Televisi Masuk Desa
Cara Orde Baru menyiarkan program-program pemerintah.
SAAT Asian Games 1962 berlangsung, penjualan pesawat televisi meningkat. Diperkirakan, 10 ribu hingga 15 ribu pesawat televisi digunakan. Sebagian besar diborong departemen pemerintah untuk dibagikan gratis kepada para pegawai negeri dan dipasang di jalan-jalan kota. Namun, tulis Philip Kitley dalam Konstruksi Budaya Bangsa Di Layar Kaca, televisi tak lebih ditonton 80.000 orang atau dua persen dari jumlah penduduk.
“Tak jelas siapa yang mampu menikmati peristiwa televisi yang hebat ini,” tulisnya.
Pesawat televisi adalah barang baru yang mahal. Tak semua orang bisa memilikinya. Program pemerintah, yang disiarkan Televisi Republik Indonesia (TVRI), pun seolah mubazir.
“Sukarno tak memiliki cukup waktu untuk melakukan penyebaran pesawat televisi ke seluruh negeri yang jumlahnya sekira 37 ribu, itu pun hanya di tiga atau empat kota besar,” tulis Michael H Anderson dalam Politics and Transnational Advertising.
Pemerintah baru dibawah Soeharto mengadopsi cara Sukarno dalam penyiaran program pemerintah. TVRI menjadi alat komunikasi pemerintah.
Setelah peluncuran satelit Palapa pada 1976, produksi pabrik pesawat televisi maupun impor naik. Begitu pula penjualannya. Setelah pidato Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1976, program TV Masuk Desa digalakkan. Untuk desa yang belum teraliri listrik, disediakan pula generator.
Menurut Bappenas, pada 1976/1977, tersebar 3.000 pesawat televisi umum di kecamatan-kecamatan seluruh tanah air. “Dengan cara ini rakyat yang belum mampu membeli televisi dapat turut menikmati acara siaran sekaligus tercipta pemerataan televisi sebagai sarana penerangan bagi seluruh golongan masyarakat,” tulis Bappenas.
Jumlahnya terus naik dari tahun ke tahun. Lonjakan terjadi pada 1987/1988 di mana jumlah televisi umum yang ditempatkan mencapai 54.318 unit, meningkat hampir dua kali dibandingkan tahun 1982/1983.
Astrid Susanto tentu senang idenya terealisasi. Namun, “Sebagai orang Jawa, saya sarankan pesawat-pesawat itu ditempatkan di alun-alun. Tetapi ketika saya berkeliling meninjau, saya lihat bahwa pesawat-pesawat itu kebanyakan di rumah para bupati –alasan mereka, mereka membutuhkan akses informasi dari Jakarta!” ujar Astrid Susanto, dikutip Philip Kitley dalam Konstruksi Budaya Bangsa Di Layar Kaca.
Peningkatan distribusi televisi memastikan masyarakat desa bisa ikut menikmatinya. Dengan persebaran televisi, Departemen Penerangan bisa mengawal program-program pemerintah hingga ke pelosok desa. Berbagai tayangan pedesaan pun disiapkan. Dari yang bersifat layanan masyarakat hingga film. Dari siaran pedesaan hingga keluarga berencana. Menurut Ade Armando dalam bukunya Televisi Jakarta Di Atas Indonesia, TVRI memproduksi 80 persen dari jam siarannya dengan siaran-siaran pembangunan.
Program TV Masuk Desa kian menyusut seiring daya beli masyarakat yang membaik. Televisi tak lagi jadi barang mewah. Namun, TVRI sendiri mulai ditinggalkan penontonnya, terutama sejak munculnya stasiun televisi swasta. Kekurangan dana selalu jadi kilah, karena larangan siaran niaga pada 1981 dan sulitnya memungut iuran televisi yang terus jadi polemik.
Sejak 2002, TVRI ditetapkan sebagai lembaga penyiaran publik, yang mesti melayani informasi untuk kepentingan publik. Dengan saluran apa pemerintah kini menyampaikan program-programnya?
Baca juga:
Tambahkan komentar
Belum ada komentar