top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Ulah Orang Makassar di Pesisir Jawa

Terkenal dengan sikap keras dan tidak suka diperintah, pelaut Makassar melakukan serangkaian perampokan dan perompakan di pesisir Jawa. Berhenti sementara saat diberi tanah oleh Pangeran Mataram.

6 Jan 2021

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perang Makassar yang membuat orang-orang Makassar berlayar menuju perairan Jawa sebagai perompak. (Wikimedia Commons).

Setelah terusir secara tidak hormat dari Banten, akibat kerap berbuat onar, para pelaut Makassar mengembangkan layar menuju timur Jawa. Mereka menyusuri pantai utara Jawa, melewati wilayah Cirebon hingga ke Gresik. Tujuan pelayaran itu hanya satu, yakni mendapat tempat bermukim, berlindung, dan berkoloni di daratan. Para pelaut itu sudah tidak punya tanah air untuk kembali. Makassar sudah terlalu asing bagi mereka.


Para pelaut Makassar ini terdiri dari pejuang yang telah terlibat dalam banyak pertempuran, baik melawan pasukan VOC maupun pesaing-pesaing di jalur niaga terdekat mereka. Maka ketika pertama kali menginjakkan kaki di perairan Jawa, sifat keras para pejuang ini ikut terbawa. Mereka menjadi terlalu liar dan berbuat seenaknya. Perampokan dan perompakan sudah jadi kegiatan biasa bagi mereka.


Tidak lama setelah meninggalkan Banten, seorang warga Banda di Gresik bernama Gabriel Naske melaporkan kepada pejabat Belanda bahwa Kraeng Bonto Marannu telah melakukan perompakan di perairan tengah Jawa. Dengan membawa sekitar 30 armada kapal, orang-orang Makassar itu terlihat berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Madura: Arosbaya, Sampang, dan Sumenep pada Februari 1674.


Di Gresik juga terlihat berkumpul enam perahu Makassar, yang dipenuhi orang-orang berwajah garang. Bahkan menurut sejarawan H.J De Graaf dalam Runtuhnya Istana Mataram, keberadaan kapal-kapal Makassar membuat khawatir orang-orang yang melihatnya. Banyak pedagang Ambon dan Banda yang kemudian memlih meninggalkan kawasan tersebut.


“Mereka yang berkepentingan berpendapat bahwa sepanjang pantai tidak lagi dapat dilalui dengan aman kecuali jika Kompeni bertindak,” kata De Graaf.


Dalam sebuah laporan pejabat Belanda (Daghregister, 12 April 1674), disebutkan bahwa di ujung timur Jawa, dekat Madura, beberapa kapal dagang telah dibajak perompak Makassar. Mereka mendapat serangan dari sekitar 70 kapal, yang dalam beberapa tahun terakhir banyak mengancam dan membajak kapal-kapal pribumi. Tindakan-tindakan perompak itu sangat kejam. Membuat perairan di sana amat berbahaya dan tidak layak dilalui tanpa pengawalan.


Para korban, sebagian besar orang Jawa, bukannya tidak melaporkan kejadian itu kepada pejabat Belanda, tetapi mulanya pemerintah pusat di Batavia tidak menganggap mereka sebagai ancaman. Namun sebuah peristiwa di bulan Juni 1674 membuat perburuan perompak Makassar mulai menjadi perhatian pihak Kompeni. Kala itu sebuah perahu milik pejabat Belanda diserang di Sungai Juwana. Tiga dari enam penumpang kapal dipukuli hingga tewas. Setelah mengambil muatan kapal, para perompak itu menghilang.


“Menjelang akhir tahun suasana di pantai tengah Jawa agak mereda. Sebabnya ialah karena para perompak bersarang di ujung timur,” tulis De Graaf.


Pada September 1674, Kraeng Bonto Marannu merapatkan kapalnya ke daratan. Dia pergi ke Mataram untuk menghadap Amangkurat I. Pangeran Makassar itu ingin meminta penguasa Mataram agar diberikan tempat tinggal di sekitar pantai timur Jawa. Tetapi belum sempat bertemu Amangkurat, dirinya sudah mendapat penolakan. Permohonan tinggal pun batal dikabulkan.


Tidak mendapat restu Sunan, Kraeng Bonto Marannu lalu menemui putra mahkota Mataram, Adipati Anom (kelak bergelar Amangkurat II). Kali ini kraeng tidak pulang dengan tangan hampa, dirinya mendapat izin Adipati Anom untuk menempati daerah di pesisir timur Jawa, di sebuah desa bernama Kampung Demon, di wilayah Situbondo sekarang.


Menurut William Cummings dalam The Makassar Annals, Adipati Anom dan pemimpin orang-orang Makassar sepakat berkerja sama. Para pelaut Makassar mendapat tempat tinggal di daratan, sementara pengeran Mataram mendapat tenaga militer, yang bisa dia gunakan jika sewaktu-waktu diperlukan. Terlebih pada waktu tersebut Adipati Anom tengah merencanakan upaya pemberontakan terhadap Amangkurat I.


“Harapan akan dibaginya barang-barang rampasan dari suatu peperangan yang besar di Jawa tentu benar-benar membangkitkan semangat orang-orang buangan tersebut,” terang M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.


Diberinya tempat di daratan membuat wilayah perairan Jawa sementara dapat dikendalikan. Orang-orang Makassar di bawah pimpinan Kraeng Bonto Marannu memperkecil tindakan perompakan mereka. Kendati terjadi perompakan terhadap kapal-kapal muatan, itu bukan dilakukan bawahan Kraeng Bonto Marranu, melainkan pelaut Makassar lain yang tidak dipimpin oleh siapapun.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Teqball, dari Mana Asalnya?

Teqball, dari Mana Asalnya?

Permainan anyar yang lahir dari pengalaman eks-pesepakbola Hungaria. Menyebar begitu pesat ke berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia.
Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

He was Sukarno's confidant in the fight for West Irian. He traveled the world to “fight” in the diplomatic arena, but that journey almost ended tragically.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Wanita Perkasa Pembela Jelata

Wanita Perkasa Pembela Jelata

S.K. Trimurti pejuang perempuan yang komplet, disegani kawan maupun lawan. Dia seorang pendidik, wartawan, pengarang, politisi, dan menteri perburuhan pertama.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
bottom of page