Perjalanan Prabowo Menuju Menteri Pertahanan
Meniti jalan berliku sebagai tentara, pengusaha, dan politisi. Kini Prabowo mengabdikan diri untuk negara sebagai menteri yang bertugas menjaga kedaulatan bangsa.
PRESIDEN Joko Widodo telah mengumumkan jajaran menterinya untuk Kabinet Indonesia Maju. Sebanyak 34 menteri diperkenalkan Jokowi di Istana Negara. Ada satu nama anyar yang menduduki kursi Menteri Pertahanan: Prabowo Subianto. Meski telah santer diberitakan, penunjukan Prabowo terbilang mengejutkan. Joko Widodo dan Prabowo sempat bertarung dalam dua kali gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres). Kini, keduanya akan bahu-membahu menjalankan roda pemerintahan.
“Tugas beliau saya tidak usah menyampaikan. Saya kira beliau lebih tahu daripada saya,” kata Jokowi saat memperkenalkan Prabowo sebagai menterinya.
Prabowo lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo pakar ekonomi Universitas Indonesia yang juga tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Di era Sukarno, Soemitro pernah jadi Menteri Keuangan yang kemudian membelot dalam gerakan oposisi PRRI-Permesta. Akibat sikap politik ayahnya, Prabowo mengisi masa kecilnya dengan hidup berpindah dari negara ke negara.
Bakat militer dalam diri Prabowo memang sudah terlihat sedari bocah. Saat tinggal di Hongkong sekira tahun 1959, Bowo – panggilan kecilnya – gemar main perang-perangan bersama karibnya. Dia pun tidak segan meminjam bedil milik ayah seorang kawannya. Menurut teman-temannya semasa di Hongkong, Prabowo adalah anak yang berani dan cenderung cepat marah. Namun, kemarahannya itu juga cepat hilang.
Baca juga: Kisah Bowo Anak Kebayoran
Sewaktu bermukim di Malaysia, Bowo kerap dirundung kawan sekolahnya yang suka mengolok-olok Presiden Sukarno. Hubungan Indonesia dengan Malaysia saat itu sedang memanas. Bowo kecil meluapkan kejengkelannya pada sang ayah.
“Saya tahu Papi berseberangan dengan Sukarno. Tapi saya tidak tahan, semua meledek negara kita. Kalau sampai satu tahun lagi saya di sini, saya akan menjadi pro Sukarno,” demikian ucapan Bowo sebagaimana tercatat dalam biografi Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang yang ditulis Hendra Esmara dan Heru Cahyono.
Pada 1967, Prabowo pulang ke Indonesia seiring dengan pergantian rezim ke Orde Baru. Dia banyak bergaul dengan aktivis muda PSI, termasuk aktivis politik cum intelektual Soe Hok Gie. Prabowo bahkan pernah meminjamkan sepatu gunungnya kepada Gie yang dikenal doyan naik gunung. Bersama Jopie Lasut, Prabowo sempat aktif dalam kegiatan sosial dengan mendirikan Korps Lembaga Pembangunan. Korps ini tidak berjalan lama karena Prabowo memilih berkarier di ketentaraan.
Baca juga: Prabowo di Mata Soe Hok Gie
Prabowo memasuki dunia militer sebagai taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bagian Umum dan Darat (AKABRI UDARAT) di Magelang pada1970. Selama empat tahun, Prabowo menempuh masa pendidikan, Prabowo telat setahun sebagai hukuman karena disebut-sebut pernah terlibat baku hantam dengan kawan seangkatannya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut pengamat politik LIPI Hermawan Sulistyo, SBY melaporkan Prabowo dan kawan-kawannya yang bolos ke Jakarta untuk urusan pribadi. Kisah “penggebukan” ini belakangan dibantah oleh juru bicara Prabowo dan SBY namun Hermawan tidak dituntut atas narasi tersebut.
Berpangkat letnan dua, Prabowo turun ke kancah tempur pada 1976. Timor-Timur menjadi palagan perdananya sebagai Komandan Peleton Grup I Kopassandha (kini Kopassus). Ketika Detasemen 81- unit pasukan anti-teror pertama milik Kopassandha – dibentuk, Prabowo menjadi wakil komandannya. Pada 1983, Kapten Prabowo menikahi Siti Hediyanti, putri ke-4 Presiden Soeharto yang akrab disapa Titik. Sejak menjadi menantu RI-1, karier Prabowo melesat. Jenjang keperwiraan menengah dilaluinya dengan cepat.
Pada 1995, Prabowo naik ke jenjang perwira tinggi sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Bintang satu melekat di pundaknya. Semasa menjadi orang nomor satu di korps pasukan elite berbaret merah inilah Prabowo menorehkan prestasi paling membanggakan dalam karier militernya. Prabowo turun langsung memimpin operasi pembebasan Tim Ekspedisi Lorentz ’95 yang disandera oleh gerilyawan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Misi penyelamatan sandera yang dikenal dengan nama “Operasi Mapenduma” itu berakhir gemilang. Para sandera berhasil diselamatkan kendati beredar isu yang menyebutkan operasi dibantu pasukan asing. Pasca Operasi Mapenduma, Brigjen Prabowo Subianto dielu publik sebagai pahlawan. Dari Danjen Kopasus, Prabowo moncer menjadi Panglima Komando Strategis AD (Kostrad).
Tahun 1998 merupakan titik pudar bagi Prabowo. Mertuanya, Presiden Soeharto dilengserkan oleh kekuatan rakyat yang menuntut reformasi. Prabowo sempat pula bersitegang dengan Presiden Habibie yang serta merta mencopotnya dari jabatan Panglima Kostrad. Pangkal persoalannya, Habibie mendengar rumor dari Panglima ABRI Jenderal Wiranto tentang pengerahan pasukan Kostrad yang bergerak menuju Jakarta, termasuk Istana Negara. Muncullah isu Prabowo ingin kudeta.
Menurut Sintong Panjaitan yang saat itu bertindak sebagai penasihat Habibie bidang pertahanan dan keamanan, tidak terbukti bahwa Prabowo akan melakukan kudeta. Namun, dalam mengolah situasi keamanan, Habibie harus bersegera mengambil keputusan. Apa pertimbangannya?
“Karena Prabowo memiliki 11.000 orang pasukan yang 90 persen diantaranya berada di Jakarta, sehingga memungkinkan ia melakukan kudeta,” kata Sintong kepada penulis biografinya Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan: Perjalanan Prajurit Komando.
Baca juga: Habibie dan Sang Jenderal
Prabowo sendiri mengakui pengerahan pasukan itu semata-mata untuk melindungi Habibie. Namun, Prabowo keburu diperintahkan menyerahkan pasukan dan jabatannya. Pergumulan yang dialami Prabowo belum usai. Kisruh politik menyebabkan rumah tangganya bersama Titik bubar. Namanya pun dikaitkan dengan penculikan terhadap sejumlah aktivis pro-reformasi yang dilakukan oleh Tim Mawar – tim kecil dalam Kopassus. Tidak lama kemudian, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memberhentikan Letnan Jenderal Prabowo Subianto dengan hormat dari kedinasan militer.
Selepas menanggalkan seragam tentara, Prabowo mengasingkan diri dari tanah air. Bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo, Prabowo merintis bisnis sebagai pengusaha di berbagai sektor mulai dari tambang, industri kertas, hingga energi. Untuk beberapa tahun lamanya sebagaimana dilansir laman resmi prabowosubianto.info, Prabowo menetap di Jerman dan Yordania.
Pada 2004, Prabowo kembali ke Indonesia. Dia memulai debutnya sebagai politisi dari Partai Golkar. Di partai berlogo pohon beringin itu, Prabowo gagal melaju ke bursa calon presiden setelah kalah bersaing dengan Wiranto dalam konvensi partai. Pada 2008, Prabowo mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
“Nama Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim sendiri. Sedangkan lambang kepala burung garuda digagas oleh Prabowo Subianto,” tulis laman resmi Partai Gerindra, partaigerindra.or.id.
Baca juga: Pesan Soeharto bagi yang Kalah Pemilu
Pada Pilpres 2009, Prabowo mendampingi Megawati dari PDIP sebagai calon wakil presiden namun kalah dari pasangan SBY-Boediono. Dalam Pilpres 2014, Prabowo maju sebagai calon presiden didampingi Hata Rajasa berhadapan dengan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Satu periode berselang, Prabowo kembali bertarung dengan Joko Widodo yang berstatus petahana di Pilpres 2019. Di periode keduanya memerintah, Joko Widodo mempercayakan Prabowo Subianto untuk ikut menjaga kedaulatan negara sebagai Menteri Pertahanan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar