top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Orang Indonesia Pertama di Kabinet Belanda

Sebagai menteri dalam kabinet Belanda, Soejono mengajukan nota agar Indonesia menentukan nasib sendiri. Tak seorang pun mendukungnya.

30 Agu 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Raden Adipati Ario Soejono dan Ratu Wilhelmina ketika membacakan pidato pada 7 Desember 1942. (Dok. Rushdy Hoesein dan wikipedia).

ADA beberapa orang Indonesia jadi anggota Parlemen Belanda, seperti Roestam Effendi dan L.N. Palar. Namun, orang Indonesia yang pernah duduk dalam kabinet Belanda hanya seorang dan satu-satunya, yaitu Raden Adipati Ario Soejono. Anaknya, Irawan Soejono, tewas ditembak tentara Nazi-Jerman.


Ketika Jerman menduduki Belanda pada 1940, pemerintahan Kerajaan Belanda lari ke Inggris. Di sana, membentuk pemerintahan dalam pengasingan, yaitu Kabinet Gerbrandy. Sementara itu, menjelang kapitulasi Hindia Belanda kepada Jepang, Van Mook bersama Soejono dan Loekman Djajadiningrat, pergi ke Australia. Van Mook diangkat menjadi menteri daerah jajahan dalam kabinet yang dibentuk di London itu. Soejono membantu Van Mook sebagai penasihat tertinggi. Dia kemudian diangkat menjadi menteri tanpa portofolio pada 6 Juni 1942.


“Dalam Kabinet Perang inilah diangkat seorang Indonesia menjadi Menteri Negara. Dia adalah RAA Soejono, pernah menjabat sebagai anggota Komisi Karet Internasional berkedudukan di Den Haag,” tulis majalah Warnasari, No. 101, 1987.


Menurut sejarawan Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah, maksud di balik pengangkatan Soejono sebagai menteri untuk menekankan adanya ikatan nasib antara Negeri Belanda dan Indonesia, serta untuk memperlihatkan terutama kepada sekutunya, Amerika Serikat, bahwa Negeri Belanda bukan negara kolonial yang reaksioner.


Dalam sidang kabinet perdana yang dihadiri Soejono, Perdana Menteri Gerbrandy mengatakan, “saat bersejarah, karena sekarang untuk pertama kalinya seorang putra bangsa Indonesia menjadi anggota Pemerintah Belanda.” Perkataan ini disambut tepuk tangan.


Soejono kemudian terlibat dalam pembicaraan mengenai ketatanegaraan Indonesia setelah perang. Hasil dari pembicaraan ini menjadi bahan pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942. Soejono pun mengajukan nota pada Oktober 1942, di mana dia menyatakan bahwa di kalangan masyarakat Indonesia terdapat keinginan yang laten untuk memutuskan samasekali hubungan dengan Negeri Belanda. Karena itu, menurut Soejono, pernyataan dari Belanda harus menjamin lahirnya kebersamaan sukarela dalam ikatan ketatanegaraan.


“Bagi Soejono, ini berarti pengakuan secara prinsip terhadap hak Indonesia untuk menentukan nasib sendiri,” tulis Poeze.


Soejono sampai tiga kali dalam sidang kabinet Oktober 1942, dengan sungguh-sungguh mengimbau rekan-rekannya, khususnya menteri-menteri dari SDAP (Partai Buruh Sosial Demokrat), tetapi sia-sia. Mereka, demikian juga Van Mook, menolak disinggungnya hal itu dalam pidato Ratu Wilhelmina. “Walau demikian Soejono beranggapan bahwa dia tak perlu mengundurkan diri,” tulis Poeze.


“Inti pidato ini adalah mengusahakan sedapat mungkin agar Hindia Belanda tetap bersatu dalam wadah imperium Kerajaan Belanda,” tulis sejarawan Rushdy Hoesein dalam Terobosan Sukarno dalam Perundingan Linggarjati.


Tentu saja, Soejono menginginkan sesuatu yang mustahil dikabulkan oleh pihak Belanda, yaitu Indonesia menentukan nasib sendiri atau merdeka. Sebab, Belanda punya semboyan singkat: Indie verloren, rampspoed geboren artinya Hindia (Indonesia) hilang, malapetaka menjelang.


“Ketakutan kehilangan Hindia tertanam dalam pemikiran bawah sadar kolektif masyarakat Belanda,” tulis Frances Gouda dalam Dutch Cultures Overseas. “Karena itu, Hindia luar biasa pentingnya: jika Indonesia memperoleh kemerdekaan, sejumlah orang menyesalkan, Belanda akan mengalami kemerosotan...”


Soejono tak dapat berbuat banyak lagi dalam kabinet Belanda. Ajal menjemputnya pada 5 Januari 1943, pada usia 56 tahun.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page