka Hulu di dalam kota Bengkulu.
Spekulasi lain soal muasal nama Bengkulu juga ditulis De Sumatra Post edisi 29 November 1938. Koran itu menyebut bahwa dulu orang Jawa biasa menyebut Bang Wetan untuk daerah di sisi timur tempat tinggalnya dan daerah sisi baratnya disebut sebagai Bang Koelon (Bang Kulon). Maka daerah yang kini disebut Bengkulu itu pun mereka sebut sebagai Bangkulon –terletak di barat Jawa.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar