top of page

Sejarah Indonesia

Zaman Gorombolan Di Tii

Zaman Gorombolan DI/TII

Bagaimana orang-orang Sunda merekam keseharian mereka kala teror gerilyawan DI/TII merajalela di Jawa Barat.

Oleh :
3 Agustus 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Patroli tentara pemerintah di zaman berkecamuknya pemberontakan DI/TII. (IPPHOS).

TJUTJU Soendoesiyah (74) masih ingat kedatangan pamannya bernama Sersan Mayor Ombi ke rumahnya pada suatu hari di tahun 1956. Selain temu kangen setelah banyak bertugas ke luar daerah, Ombi juga bermaksud memberi tahu sang kakak, ibunya Tjutju, bahwa dirinya mulai hari itu ditugaskan di Bingawatie.


Bingawatie adalah nama tempat yang terletak di Kampung Cangklek, Kabupaten Cianjur. Di sana didirikan sebuah pos militer untuk mengadang gerakan gerilyawan DI/TII dari arah Gunung Gemuruh dan Gunung Gede.


"Ya kalau dari rumah saya di Salagedang, jaraknya ada sekitar 7 km," ungkap nenek dari 6 cucu itu.


Beberapa hari setelah kedatangan sang paman, Tjutju mendengar berita duka: Pos Bingawatie pada suatu malam diserang sekaligus dibakar oleh gorombolan, sebutan orang Sunda kepada gerilyawan DI/TII. Tak ada yang tersisa. Bangunan pos dan para penghuninya nyaris menjadi abu.


"Jasad Mang Ombi sendiri ditemukan sudah merengkel (mengerut), besarnya menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan," kenang Tjutju.


Tak lama setelah kehilangan sang paman, Tjutju mendengar kabar sedih kembali. Kali ini dari selatan Cianjur. Diberitakan uaknya yang bernama Tantan tewas disembelih oleh gorombolan saat mereka menjarah kampungnya.


"Waktu zaman gorombolan, hampir tiap waktu kita selalu kehilangan orang-orang yang kita sayangi dan kita kenal sangat akrab. Saat itu pertempuran banyak terjadi, korban pun banyak berjatuhan. Situasi pokoknya sangat kacau," ujar Tjutju.


Berbeda dengan Tjutju, Kasa bin Sukadma (76) yang pada 1961 masih berumur 17 tahun mengalami secara langsung kegilaan perang di zaman itu. Bahkan bisa dikatakan dia merupakan salah satu korban keganasan para gorombolan.


"Saya harus kehilangan tangan kiri saya yang diteukteuk (dipotong) oleh salah seorang gorombolan yang menyerang kampung saya," kenang warga Desa Parentas, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya itu.


Ceritanya, pada 17 Agustus 1961 tepat jam 12 malam, ratusan gerilyawan DI/TII menyerang desanya. Penyerangan itu sejatinya menyasar pos tentara di desa tersebut, namun tak ayal mengorbankan juga banyak warga desa. Kasa bersembunyi di tengah sawah yang siap panen. Namun, dasar sial, dia ditemukan oleh enam gerilyawan DI/TII yang memeriksa setiap kotak sawah secara teliti.


"Mereka langsung membacok saya dengan golok panjangnya dan kena ke tangan kiri saya hingga putus. Nyawa saya selamat karena begitu tangan saya putus langsung pingsan dan dianggap sudah mati," ujar lelaki yang saat ini bekerja sebagai petani itu.


Akibat penyerangan itu, 51 warga Parentas tewas seketika. Puluhan orang lainnya luka-luka. Pihak tentara kehilangan tiga prajuritnya. Sementara itu, di pihak gerilyawan DI/TII hanya ditemukan satu orang tewas dengan lubang peluru di kepala.


Selain kegetiran dan kesedihan, zaman gorombolan pun menguak kisah-kisah jenaka. Sudah menjadi rahasia umum jika pada saat itu rakyat berada dalam dilema menghadapi dua pihak yang tengah berperang. Maka muncullah istilah "kongres" kepanjangan dari hareup nyokong ka tukang beres (di depan bilang mendukung ke belakang bilang beres).


"Rakyat jadi berwajah dua: kalau siang mendukung tentara, nah malamnya membantu gorombolan," kata Usep Romli H.M., wartawan senior Jawa Barat sekaligus pelaku sejarah zaman gorombolan.


Usep yang saat itu warga Cibiuk, Garut memiliki pengalaman lucu. Menjelang DI/TII menyerah kepada pemerintah, dia dan kawan-kawannya ditugaskan oleh seorang pemuka masyarakat mengantarkan kebutuhan logistik untuk urang leuweung (orang hutan, istilah lain untuk gerilyawan DI/TII). Logistik itu berupa makanan enak, seperti nasi putih, sambal, goreng ikan gurame, lalapan, pepes ikan dan lain-lain.


Sampai di tempat yang biasanya warga desa “menyetor” logistik, para utusan DI/TII ternyata belum datang. Hingga tengah malam, ternyata tak satu batang hidung pun gorombolan terlihat. Apa boleh buat, logistik itu akhirnya "disikat" saja oleh para pengantar hingga ludes.


Singkat cerita, para pengantar yang kekenyangan itu pun sampai kembali di desanya. Saat itulah, sang tokoh masyarakat menemui mereka dan langsung bertanya:


 "Sudah kalian sampaikan logistiknya?"


"Sudah Pak Haji, beresss," ujar Usep.


"Oh begitu. Tapi kok mereka tidak memberikan kode tembakan seperti biasanya kalau sudah menerima logistik, ya?" tanya Pak Haji lagi.


"Hmmm, oh itu. Mereka bilang sih katanya kehabisan peluru," jawab Usep, sekenanya.


Walau sedikit bimbang, Pak Haji pun mengangguk-anggukan kepalanya. Dan soal logistik untuk "orang hutan" itu pun tetap menjadi rahasia Usep dan kawan-kawannya hingga bertahun-tahun, jauh setelah DI/TII turun gunung dan menyerah kepada pemerintah.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
bottom of page