Tiga Kali Celaka di Indonesia
Saat masih aktif, kapal ini kalah duel dan tenggelam di Selat Sunda. Setelah menjadi bangkai, besi-besinya dicuri. Replikanya di Museum Bahari, hangus dilalap api.
KEBAKARAN yang melanda Museum Bahari, Jakarta Utara Selasa (16/1/2018) kemarin tak hanya menghancurkan sebagian bangunan museum, tapi juga benda-benda koleksinya. Menurut dugaan sementara, api berasal dari korsleting. Kepala Museum Bahari Husnison Nizar mengatakan, kebakaran berawal dari sisi utara Gedung C kemudian merembet ke Gedung A dan sebagian Gedung D.
Pantauan Historia di lokasi, lantai 2 Gedung D benar-benar ludes terbakar. Hanya tembok-tembok betonnya saja yang masih tersisa.
Di antara koleksi museum yang hangus, terdapat miniatur kapal perang Amerika Serikat (AS) USS Houston (CA-30). Kapal penjelajah berat kelas Northampton itu salah satu tulang punggung AL AS di Perang Pasifik, dan menemui ajal di Selat Sunda.
Kapal berbobot 9200 ton, panjang 182,9 meter, dan lebar 20 meter itu mulai masuk jajaran armada AL AS pada 7 September 1929. Sebagai flagship Armada Asiatik AL AS dengan komandan Laksamana Thomas Charles Hart, Houston mendapat tugas pertama mendaratkan marinir dan pasukan AL AS ke Shanghai dalam rangka stabilisasi situasi di tengah kecamuk Perang Sino-Jepang II, 31 Januari 1930.
Saat Perang Pasifik pecah, Houston menggabungkan diri ke dalam armada ABDACOM (America, British, Dutch, Australia Command) yang berbasis di Surabaya. Houston ikut dalam Pertempuran Selat Makassar, 4 Februari 1942.
Kerusakan salah satu moncong meriamnya dalam pertempuran itu membuat Houston kemudian mundur ke Cilacap. Baru setelah bertugas bersama beberapa kapal Sekutu lain mengawal konvoi Sekutu dari Darwin ke Kupang, Houston kembali masuk ke dalam pertempuran bersama 13 kapal perang Sekutu lain.
Di bawah komando Laksamana Karel Doorman asal Belanda, armada ABDA bertugas memburu 28 kapal perang Pasukan Invasi Timur Jepang pimpinan Laksamana Takeo Takagi. Houston dan kapal penjelajah berat Inggris HMS Exeter menjadi tulang punggungnya –kemudian head to head dengan dua penjelajah berat Jepang Nachi dan Haguro.
Mereka mulai berlayar pada 26 Februari, menuju pantai utara Madura. Karena tak menemukan sasaran, beberapa kapal ABDA lalu kembali ke Surabaya. Dalam perjalanan kembali itulah mereka mendapati lawan. “Pukul 16.16 sore 27 Februari itu penjelajah berat Haguro dan Nachi menembaki Houston dan Exeter. Penanda Pertempuran Laut Jawa telah mulai,” tulis PK Ojong dalam Perang Pasifik.
Armada ABDA berantakan. Hanya beberapa kapalnya yang selamat. Laksamana Doorman sendiri ikut tenggelam bersama kapalnya HNMLS De Ruyter. Menurut Ojong, faktor terpenting yang membuat ABDA keok adalah longgarnya garis komando. Masing-masing angkatan laut ABDA berkomunikasi menggunakan bahasanya sendiri sehingga simpang siur.
Houston dan HMAS Perth –yang tak mengalami kerusakan berarti– lalu mundur ke Tanjung Priok. Bersama kapal perusak Belanda HNMLS Evertsen, kedua kapal melanjutkan pelayaran menuju Cilacap via Selat Sunda.
Dalam perjalanan, malamnya mereka bertemu armada Pasukan Invasi Barat AL Jepang di bawah komando Laksamana Muda Keno Kurita, yang baru mendaratkan pasukan Tentara ke-16 AD Jepang, di Teluk Banten. Tiga kapal ABDA itu terkepung dua kapal induk ringan, lima penjelajah serta 12 kapal perusak Jepang. Kontak senjata pun terjadi lagi.
Tembakan meriam-meriam 203 milimeter serta torpedo Houston mengenai tiga kapal perusak dan menenggelamkan satu kapal penyapu ranjau Jepang. Namun, hantaman sebuah torpedo Jepang di lambung Houston pada dini hari 1 Maret 1942 membuatnya lumpuh.
Perlahan, Houston menyusul Perth yang sudah lebih dulu tenggelam. Dalam perjalanan menuju dasar samudera, Houston kembali dihantam tiga torpedo Jepang. Nakhoda Kapten Albert Rooks beserta ratusan awak kapal ikut tewas ke dasar laut. Sebanyak 368 awak selamat langsung ditawan Jepang, banyak di antara mereka tewas di kamp-kamp kerja paksa Jepang.
Kendati sempat tak diketahui selama sembilan bulan, kabar tenggelamnya Houston akhirnya sampai ke Washington. Kisah utuh mengenai tenggelamnya baru didapat usai perang, dari awak-awak selamat yang sudah bebas dari tahanan.
Toh, Houston yang telah menjadi kuburan bagi hampir 650 awaknya tetap tak aman di dasar laut. Setelah 70 tahun tenggelam, bangkai Houston mengalami penjarahan sama seperti bangkai kapal-kapal Perang Dunia II lain. “Militer AS dua tahun lalu mendapati bahwa telah terjadi ‘pelanggaran terhadap kuburan’ Houston, yang tenggelam dalam Pertempuran Selat Sunda, juga di Laut Jawa,” tulis theguardian.com, 16 November 2016.
Pada 2017, miniatur Houston menjadi bagian dari hibah pemerintah AS kepada Museum Bahari, Jakarta. Tapi yang namanya Houston selalu tak aman sekalipun miniatur. Selasa (16/1) kemarin, api melahap Museum Bahari beserta koleksinya, termasuk miniatur Houston.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar