Penghargaan untuk Tan Malaka
Setelah nama jalan, Tan Malaka akan diabadikan menjadi nama rumah sakit di Kabupaten Limapuluh Kota.
Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota berencana membangun rumah sakit dengan nama Tan Malaka. “Pembangunan rumah sakit Tan Malaka akan dimasukan dalam RPJM Kabupaten Limapuluh Kota,” kata Wakil Bupati Ferizal Ridwan.
Pernyataan itu disampaikannya dalam diskusi bertema “Tan Malaka, Islam, dan Gerakan Mencapai Indonesia Merdeka” yang digelar Tan Malaka Institute di rumah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, 23 April 2016.
Acara itu dihadiri lebih dari 100 orang. Hadir pula para penghulu (niniak mamak) dari Nagari Pandam Gadang dan nagari sekitar. Mereka datang lengkap dengan simbol-simbol penghulu yang menandaskan bahwa Tan adalah pucuk pimpinan adat di sana.
Dalam acara tersebut muncul juga ide mendirikan Universitas Tan Malaka dan pemindahan makam Tan dari Selopanggung, Kediri, ke Tamam Makam Pahlawan Kalibata Jakarta atau kampung halamannya di Pandam Gadang.
Nama Tan Malaka telah dijadikan nama jalan sepanjang 48 kilometer dari Payakumbuh ke Koto Tinggi. Kendati demikian, masih ada saja yang menentangnya karena dia komunis. Padahal oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sendiri Tan dianggap pengkhianat karena tidak setuju dengan pemberontakan PKI tahun 1926-1927.
Tokoh muda Nahdlatul Ulama, Khatibul Umam Wiranu, mengatakan bahwa Tan Malaka lahir dalam lingkungan Islam yang kuat. Salah besar mengatakan bahwa Tan Malaka adalah seorang komunis yang otomatis ateis. “Tan hadir sebagai seorang muslim. Dari yang saya baca dia belajar ngaji di surau, dan kemudian hafal Alquran. Ini pasti mendasari Tan dalam perjuangannya,” kata anggota DPR ini.
Baca juga: Menjemput Tan Malaka Sang Pemimpin Adat
Tan Malaka dan Islam sebetulnya tidak perlu diragukan lagi. Dalam Kongres Komunis Internasional IV, 12 November 1922, Tan mengusulkan aliansi Islam-Komunisme dengan membentuk Pan-Islamisme dalam rangka melawan imperialisme.
Akademisi Universitas Indonesia Zulhasril Nasir mengatakan, dalam sepakterjangnya, Tan dibekali dua bekal yakni Alquran dan silat. Dia berharap generasi hari ini dan bangsa Indonesia belajar pokok pikiran Tan Malaka lalu menyerap nilai-nilai perjuangannya.
Pembicara lain, Masinton Pasaribu mengatakan pengenalan kembali Tan mesti dibarengi dengan revisi kurikulum sejarah. Selain itu, lanjutnya, Tan Malaka harus diberi ruang untuk didiskusikan dan dipelajari. Dia menentang pihak-pihak yang sejauh ini menghalangi dan melarang diskusi atau acara yang berkenaan dengan Tan Malaka.
Baca juga: Tan Malaka dan Logika Mistika Kaum Sebangsa
Bagi Masinton, buku karya Tan Malaka seperti Madilog dan Gerpolek merupakan referensinya ketika menjadi aktivis. “Perkenalan dengan Pak Tan, perkenalan dengan idenya. Pak Tan pejuang pemikir, pemikir pejuang. Dan berjuang tidak mikir-mikir,” ujar anggota DPR dari PDI Perjuangan ini. Menurutnya, pemikiran Tan masih relevan saat ini karena idenya melampaui zamannya. Hebatnya, pemikiran Tan terdokumentasi dengan baik.
Sementara cicit Tan Malaka, Indra Ibnur Ikatama, berharap selain pulihnya nama Tan Malaka, pemerintah daerah melakukan langkah kongkret untuk memperbaiki rumah gadang Tan Malaka yang kondisinya memprihatinkan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar