Siapa Ayah dan Ibu Kamala Harris?
Sejoli imigran cemerlang dari dua belahan bumi berbeda yang melahirkan Wapres AS Kamala Harris.
DENGAN mata berkaca-kaca terharu, Shyamala Gopalan tampak fokus memperhatikan kata per kata dari serangkaian kalimat sumpah yang diucapkan Hakim Agung California Ronald M. George. Di hadapan sang hakim, berdiri sosok putri sulungnya, Kamala Devi Harris, yang tangan kanannya diangkat dan tangan kirinya memegang sebuah Alkitab.
Momen itu jadi kebanggaan besar terakhir yang disaksikan Shyamala atas pencapaian putrinya. Kala itu, awal Januari 2004, Kamala mengucapkan sumpah dalam pelantikannya sebagai jaksa Distrik San Francisco.
“Kamala D. Harris adalah perempuan dan Afro-Amerika pertama yang terpilih menjadi jaksa distrik di San Francisco. Ibunya ikut mengamati saat upacara pelantikannya. Jaksa distrik yang baru ini adalah jaksa veteran dengan pengalaman 13 tahun. Sebelum momen bersejarah itu, sosok berusia 39 tahun tersebut memimpin Divisi Pelayanan Rumah Tangga dan Anak-anak di kantor kejaksaan kota,” tulis majalah Ebony edisi Maret 2004 Slot Pulsa.
Namun sang ibu tak lagi mendampingi ketika Kamala dilantik jadi Jaksa Agung California pada 2011, anggota Senat Amerika Serikat pada 2017. Pun nanti pada saat Kamala dilantik sebagai wakil presiden (wapres) Amerika. Shyamala wafat lima tahun setelah pelantikan Kamala jadi jaksa Distrik San Francisco.
Kamala tercatat jadi wapres Amerika perempuan keturunan Asia-Afrika pertama, setelah bersama Joe Biden memenangi Pilpres Amerika 2020. Pasangan Biden-Kamala dari Partai Demokrat unggul atas pasangan Donald Trump-Mike Pence dari Partai Republik dengan electoral votes 290 (batas pemenang 270) berbanding 214.
“Saya berterimakasih kepada perempuan yang paling bertanggungjawab atas eksistensi saya di sini, ibu saya, Shyamala Gopalan Harris. Saat dia datang ke sini dari India di usia 19 tahun, mungkin dia takkan membayangkan momen ini. Namun dia sangat percaya pada Amerika di mana momen seperti ini adalah hal yang mungkin,” ujar Kamala, disitat NDTV, Minggu (8/11/2020).
Baca juga: Joe Biden dan Pemimpin Gagap
“Saya memikirkan dia dan generasi perempuan, perempuan kulit hitam, Asia, putih, Latin, perempuan pribumi Amerika sepanjang sejarah negeri ini yang telah membuka jalan untuk momen malam ini,” sambungnya dalam pidato pertamanya sebagai wapres terpilih.
Sebagaimana Barack Obama, Kamala adalah representasi keragaman etnis dan ras yang bercampur-baur di negeri Paman Sam. Kamala yang lahir 57 tahun lampau adalah buah hati sejoli imigran yang punya asal-usul dari dua belahan bumi berbeda berjarak 15 ribu kilometer.
Ibu dari Kasta Brahmana
Shyamala merupakan satu dari empat bersaudara yang dilahirkan pasangan suami-istri (pasutri) Rajam Ayyar dan P.V. Gopalan pada 7 April 1938 di Madras (kini Chennai), ibukota Negara Bagian Tamil Nadu. Meski tumbuh di tengah keluarga Hindu berkasta Brahmana, ayah Shyamala tak pernah membelenggu pemikiran terbuka anak-anaknya.
Mengingat ayahnya pegawai pemerintahan kolonial British India, Shyamala tak menyia-nyiakan kesempatan untuk sekolah hingga jenjang tinggi di Jurusan Kesehatan masyarakat di Lady Irwin College, kampus ternama di India untuk kaum perempuan di New Delhi.
Ketika di usia 19 tahun Shyamala lulus dan berhasrat melanjutkan pendidikan ke Amerika, ayahnya tak melarang. Sikap itu melangkahi adat bahwa perempuan dari kasta Brahmana lazimnya dilarang pergi ke luar negeri sebelum menikah. Bahkan sang ayah mendukung penuh dengan membiayai kuliah Shyamala di Universitas California Berkeley dan biaya hidup pada tahun pertama dari tabungan pensiunannya.
“Di masa itu (1950-an), jumlah perempuan lajang India yang pergi ke Amerika untuk kuliah – mungkin tak sampai dua digit. Tetapi ayah saya orang yang terbuka. Dia bilang, ‘jika kamu diterima masuk, maka pergilah,’” ungkap Balachandran Gopalan, adik Shyamala, kepada LA Times, 25 Oktober 2019.
Baca juga: Darah Aktivis Kamala Harris
Dalam otobiografi Kamala Harris, The Truths We Hold: An American Journey, Kamala juga menceritakan bagaimana ibunya bertemu ayahnya, Donald Jasper Harris, di kampus yang sama. Perbedaan keyakinan, di mana Donald Harris seorang Nasrani, tak menghalangi keduanya bersatu ke jenjang pernikahan pada 1963.
Shyamala dan Donald pertamakali bertemu dalam sebuah rapat Afro American Association di Berkeley pada musim gugur 1962. Saat itu Donald menjadi salah satu pembicaranya.
Awalnya hubungan Shyamala-Donald tak disetujui karena Shyamala sudah dijodohkan. “Ibu saya diharapkan pulang ke India setelah lulus karena orangtuanya sudah mengatur perjodohannya. Diasumsikan ibu saya akan menurut. Namun takdir berkata lain. Ibu dan ayah saya bertemu dan jatuh cinta di Berkeley saat ikut pergerakan HAM. Pernikahan dan keputusannya tinggal di Amerika adalah puncak dari tindakan menentukan nasibnya sendiri atas nama cinta,” tulis Kamala.
Orangtua Shyamala akhirnya memberi restu setelah Donald datang ke India untuk meminta izin menikahi Shyamala.
“Saya membayangkan betapa sulit bagi orangtuanya merelakan ibu saya pergi, namun ibu saya mendapat restu pindah ke California dan kakek saya tak melarang. Dia masih remaja saat masuk Berkeley pada 1958 untuk mengejar gelar S-2 dalam bidang nutrisi dan endokrin, mengejar cita-citanya menjadi peneliti kanker payudara,” sambungnya.
Baca juga: Tetsu Nakamura Sang Samurai Kemanusiaan
Shyamala tetap giat dalam perkuliahan dan aktivitasnya menyerukan HAM dan anti-Perang Vietnam kala kemudian mengandung Kamala. Gelar PhD-nya juga sukses diraihnya pada Februari 1964 dengan tesis “The Isolation and Purification of a Trypsin Inhibitor from Whole Wheat Flour”.
Shyamala kemudian bekerja di Departemen Zoologi dan Laboratorium Riset Kanker Berkeley hingga punya anak kedua, Maya Lakhsmi Harris, yang lahir pada 1967. Namun biduk rumah tangga Shyamala-Donald retak pada 1969. Dua tahun berselang keduanya bercerai.
“Mereka berpisah tak lama setelah ayah mengambil pekerjaan di Universitas Wisconsin. Mereka tak memperebutkan uang, melainkan buku-buku. Saya sering berpikir seandainya mereka saat itu sudah lebih matang secara emosional dan usia, mungkin pernikahan mereka akan bertahan,” kata Kamala yang tak pernah tahu penyebab perceraian kedua orangtuanya.
Shyamala pun menjadi ibu tunggal ketika membesarkan kedua putrinya di sebuah duplex di Bancroft Way, Berkeley. Namun, itu bukan satu-satunya beban berat yang dipikulnya.
“Saya pikir, buat ibu saya perceraian merepresentasikan kegagalan yang tak pernah ia perkirakan. Pernikahannya saja sudah laiknya pemberontakan. Menjelaskannya kepada orangtuanya sudah sulit. Menjelaskan tentang perceraian, saya bayangkan, lebih sulit lagi,” tambahnya.
Meski Kamala memeluk Nasrani mengikuti kepercayaan ayahnya, Shyamala tetap memperkenalkan budaya dan tradisi India kepada anak-anaknya.
“Kamala mengenal semua mitos dan tradisi Hindu dan Kamala sama-sama nyaman berada di kuil maupun di gereja. Saya memberi nama Kamala terinspirasi dari Dewi Lakshmi. Sebuah budaya yang menyembah dewa-dewi menghasilkan para perempuan tangguh. Oleh karenanya Kamala juga sering mengunjungi Kuil Shiva Vishnu di Livermore. Keluarga saya selalu menginginkan anak-anak bisa belajar tradisi, terlepas di mana mereka lahir,” kata Shyamala, dikutip Peter Schweizer dalam Profiles in Corruption: Abuse of Power by America’s Progressive Elite.
Baca juga: Mula Kristen di Sri Lanka
Shyamala kemudian memboyong dua putrinya ke Montreal, Kanada, lantaran menerima dua pekerjaan sekaligus di Lady Davis Institute for Medical Research dan Fakultas Medis Universitas McGill. Sepanjang karier penelitiannya yang berfokus pada pertautan hormon progesteron dan kanker payudara, Shyamala setidaknya berhasil menghasilkan tujuh laporan jurnal kesehatan.
“Estrogenic of Murine Uterine 90-kilodaton Heat Shock Protein Gene Expression” sebagai jurnal pertamanya terbit pada Agustus 1989 dan “Cellular Expression of Estrogen and Progesterone Receptors in Mammary Gland: Regulation by Hormones Development and Aging” sebagai jurnal terakhirnya terbit pada 2002. Penelitian terakhirnya dilakoni Shyamala ketika sudah kembali ke Lawrence Berkeley National Laboratory, California seraya aktif di organisasi amal Breast Cancer Action.
Pada 11 Februari 2009, Shyamala mengembuskan nafas terakhir di usia 70 tahun setelah menderita kanker usus besar. Jenazahnya dikremasi dan abunya dibawa Kamala untuk dilarung di pantai selatan Chennai sesuai tradisi Hindu.
“Breast Cancer Action menyatakan penghormatannya kepada Shyamala G. Harris. Seorang ilmuwan terkemuka dunia yang juga sahabat baik Breast Cancer Action. Karya penelitian Harris dalam mengisolasi dan menggolongkan gen reseptor progesteron mengubah pemahaman medis akan respons hormon dalam jaringan payudara. Penemuannya memicu banyak kemajuan mengenai peran progesteron dan sel reseptornya dalam biologi dan kanker payudara,” demikian pernyataan Breast Cancer Action, 21 Juni 2009.
Ayah Ekonom Marxis
Sebagaimana ibundanya, ayah Kamala Harris, Donald Joseph Harris, juga bukan berasal dari keluarga sembarangan. Lahir Brown’s Town, Provinsi Saint Ann, Jamaika pada 23 Agustus 1938, Donald merupakan buah hati pasutri keturunan tuan tanah dan pemilik budak Oscar Joseph Harris dan Beryl Christie Finnegan.
Lewat artikel bertajuk “Reflections of a Jamaican Father” yng dimuat laman diaspora Jamaika, Jamaica Global, 14 Januari 2019, Donald menguraikan nenek moyang dari garis ayah dan ibunya lebih detail.
Baca juga: Kakek Donald Trump Korban Pandemi
“Akar keluarga, sepengetahuan saya, dari garis ayah ada sosok nenek, Miss Chrishy (Christiana Brown), keturunan Hamilton Brown yang dalam catatan sejarahnya adalah pemilik budak dan perkebunan serta pendiri kota Brown’s Town. Nenek dari ibu saya, Miss Iris (Finnegan), adalah petani dan pengajar dari Aenon Town dan Inverness,” terang Harris.
“Nama Harris berasal dari kakek di garis ayah, Joseph Alexander Harris, seorang tuan tanah dan eksportir cengkeh dan rempah-rempah. Dia meninggal setahun setelah saya lahir (1939). Kedua nenek saya punya pengaruh besar dalam masa kecil saya. Miss Chrishy sosok yang disiplin, sementara Miss Iris adalah orang paling lembut yang pernah saya temui,” kenangnya.
Sang nenek Chrishy lebih senang berdagang dengan membuka toko. Sementara ayahnya mengurusi perkebunan keluarga.
Dengan latar belakang keluarganya itu, Donald tumbuh dengan minat yang besar akan bidang ekonomi. Maka setelah lulus dari SMA di Titchfield High School, Donald melanjutkan studi ke University College of the West Indies untuk pendidikan strata-1 dan Universitas California Berkeley untuk strata-2 lewat program beasiswa.
Baca juga: Sekelumit Kisah Mahathir Mohamad
Donald bertemu Shyamala Gopalan di sebuah rapat asosiasi pelajar kulit hitam pada 1962 dan menikah setahun berikutnya. Biduk rumah tangganya tak bertahan lama, mereka bercerai pada 1971. Meski berpisah, Donald sebisa mungkin tetap mengunjungi Kamala dan Maya, dua buah hatinya hasil pernikahan dengan Shyamala.
Ketidakmampuannya untuk sering menengok buah hatinya disebabkan karena kesibukannya sebagai profesor ekonomi di Universitas Wisconsin kemudian Universitas Stanford. Ia acap jadi dosen tamu di beragam kampus, bahkan hingga ke Meksiko, Brasil, dan Malaysia.
Disertasinya semasa di Berkeley, “Inflation, Capital Accumulation and Economic Growth: A Theoretical and Numerical Analysis”, merupakan pemikirannya tentang pembangunan ekonomi yang terinspirasi dari para pemikir ekonomi seperti Karl Marx hingga John Maynard Keynes. Lantaran banyak memakai metode Karl Marx saat mengajar, Donald dijuluki Suratkabar The Stanford Daily, 3 November 1976, sebagai akademisi “Marxis”. Penggunaan metode Marxis oleh Donald bahkan pernah bikin resah para koleganya di Stanford.
Baca juga: Di Balik Kelanggengan Pemerintahan Shinzo Abe
“Sebuah argumentasi muncul dua tahun lalu di Departemen Ekonomi dalam oposisi terhadap penunjukan Prof. Donald Harris secara permanen, seorang akademisi Marxis, di mana keahliannya sebagai dosen menarik minat para mahasiswanya untuk mendalami pemikirannya,” tulis suratkabar itu.
“Beberapa pengajar Fakultas Ekonomi memerhatikan efek pada sejumlah mahasiswa Harris: (1) adanya sebuah sinyal di mana mahasiswa tak mampu memilih mata kuliah-mata kuliah penting untuk pendidikannya dan (2) sebuah demonstrasi tentang bahayanya cara mengajar yang mengakibatkan melebarnya fokus mahasiswa,” lanjutnya.
Meski pemikirannya tak terlalu diterima di Amerika, pemikiran Donald bisa diterima baik di negeri asalnya, Jamaika. Pada 1990-an, Donald sempat pulang ke Jamaika untuk mengaplikasikan teorinya demi pembangunan. Sebelumnya, dia telah melakukan riset mendalam tentang ekonomi makro dan mikro di Jamaika.
Baca juga: Oligarki Zaman Kuda Gigit Besi hingga Era Jokowi
Hasilnya, pemerintah Jamaika menetapkan National Industrial Policy (NIP) pada 1996. Inti dari kebijakan itu adalah, dorongan inisiatif dan kerangka legalitas dari pemerintah kepada sektor-sektor swasta sebagai alat untuk bernegosiasi demi menarik investasi asing.
Pada 2011, pemikiran Donald membuahkan Growth Inducement Strategy (GIS). Inti GIS adalah strategi proaktif pemerintah dan sektor swasta dalam kerjasama untuk membangun lingkungan investasi yang stabil dengan di-endorse IMF.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar