Rahasia Kennedy tentang Sukarno
Sukarno memuji Kennedy sebagai presiden terbaik yang dimiliki Amerika Serikat. Bagaimana Kennedy sendiri memandang Sukarno?
Di masa kepresidenan Sukarno, tahun 1961 barangkali menjadi titik balik hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Periode penuh kerikil dan subversi berhadapan dengan Presiden Dwight D. Eisenhower berakhir. John Fitzgerald Kennedy, senator muda dari Partai Demokrat menggantikannya.
“Inilah orang yang mempunyai pikiran progresif,” kata Sukarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang dituliskan Cindy Adams.
Kennedy, menurut Sukarno punya kepribadian yang lebih luwes daripada pendahulunya. Dalam cita-cita politik, Sukarno mengakui antara dirinya dan Kennedy banyak kesamaan. Tapi, cara Kennedy memperlakukan dirinya merupakan pengalaman paling berkesan di hati Sukarno.
Baca juga:
“Kennedy adalah orang yang sangat ramah dan menunjukkan persahabatan terhadapku. Dia membawaku ke tingkat atas, ke kamar tidurnya sendiri dan di sanalah kami bercakap-cakap,” kenang Sukarno.
Kesan itulah yang ditangkap Sukarno waktu pertama kali bersua dengan Kennedy. Pada musim semi 24 April 1961, Sukarno berkunjung ke Washington atas undangan dari Kennedy sendiri. Kennedy menerima secara langsung kedatangan Sukarno dengan upacara penyambutan sekaligus pawai militer.
Sambutan demikian, seperti dituturkan Howard Palfrey Jones dalam memoarnya Indonesia The Possible Dreams sungguh berkenan bagi Sukarno. Saat itu, Jones merupakan duta besar AS untuk Indonesia yang cukup dekat dengan Sukarno. Sukarno kemudian datang lagi ke AS untuk kali kedua pada September tahun yang sama. Pada pertemuan itu, Sukarno berperan sebagai utusan KTT Non-Blok bersama Presiden Mali Modibo Keita.
Baca juga:
Howard Jones, Duta Besar AS Karib Sukarno
Dalam pertemuan-pertemuan itu, Sukarno dan Kennedy membincangkan banyak hal. Mulai dari kondisi dunia yang mengalami perang dingin, nasionalisme di negara berkembang, hingga bantuan ekonomi kepada Indonesia. Mereka sempat bersilang pendapat soal Irian Barat. Namun keduanya sepakat bahwa tidak ada tempat bagi kolonialisme.
Dibalik keakraban yang terlihat, ternyata Kennedy punya pandangan lain terhadap Sukarno. Hal ini diungkapkan penulis biografi Kennedy, Arthur Schlesinger, Jr dalam A Thousand Days: John F. Kennedy in The White House. Di masa kepresidenan Kennedy, Schlesinger adalah pejabat staf Gedung Putih sebagai asisten khusus presiden.
“Pertemuan-pertemuan Sukarno dengan Kennedy tidak menjadi sebuah kesuksesan besar. Keangkuhan Sukarno menonjol keluar dan kesediaannya untuk saling tukar-menukar pendapat secara rasional tampak terbatas,” ungkap Schlesinger.
Baca juga:
Sukarno seperti ditulis Schlesinger memberi kesan sebagai seorang politikus yang cakap. Tetapi, Sukarno menyia-nyiakan kesempatan untuk membina perkembangan negaranya. Bung Besar lebih mengutamakan citra di panggung dunia dan memegahkan diri.
Kennedy memang menganggap Sukarno sebagai salah satu pemimpin negeri Asia yang berpengaruh. Seorang demagog nasionalis yang hebat, dipuja oleh rakyatnya dan menikmati pemujaannya. Namun, Sukarno memandang Barat dengan penuh ketidaksukaan. Perasaan itu dapat dimengerti kalau mengingat keterlibatan AS dalam upaya penggulingannya melalui tangan kotor CIA pada 1958.
Menurut Schlesinger, Kennedy bersungguh-sungguh berupaya menahan kecenderungan Indonesia ke blok komunis. Dia tahu bahwa Sukarno sudah berpaling ke Moskow untuk mendapatkan senjata-senjata yang diperlukan sehubungan dengan masalah Irian Barat. Kennedy pun berkeinginan memperkuat kekuatan-kekuatan anti-komunis, khususnya militer, guna menjamin agar Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak menjadi pewaris kekuasaan apabila terjadi sesuatu dengan Sukarno.
“Untuk semua ini, bagaimanapun juga, Presiden menganggap Indonesia, negara berpenduduk seratus juta orang ini, yang kaya akan minyak, timah, dan karet, sebagai salah satu negara yang berpotensi signifikan di Asia,” tulis Schlesinger.
Apakah Sukarno mengetahui misi tersirat tersebut? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi yang jelas, Kennedy di mata Sukarno adalah Presiden AS yang dapat memahami jalan pikirannya. Otobiografi Sukarno yang dituturkan kepada Cindy Adams setidaknya menggambarkan betapa Kennedy punya tempat yang khusus. Sukarno menyebut nama Kennedy lebih banyak dari semua presiden AS yang dia kenal.
Baca juga:
Tragedi penembakan Kennedy di Dallas, Texas pada 22 November 1963, sungguh jadi kabar yang mengguncang Sukarno. Padahal, Sukarno telah menyiapkan gedung tamu agung di Istana Merdeka sebagai tempat penyambutan kedatangan Kennedy yang direncanakan berkunjung pada Mei 1964. Sungguh sayang, Kennedy yang dinanti-nanti tidak pernah datang.
Pada waktu Sukarno ditawari Brigjen Sabur (komandan Resimen Tjakrabirawa) untuk menyaksikan film pembunuhan Kennedy, Sukarno dengan halus menolak. Film itu diperoleh melalui ajudan Sukarno yang sedang belajar di Amerika, Kolonel CPM Sutardhio. Sebagaimana dikisahkan Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967, Sukarno berkata dalam nada pilu, “Saya tidak sampai hati melihatnya, John Kennedy adalah sahabat saya.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar