Susahnya Bisnis Karet di Zaman Gerombolan
Administrator Brandt dipalak dan perkebunannya diserang berkali-kali. Pelakunya gerombolan bersenjata.
DULU, di sekitar Banjar-Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ada perkebunan karet bernama Montjolimo. Perkebunan yang kini di bawah PT Perkebunan Nusantara ini termasuk perkebunan tua yang ada sejak zaman Hindia Belanda.
Setelah tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia pada 1950, orang sipil Belanda masih dipersilahkan bekerja di Indonesia. Termasuk pengurus atau administrator Montjolimo, EA Brandt.
Namun waktu telah berganti. Pemerintah Hindia Belanda bukan lagi penguasa, melainkan pemerintah Republik Indonesia. Namun, dalam praktiknya ada penguasa lain, gerombolan-gerombolan liar bersenjata punya kuasa di daerah selatan Jawa yang sepi itu. Ini yang membuat pekerjaan Brandt menjadi lebih sulit daripada kebanyakan administrator perkebunan zaman Hindia Belanda. Jika pemerintah minta pajak, gerombolan juga minta uang tanpa ampun.
Pada pukul 23.30 tanggal 6 Oktober 1952, gerombolan bersenjata itu mendatangi rumah Brandt. Koran Nieuwsgier tanggal 9 Oktober 1952 dan Java Bode edisi 9 Oktober 1952 menyebutkan, suara tembakan datang dari para anggota geng di belakang rumah dan membangunkan Brandt yang segera pakai baju. Brandt pun langsung menengoknya dan mendapati gerombolan itu sedang bergerak maju. Brandt lalu ke depan rumahnya dan terus menembaki tamu tak diundang itu.
Namun, tembakan musuh mengenai pantat Brandt hingga membuatnya roboh. Brandt yang terbaring tak berdaya lalu didekati gerombolan itu. Mereka mengira Brandt telah tewas sehingga tak mau lagi membuang peluru dengan menembak Brandt. Mereka lebih memilh untuk merampas senapan pendek (karaben) serta arloji yang ada di tubuh Brandt.
Merek lalu menggasak isi brankas milik Brandt. Uang sebesar Rp.40.000 pun amblas dari brankas setelah gerombolan tak dikenal itu pergi. Uang sebesar itu di tahun itu bisa dipakai untuk membeli sebuah mobil sedan.
Setelah gerombolan pergi, Brandt ditemukan masih bernyawa. Rupanya Brandt hanya pura-pura mati di dalam kegelapan malam itu. Brandt lalu dibawa dan dirawat di Rumahsakit Borromeus, Bandung. Meski jauh, rumahsakit itu bisa memberi rasa aman dan nyaman padanya.
Seakan berlebih nyali, Brandt kembali mengelola kebun karet Montjolimo setelah fit. Padahal, era 1950-an merupakan era gerombolan bersenjata di banyak daerah di Indonesia, tak hanya di daerah yang ada Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) saja. Di sana Brandt tinggal bersama istrinya.
Namun gerombolan tak dikenal kembali mengganggunya. Pada Rabu (1 September 1954) malam, Perkebunan Montjolimo diganggu lagi oleh gerombolan bersenjata. Jumlah anggota gerombolan sekarang lebih banyak. De Preanger Bode edisi 6 September 1954 menyebut gerombolan itu menuntut sejumlah besar uang kepada perusahaan Brandt.
Mengetahui ketidakamanan itu, istri Brandt langsung lari. Pos Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dekat dengan perkebunannya berhasil dicapainya.
Gerombolan yang diperkirakan berniat menyasar pemimpin perkebunan dan karyawan-karyawannya itu akhirnya gagal dapat untung banyak seperti yang terjadi pada September 1952. Lantaran gagal, gerombolan itu meradang dan melakukan pengerusakan di perkebunan.
Brandt sendiri sama seperti tahun 1952, kehilangan Rp.40.000. Namun kali ini bukan uang dari brankasnya, melainkan berupa kerusakan yang diakibatkan oleh anggota gerombolan tadi. Gerombolan itu mengancam orang Eropa yang berada di sana akan dibunuh jika tak menyediakan uang banyak dalam kunjungan berikutnya.
Tak lama setelah perampokan di Montjolimo itu, di Bumiayu, Brebes terjadi pertempuran antara pasukan TNI rumpun Diponegoro dengan gerombolan bersenjata. De Indische Courant tanggal 11 September 1954 memberitakan, peristiwa ini terjadi pada 4 September 1954. Gerombolan yang terdiri dari 150 orang itu dipimpin Slamet. Sebanyak 31 anggota gerombolan terbunuh dalam pertempuran itu di samping Kopral TNI Idris yang juga terbunuh.
Minggu-minggu berikutnya, Perkebunan Montjolimo terganggu lagi. Tapi tidak jelas apakah disebabkan oleh gerombolan bersenjata atau bukan. De Vrije Pers tanggal 1 Oktober 1954 hanya memberitakan lahan karet di daerah Dayeuhluhur milik Perkebunan Montjolimo terbakar dan perusahaan Brandt itu rugi Rp90.000.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar