Teror di Negeri Matador
Spanyol kerap diguncang teror, mulai dilakukan oleh kaum separatis hingga kaum radikal asal Timur Tengah.
Pada 17 Agustus 2017, para teroris kembali melancarkan aksi terror di Spanyol. Kali ini, para pejalan kaki di kawasan Las Ramblas, Barcelona yang menjadi sasaran. Russia Today melaporkan, Sebanyak 13 orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka, ketika sebuah mobil van melaju kencang dan menabrak orang-orang yang tengah berjalan santai di trotoar. Diduga kuat, pelakunya adalah kelompok teroris ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).
Sejatinya, itu bukan kali pertama negara matador didera serangan teroris. Tercatat, sejumlah wilayah di sana sudah jadi sasaran teroris secara struktural sejak 1961:
Serangan Kereta Api di San Sebastian
RP Clarke dalam The Basque Insurgents: ETA 1952-1980 menyebutkan, ETA (Euskadi Ta Askatasuna), kelompok separatis Basque, sudah mencoba aksi terror mereka sejak 18 Juli 1961. Saat itu, mereka coba menggulingkan satu rangkaian kereta berisi para simpatisan pendukung Franco dan veteran Perang Sipil Spanyol di San Sebastian.
Euskadi Ta Askatasuna (Tanah Air dan Kemerdekaan Basque) sendiri dibentuk pada 1959, menyusul berbagai kebijakan rezim Franco yang banyak menindas hak-hak orang-orang Basque. Pada Perang Sipil (1936-1939), orang-orang Basque secara terbuka menyatakan keberpihakannya kepada kaum Republik yang menentang kaum fasis kala itu. Akibatnya, setelah perang orang-orang Basque mendapat “hukuman” dari rezim Franco. Salah satunya dengan melarang mereka menggunakan bahasa Basque. Pelarangan yang ditentang PNV (Partido Nacionalista Vasco) dan kelompok mahasiswa Ekin. Mereka lantas mendirikan ETA.
“Mereka mengadopsi terorisme sebagai cara menegakkan kedaulatan Basque di Spanyol. Tapi upaya pertama mereka pada Juli 1961 gagal. Ratusan aktivis ETA ditangkapi pemerintahan Franco,” kata Stephen E Atkins dalam Encyclopedia of Modern Worldwide and Extremist Groups.
Perampokan Bank Guipuzcoano
April 1967, ETA beraksi kembali. Kali ini, mereka menyerang sekaligus merampok Bank Guipuzcoano di Villabona. Dalam serangan tersebut, kaum militan ETA sukses menggondol 1 juta peseta tanpa menimbulkan korban.
Korban Pertama Serangan ETA
Pada 7 Juni 1968, terjadi baku tembak antara aparat keamanan Spanyol dengan kaum militan ETA di Aduna. Korban pertama dari rezim pemerintahan fasis jatuh kala itu. Ia adalah Jose Pardines, salah satu anggota Guardia Civil. Usai kejadian tersebut, beberapa tokoh sipil dan milier pendukung rezim Franco lainnya acap kali mendapat ancaman teror dari ETA.
Pembunuhan PM Blanco
ETA juga menyasar para pejabat tinggi Spanyol untuk dijadikan tujuan teror mereka. Pada 20 Desember 1973, rombongan Perdana Menteri Spanyol Laksamana Luis Carrero Blanco melewati sebuah terowongan. Di tengah jalan dalam terowongan tersebut, tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi meledak. Blanco bersama sopir dan pengawalnya, langsung tewas di tempat akibat bom yang dipasang militan ETA.
Bom di Bandara dan Stasiun Kereta
Serangan teror dengan jumlah korban yang tidak sedikit untuk kali pertama, dilancarkan ETA pada 28 Juli 1979. Tiga bom meledak di Bandara Barajas, Atocha dan Stasiun Kereta Api Chamartin. Surat kabar La Vanguardia edisi 31 Juli 1979 menyebutkan: 7 orang tewas dan 100 lainnya luka-luka.
Pemboman Supermarket di Barcelona
Ledakan di dua bandara dan satu stasiun itu bukan kali terakhir serangan ETA memakan korban masyarakat sipil. Sebanyak 21 orang sipil dan 45 lainnya terluka dalam serangan bom oleh ETA di Supermarket Hipercor di Barcelona, pada 19 Juni 1987.
Serangan ini disebutkan sebagai serangan paling mematikan yang dilakukan ETA sejak 1961. Surat kabar Los Angeles Times edisi 19 Juni 1987 melaporkan, ledakan berasal dari sebuah bom yang dipasang dalam sebuah mobil di area parkir. Bom itu meledak pukul 4.12 petang yang menyebabkan adanya sebuah lubang berdiameter 5 meter di lantai dasar supermarket tersebut.
Serangan ini menjadi bumerang secara politis terhadap gerakan ETA, lantaran mayoritas masyarakat Basque sendiri justru ikut mengutuk serangan yang turut menewaskan 2 anak tersebut. “Serangan itu dinilai banyak orang sebagai titik balik simpati terhadap ETA. Serangan berdarah dingin terhadap wanita dan anak-anak itu membuat muak banyak masyarakat Basque yang sebelumya mendukung tujuan ETA,” tulis The Independent.
Bom Mobil di Markas Guarda Civil
Sebuah bom mobil berbobot 70 kilogram meledak di Markas Guardia Civil di Vic, Barcelona pada 29 Mei 1991. Media Spanyol El Economista melaporkan, ledakan bom yang terjadi dekat sebuah sekolah itu menewaskan sepuluh orang (termasuk empat anak) dan 44 lainnya luka-luka
Sehari setelah kejadian itu, Guarda Civil bergerak cepat dan melakukan penggerebekan terhadap sebuah rumah di Llica d’Amunt, dekat Kota Barcelona. Dalam penggerebekan itu, dua militan ETAtewas dalam baku tembak dengan aparat keamanan.
Bom di Madrid
ETA yang awalnya ingin membidik seorang perwira polisi di pusat Kota Madrid, justru menewaskan 12 orang sipil dalam serangan bom pada 12 Juli 2000.
Surat kabar El Pais edisi 13 Juli 2000 menuliskan, bom itu justru meledakan pusat perbelanjaan yang dipenuhi turis di El Corte Ingles dan FNAC. Bom itu meledak sepuluh menit lebih awal dari rencana awal ETA yang hendak menargetkan polisi yang memang rencananya akan melewati jalur itu.
Bom Kereta
Serangan teror yang dasyat juga terjadi lagi pada 11 Maret 2004 di ibu kota Madrid. Insiden yang dikenal publik Spanyol sebagai Insiden Pengeboman 11-M atau pemboman kereta Madrid. Berbeda dengan serangan-serangan sebelumnya, pelakunya dalam tragedi ini bukan ETA, melainkan sel teroris Al-Qaeda.
Surat kabar El Mundo mencatat, 192 orang meninggal dan dua ribu lainnya luka-luka. Insiden bom yang terjadi tiga hari jelang pemilihan umum Spanyol 2004 itu, disebutkan sebagai tragedi terorisme paling mengerikan dalam sejarah Spanyol.
Ancaman Bom di Stadion Real Madrid
Dunia sepakbola Spanyol juga tidak lepas dari ancaman teror. Pada 12 Desember 2004, stadion ternama milik klub raksasa La Liga Real Madrid, Estadio Santiago Bernabeu diisukan akan diledakan juga oleh kaum teroris.
BBC Sport menuliskan, ancaman itu terjadi ketika Los Merengues (julukan Real Madrid) tengah menjamu Real Sociedad. Ancaman lewat telepon dari orang tak dikenal itu mengatakan, akan terjadi ledakan bom pada pukul 9 malam waktu setempat.
Tak mau kecolongan, pihak keamanan mengevakuasi sekira 70 ribu orang, termasuk penonton dan perangkat pertandingan dari stadion. Ketika itu, pertandingan tinggal menyisakan tiga menit sebelum peluit panjang berbunyi dengan skor 1-1 dan lantas. Namun ancaman ledakan bom itu tidak terbukti sama sekali.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar