Sang Orator Keluar dari Penjara
Selepas dari penjara, Sukarno tak ingin disambut dengan perayaan. Dia hanya mendamba belaian istrinya.
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) akhirnya bebas setelah menjalani masa kurungan penjara dua tahun. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini jadi terhukum karena didakwa melakukan penistaan agama. Kebebasan BTP disambut sukacita oleh para pendukungnya. Namun dari sekian banyak yang menanti kebebasan BTP, tak tampak sang istri Veronica Tan. Keduanya memutuskan bercerai ketika BTP masih dalam penjara.
Pengalaman bebas dari bui juga mewarnai perjalanan hidup Sukarno. Pada akhir 1929, Sukarno - yang kelak menjadi presiden pertama Indonesia – masuk penjara. Pasalnya, pidato dan aktivitas politik Sukarno dalam PNI meresahkan pemerintah kolonial. Pengadilan Landraad Bandung menjerat Sukarno tuduhan De Haatzaai Artikelen” atau penyebaran ujaran kebencian. Mula-mula dia ditahan di penjara Banceuy kemudian penjara Sukamiskin, Bandung.
Baca juga: Basuki Tjahaja Purnama dan Pidato Sukarno
Sukarno bebas dari penjara pada 31 Desember 1931. Menjelang Sukarno meninggalkan gerbang penjara, pemerintah kolonial malah harap-harap cemas. Khawatir kalau Sukarno akan kembali berpolitik atau membangun lagi kekuatan organisasinya.
“Belanda telah menjalankan daya-upaya untuk mencegah agar kebebasanku jangan menimbulkan pawai dari rakyat,” ujar Sukarno kepada Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Meski menerima putusan bebas, Sukarno belum dibiarkan tenang. Polisi tetap memantaunya.
Rencana Pawai
Kabar kebebasan Sukarno adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu segenap simpatisannya. Sanak saudara, kawan, hingga para pendukung dari tempat jauh maupun dekat, datang menuju gerbang penjara Sukamiskin. Mereka yang dari luar kota bahkan sudah sehari sebelumnya berada di Bandung.
“Pembebasan Sukarno dari tahanan merupakan sebuah kejadian yang sungguh-sungguh-sungguh dramatis,” tulis sejarawan Monas University, John David Legge dalam Sukarno: Biografi Politik.
Baca juga: Sukarno dan Johny Indo Menemukan Tuhan di Penjara
Sukarno dalam otobiografinya mengenang suasana saat pembebasannya. Ratusan orang berbaris dengan rapi di pinggir jalan sedari jam tujuh pagi. Mereka mengelu-elukan Sukarno dalam suasana kemenangan kembali ke Bandung. “Peristiwa itu menggembirakan sekali dan aku dikuasai oleh perasaan haru,” katanya.
Melihat kerumunan massa, polisi tak tinggal diam. Mereka menghentikan iring-iringan penyambut Sukarno sebelum sampai ke gerbang penjara. Arak-arakan yang terdiri dari delapan mobil dan rombongan delman yang ada dalam bawah pengawasan polisi itu dibiarkan menunggu di luar kompleks penjara. Dimana-mana pasukan patroli mengawasi.
Diantara para penjemput tampak rekan-rekan seperjuangan Sukarno dalam gerakan nasionalis. Mereka antara lain: Husni Thamrin, Ali Sastroamidjojo, Sartono, Anwari, Muhammad Yamin, Amir Sjarifuddin. Yang paling spesial tentu saja sang istri tercinta: Inggit Garnasih.
Baca juga: Cita-cita Sukarno Tertinggal di Jalan M.H. Thamrin
Inggit yang Setia
Kendati pawai penjemputan urung dilakukan, rasa sukacita tetap menyambut kebebasan Sukarno. Hanya Inggit, Ratna Djuami – putri angkat Inggit dengan Sukarno – dan Husni Thamrin yang dibolehkan masuk rumah tahanan menjemput Sukarno secara langsung. Inggit menuturkan betapa gelisah hatinya menanti Sukarno.
“Betapa gelisahnya aku waktu itu tak perlu lagi aku beberkan. Barangkali tak beda dengan sewaktu aku akan dinikahkan dengannya sekian tahun yang lalu,” kenang Inggit kepada Ramadhan K.H. dalam Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno.
Sejurus kemudian, Sukarno keluar dengan mengenakan pakaian orang bebas. Inggit menyambutnya. Omi – panggilan Ratna Djuami – malah berlari mendatangi ayahnya. Sukarno mendekap Omi dengan ciuman dan pelukan. Pun kemudian, Sukarno mencium mesra pipi Inggit. Tak hanya keluarga ini yang berbahagia. Direktur penjara ikut menunjukkan tarikan wajah gembira juga.
Apa yang begitu dirindukan Sukarno selepas keluar dari kerangkeng penjara? Setiba di rumah, Sukarno mengakui yang diinginkannya bukanlah pesta penyambutan atau perayaan kemenangan. Bukan pula tempat tidur yang nyaman ataupun kamar mandi yang bersih – yang tak pernah dirasakannya selama di penjara.
Baca juga: Si Bung dan Buku
“Yang pertama-tama kuinginkan adalah seorang perempuan. Akan tetapi walaupun bagaimana, rupanya kehendak ini terpaksa mengalah dulu,” kata Sukarno.
Niatan Sukarno untuk melepaskan hasrat batinnya sebagai seorang suami tertunda dulu. Sejak hari pertama dia keluar dari penjara, silih berganti handai taulan mengunjungi rumahnya. Tetamu itu ingin bertemu atau sekedar mengucapkan selamat atas kebebasan Sukarno.
“Karena soal-soal sekunder lebih mendesak ke muka. Ratusan orang datang menyerbu siang dan malam hendak melihatku.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar