Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun
Uni Soviet membantu pembangunan rumah sakit ini. Proses pencairan bantuannya cukup cepat.
DI era Sukarno, beberapa pendirian rumah sakit mendapat bantuan dari luar negeri. Amerika Serikat (AS) dari Blok Barat yang datang dengan proyek HOPE ikut membantu pembangunan awal Rumah Sakit Fatmawati. Uni Soviet dari Blok Timur pun tak mau ketinggalan.
“Presiden Sukarno dalam kunjungannya ke Moskow telah berhasil mendapat bantuan rumah sakit lengkap dari Perdana Menteri Kruschev,” catat Mayor Jenderal dr. Satrio dalam Perjuangan dan Pengabdian Mosaik Kenangan Prof. Dr. Satrio, 1916-1986.
Kunjungan itu terjadi pada tahun 1960, ketika Perang Dingin antara Barat dan Timur memanas. Kedua blok itu berlomba menarik perhatian dan simpati Republik Indonesia yang baru merdeka di bawah Sukarno. Atas nama politik Bebas-Aktif, Sukarno berusaha bersahabat dengan keduanya, namun akan berjarak kepada yang bermain kotor. Hasil yang diterima Indonesia dari kedua pentolan blok tersebut berbeda. AS cenderung pelit pada Sukarno, sementara Uni Soviet jauh lebih bermurah hati.
“Ketika saya mengunjungi Moskow beberapa tahun lalu dan meminta kredit sebesar 100 juta dolar kepada Uni Soviet, hal itu disetujui dalam waktu dua menit,” puji Sukarno seperti diberitakan di Belanda oleh koran Gooi en Eemlander tanggal 22 Maret 1962.
Baca juga:
Uni Soviet bersedia memberikan bantuan pembangunan rumah sakit (RS) dengan 200 tempat tidur. Hal itu amat disambut Indonesia yang ekonominya belum pernah baik sejak merdeka sementara kesehatan masyarakat harus mendapat perhatian. Uni Soviet menepati janji bantuannya itu.
“Dan saya sebagai Menteri Kesehatan harus merealisasikannya. Untuk itu kami mencari tanah 7 ha di Jakarta Timur, karena Jakarta Timur belum mempunyai fasilitas rumah sakit besar,” kata Satrio.
Baca juga:
Pada Maret 1962, diadakan peletakan batu pertama pembanguan RS tersebut yang berada di Rawamangun. Saat itu Rawamangun –berjarak sekitar 9 km dari Istana Negara–masih dianggap pinggiran Jakarta. Di dekat bakal rumah sakit itu, sudah ada kampus pemerintah bernama Universitas Indonesia (UI), yang fakultas pendidikannya membelah diri dan kini berkembang menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Pemborong pembangunan RS itu adalah Hutama Karya yang dipimpin Ir Sutami. Satrio menyebut, Sutami merencanakan: pengurukannya tiga bulan, pembuatan pondasi tiga bulan, pembuatan beton-beton tiga bulan, penyelesaian gedung tiga bulan, dan pengerjaan interior juga tiga bulan. Di atas kertas, RS itu bisa berdiri dalam waktu dua tahun. Pada 7 November 1963, RS besar di Jakarta Timur itu sudah bisa diserahterimakan dari pihak Uni Soviet ke pihak Republik Indonesia.
Baca juga:
Musibah datang pada malam sebelum peresmian rumah sakit, di mana pada 7 November 1963 Perdana Menteri Ir. Djuanda meninggal dunia. Kendati begitu, peresmian tetap diteruskan. Hadir dalam peresmian itu Duta Besar Uni Soviet Michelov dan Menteri Kesehatan Soviet dr Kurasov. Setelah peresmian, para pejabat yang hadir melepas kepergian Djuanda di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Menurut Tomi Lebang dalam Sahabat Lama, Era Baru: 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, RS tersebut di samping Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno dan sejumlah proyek lain adalah bukti kuatnya hubungan Indonesia-Soviet. Sebagai bentuk penghormatan darinya, RS yang dibangun di Rawamangun itu dinamai Rumah Sakit Persahabatan.
Kini, RS Persahabatan adalah rumah sakit andalan di Jakarta Timur. Pelayanan dan fasilitasnya terus meningkat seiring perjalanan waktu. Pada Agustus 2024 lalu, Fasilitas Respirasi Kesehatan Ibu dan Anak hadir di RS tersebut yang peresmiannya dilakukan Presiden Joko Widodo.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar