Wapres RI Minta Wapres AS Hentikan Agresi Israel ke Palestina
Sudharmono menjadi wakil presiden di usia 61 tahun setelah lebih dari 20 tahun membantu Soeharto. Ia pernah meminta AS mendesak Israel mengakhiri permusuhan dengan Palestina.
SUDHARMONO menjabat wakil presiden kelima (1988–1993) pada masa pemerintahan Presiden Soeharto setelah menjalani pengalaman panjang dalam dinas militer dan pemerintahan. Dimulai pada masa revolusi, ia dalam usia muda turut bergerilya sebagai tentara pelajar. Pria kelahiran Cerme, Gresik, Jawa Timur, 12 Maret 1927 itu merintis karier militer mulai dari bawah.
Sudharmono dengan pangkat sersan menjadi komandan regu Divisi Ronggolawe, letnan dua sebagai komandan seksi Divisi IV di Salatiga, letnan dua sebagai anggota Pasukan T Ronggolawe/Divisi V, dan letnan satu bertugas di P3AD (Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat) di Bandung.
Sudharmono kemudian pindah ke Jakarta. Sarjana hukum lulusan tahun 1962 ini bekerja di lingkungan Direktorat Kehakiman Angkatan Darat. Dengan pangkat kapten, ia menjabat sebagai jaksa dan hakim tantara, serta staf Peperpu (Penguasa Perang Pusat). Dengan pangkat mayor, Sudharmono kemudian menjadi staf Peperti (Penguasa Perang Tertinggi) dan staf MPR RI. Berikutnya, ia bekerja di GV Koti (Komando Operasi Tertinggi), yang menangani masalah sosial dan politik, dengan pangkat letnan kolonel dan kolonel.
Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, Sudharmono bertugas di lingkungan Sekretariat Negara sejak tahun 1966. Saat itu, Soeharto sebagai pemegang Supersemar diangkat menjadi ketua presidium Kabinet Ampera. Sudharmono, yang tengah menjalani pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, ditunjuk menjadi sekretaris presidium Kabinet Ampera dengan pangkat brigadir jenderal, naik menjadi mayor jenderal pada 1972 dan letnan jenderal pada 1977.
Baca juga: Wacana Wapres RI Ada Dua
Setelah dilantik sebagai presiden pada 1968, Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan I. Sudharmono ditunjuk sebagai sekretaris kabinet merangkap wakil sekretaris negara. Pada 1972, Sudharmono menjabat sekretaris negara menggantikan Letjen TNI Alamsyah Ratu Perwiranegara yang ditugaskan sebagai duta besar di Belanda.
Pada 1973, Sudharmono menjabat menteri sekretaris negara (Mensesneg) dalam tiga Kabinet Pembangunan II–IV (1973–1988). Setelah selesai menjabat Mensesneg, ia sudah bersiap pensiun. Ia pensiun dari militer pada 1982 dengan pangkat letnan jenderal setelah masa bakti 30 tahun.
“Saya sudah berusia 61 tahun, sudah 15 tahun menjadi menteri sekretaris negara. Dipensiun pun sudah sewajarnya. Tentu terserah Pak Harto, yang dapat dipastikan akan diangkat kembali sebagai presiden 1988–1993,” kata Sudharmono dalam otobiografinya, Pengalaman dalam Masa Pengabdian.
Baca juga: Jalan Try Sutrisno ke Kursi RI-2
Tak terlintas dalam pikiran Sudharmono akan dipilih menjadi wakil presiden. Ia menganggap Jenderal TNI (Purn.) Umar Wirahadikusumah masih dapat dipilih kembali sebagai wakil presiden. Namun, sejak 1983 Sudharmono terpilih menjadi ketua umum Partai Golkar yang memperkuat posisinya dalam politik. Selain itu, hubungan baik dengan Soeharto selama lebih dari dua dekade membuat namanya muncul sebagai kandidat kuat wakil presiden. Akhirnya, Sudharmono ditetapkan dan dilantik sebagai wakil presiden dalam Sidang Umum MPR pada 11 Maret 1988.
“Saya sebelum menjadi wakil presiden adalah menteri sekretaris negara selama 15 tahun, malahan lebih dari 20 tahun membantu Pak Harto sejak 1966. Setidak-tidaknya saya memiliki pengalaman yang cukup bagaimana membantu dan melayani Pak Harto,” kata Sudharmono.
Baca juga: Dukungan Sukarno kepada Palestina
Di samping membantu presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, sebagai orang nomor dua di Indonesia, Sudharmono juga memiliki tugas rutin menerima tamu-tamu negara asing. Kalau tamu negara itu menjabat kepala negara seperti presiden atau kaisar dari Jepang, Sudharmono yang akan mengadakan kunjungan kehormatan kepada tamu negara tersebut yang biasanya menginap di Wisma Negara.
Namun, bila tamu itu kepala pemerintahan bukan kepala negara seperti perdana menteri, maka tamu negara itu yang akan mengadakan kunjungan kehormatan kepada Sudharmono di kantor/istana wakil presiden di Merdeka Selatan. Sementara apabila tamu negara tersebut wakil presiden, maka Sudharmono akan menjadi tuan rumah. Sudharmono juga bertindak sebagai tuan rumah bagi tamu negara seorang perdana menteri tapi bukan kepala pemerintahan seperti perdana menteri Korea Utara.
Selama menjabat wakil presiden, Sudharmono dua kali menjadi tuan rumah bagi Wakil Presiden Amerika Serikat James Danforth Quayle, wakil presiden Filipina yang berkunjung tidak resmi, dan Perdana Menteri Korea Utara Yon Hyong Muk.
Pertemuan itu tak hanya membahas hubungan kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS, tetapi juga masalah lain yang menjadi isu global. “Di antara pembicaraan-pembicaraan itu, ada hal yang saya catat mempunyai arti penting, yakni pembicaraan dengan Wakil Presiden Amerika Serikat Dan Quayle mengenai masalah perang antara Arab dan Israel,” kata Sudharmono.
Ketika Dan Quayle berkunjung ke Indonesia, perang di Timur Tengah baru saja berakhir. Kuwait dan Saudi Arabia berhasil mengusir Irak dari Kuwait berkat bantuan negara-negara Barat, khususnya AS.
Sudharmono mengatakan kepada Dan Quayle bahwa AS merupakan sahabat negara-negara Arab, khususnya Saudi Arabia dan Kuwait. Dengan demikian, kepentingan AS di Timur Tengah diamankan berkat kesediaan negara-negara Arab mengizinkan tentara AS dan sekutunya membantu mengusir tentara Irak dari Kuwait. Untuk makin memantapkan keamanan dan perdamaian di Timur Tengah, AS mempunyai peranan untuk membantu menyelesaikan perang antara Israel dengan Palestina dan negara-negara Arab.
“Sudah saatnya Amerika Serikat mendesak Israel untuk mengakhiri permusuhan dengan negara-negara Arab umumnya dan Palestina khususnya dengan mengakui negara Palestina dan mengembalikan wilayah-wilayah negara Arab yang dikuasai/direbut Israel sejak agresi Israel tahun 1960-an ke negara-negara Arab,” kata Sudharmono.
Mendengar permintaan Sudharmono, Dan Quayle mengatakan, “Amerika Serikat akan berusaha sekuat tenaga meskipun hal itu tidak mudah karena Israel perlu diyakinkan mengenai jaminan keamanan negaranya. Sebaliknya juga tidak mudah untuk menyatukan pendapat atau sikap dari negara-negara Arab yang berbeda-beda itu.”*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar