Proklamasi Kemerdekaan sampai di Banten
Perempuan ini dengan berani menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan merah putih.
BERITA kekalahan Jepang yang disusul Proklamasi kemerdekaan sampai ke Banten pada 20 Agustus 1945. Berita itu dibawa oleh para pemuda: Pandu Kartawiguna, Ibnu Parna, Abdul Muluk dan Azis, yang diutus oleh Chaerul Saleh, wakil ketua dan sekretaris Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang bermarkas di Menteng 31 Jakarta. Para anggota API diutus ke berbagai daerah termasuk Banten untuk menyebarkan berita proklamasi.
Berita gembira itu terutama disampaikan kepada tokoh Banten yaitu K.H. Ahmad Chatib, K.H. Sjamun, dan Zulkarnain Surya, serta tokoh pemuda seperti Ali Amangku dan Ajip Dzuhri. Chaerul Saleh juga mengamanatkan agar para tokoh dan pemuda di Serang segera merebut kekuasaan dari Jepang. Maka, Ali Amangku mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Sedangkan API Puteri dipimpin oleh Sri Sahuli.
“Sri Sahuli bersama Jimambang, temannya, adalah dua pemudi yang mempelopori penurunan bendera Jepang pada 22 Agustus 1945 di Hotel Vos Serang (sekarang kantor Kodim Serang) dan menggantinya dengan memasang sang saka Merah Putih. Dan sejak saat itu semua kantor pemerintahan maupun swasta di Banten mengibarkan Merah Putih,” tulis Matia Madjiah dalam Kisah Seorang Dokter Gerilya dalam Revolusi Kemerdekaan di Banten.
Dokter gerilya yang dimaksud adalah Satrio, dokter Divisi I Banten. Matia Madjiah sendiri dipindahkan dari Bandung Selatan ke Banten untuk membantu dr. Satrio sebagai komandan peleton kesehatan dengan pangkat letnan muda.
Menurut Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari dalam Catatan Masa Lalu Banten, adanya penurunan bendera itu menunjukkan bahwa para pemuda semakin berani bertindak dan mulai giat menggerakkan kekuatan rakyat Banten untuk melucuti dan merebut kekuasaan dari tangan serdadu Jepang.
Sri Sahuli juga memberikan pelatihan PPPK (pertolongan pertama pada kecelakaan) kepada pemudi lulusan SMP. Dengan laskar wanitanya yang merupakan bagian dari API, Sri Sahuli membangkitkan semangat para pemudi di seluruh Banten.
“Sebagian dari anggotanya membantu tugas-tugas intel," kata Matia Madjiah. "Sri Sahuli sendiri sering menyamar sebagai gadis desa, menyusup ke garis depan."
Banyak pula anggota laskar wanita itu bekerja di dapur umum atau mendirikan pos-pos PMI. Para anggota PMI inilah yang banyak membantu tugas-tugas kesehatan tentara di garis depan, antara lain di Tenjo, Maja, Balaraja, Cikande, dan Jasinga.
Baca juga:
Proklamasi Versi Sumatera
Perempuan dalam Proklamasi Kemerdekaan
Kisah Berita Proklamasi dalam Bahasa Daerah
Berita Proklamasi Bergema dari Australia ke Papua
Tambahkan komentar
Belum ada komentar