Saat Soeharto Mengisap Cerutu
Suasana hati Soeharto dapat dikenali dari caranya mengisap cerutu.
COBA telusuri gambar Presiden Soeharto melalui mesin pencari google. Anda pasti menemukan beberapa foto dia yang sedang mengisap cerutu. Ya, selain gemar kretek, dia juga penikmat cerutu.
“Biasanya diisap saat santai, seperti waktu pergi mancing atau acara tidak resmi lainnya,” tulis Suryadi A.P. dalam Off The Record Vol. 1.
Perdana Menteri Italia Giovanni Goria tahu kalau Soeharto suka cerutu. Ketika dia dan istrinya berkunjung ke Indonesia pada 6-7 Januari 1988, dia menghadiahkan cenderamata tempat cerutu antik. Sementara Soeharto memberikan cenderamata berupa keris Bali dan kemeja batik sutera.
Bagi para menterinya, Soeharto menyedot cerutu itu lebih dari sekadar merokok. Ada kode di balik itu karena mengisap cerutu bagian dari komunikasinya.
Menurut Tjipta Lesmana dalam Dari Soekarno Sampai SBY, komunikasi Soeharto memang penuh simbol. Dia kuat dengan bahasa nonverbal: angguk-angguk kepala, senyum, mengisap cerutu, bibir yang ditutup rapat-rapat, wajah murung, dan sebagainya. Hanya orang-orang yang sudah lama berinteraksi dengannya memahami pola komunikasinya.
Misalnya, menurut Jenderal Rudini, Kepala Staf Angkatan Darat (1983-1986), jika Soeharto sedang mengisap cerutu, apalagi jalan mondar-mandir di tempat tatkala menghadap, itu pertanda dia sedang in good mood (hatinya sedang raing). Dan kalau kita lapor, suasananya pasti enak.
Azwar Anas, menteri perhubungan (1988-1993), juga mengenali bagaimana suasana hati Soeharto ketika dia mengisap cerutu. Namun, pada tahun-tahun terakhirnya, Soeharto tidak merokok karena dilarang dokter. Sebagai gantinya, dia hanya menggigit-gigit cerutu. Dia punya kotak cerutu besar dan kecil.
“Nah, jika Soeharto menggigit-gigit cerutu besar, itu pertanda mood Soeharto sedang baik. Hati dan pikirannya sedang terbuka. Tetapi jika ia menggigit-gigit cerutu kecil, hati-hati, karena itu pertanda pikirannya penuh masalah dan yang hidup di hatinya tak dapat diduga,” kata Azwar Anas dalam biografinya Teladan dari Ranah Minang karya Abrar Yusra.
Lain para menteri, lain pula penyair WS Rendra dalam menangkap pesan dari cerutu. Dia membuat “Sajak Sebatang Lisong” pada 1977. Berikut petikan puisinya: Menghisap sebatang lisong / melihat Indonesia Raya / mendengar 130 juta rakyat / dan di langit / dua tiga cukong mengangkang / berak di atas kepala mereka.
Menurut Bakdi Soemanto dalam Rendra: Karya dan Dunianya, yang dimaksud dengan lisong adalah cerutu. Di Indonesia, tidak banyak orang merokok cerutu. Jika ada yang menyedot cerutu, pastilah mereka orang kaya. Jika ada pastor yang suka menyedot cerutu, biasanya pastor itu berasal dari Belanda; jika ada pastor berkulit coklat, mungkin, pastor asli Indonesia itu terkena pengaruh.
“Akan tetapi,” tulis Bakdi Soemanto, “sebagai sebuah sajak sindiran, sebatang lisong lebih diarahkan kepada orang-orang kaya, para pejabat tinggi negara dan mungkin juga mengingatkan pembaca kepada Soeharto yang juga mempunyai kebiasaan mengisap cerutu.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar