Neraka Pasukan Gurkha
Kesatuan elite dari negara pemenang Perang Dunia II babak belur dihajar tentara Indonesia dan laskar dalam konvoi menuju Sukabumi.
Jembatan usang itu terpuruk seperti orang sakit. Selain kanan-kirinya tak bertangan lagi, badan jalannya bolong di sana-sini. Sekitar 30 meter di bawahnya, sungai Cisokan yang berwarna coklat tengah dihinggapi belasan perahu kecil milik para penambang pasir.
Tak banyak orang tahu, jika 72 tahun lalu, di jembatan ini banyak prajurit Inggris meregang nyawa akibat serangan pejuang Indonesia dari tebing-tebing bukit sekitar Sungai Cisokan. Mereka berasal dari Batalion 3/3 Gurkha Riffles Divisi ke-23 The Fighting Cock (Divisi Ayam Jago), sebuah batalion elite Angkatan Darat Kerajaan Inggris yang termasyhur dengan pisau khukrinya.
Cerita berawal dari tertahannya Batalion Jats (termasuk dalam Divisi Ayam Jago) di Sukabumi pada 9-10 Desember 1945, akibat gempuran TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan laskar. Untuk membantu kedudukan pasukan tersebut, pada 11 Desember 1945 bergeraklah konvoi pasukan penolong itu. “Mereka terdiri dari pasukan 3/3 Gurkha Riffles yang dikawal sejumlah tank Sherman, panser Wagon dan brencarrier,” ujar Letnan Kolonel (Purn) Eddie Soekardi dalam Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur 1945-1946.
Baca juga: Cerita Sukabumi Saat Agresi
Namun, radiogram markas besar Sekutu yang memerintahkan pengiriman pasukan penolong itu bocor ke pihak Republik. Atas dasar informasi tersebut, Resimen III TKR Sukabumi memerintahkan Bataliton III pimpinan Kapten Anwar Padmawidjaya menghadang konvoi itu mulai dari jembatan Cisokan sampai Gekbrong.
Sejak pagi, Kompi II di bawah Kapten Dasuni Zahid dan pasukannya menyiapkan posisi stelling di sekitar jembatan Cisokan. Mereka berlindung di balik pepohonan dan di atas tebing di kedua sisi jalan dekat jembatan Cisokan.
Sekitar pukul 09.00, konvoi pasukan Gurkha mulai memasuki zona merah. Mereka bergerak lambat dengan dipandu satu pesawat pengintai. Begitu tiba di bagian tengah jembatan, tanpa ampun mereka dihajar hamburan peluru dan granat dari pasukan Kompi II. Mereka kocar-kacir dan beberapa kendaraan tempur meledak karena menggilas ranjau darat.
“Beberapa prajurit Gurkha yang nekad keluar dari kendaraannya langsung menjadi sasaran para penembak runduk Kompi II,” kisah Eddie kepada Historia.
Baca juga: Kala Bom Berjatuhan di Cibadak, Sukabumi
Kendati dihujani peluru dan granat, konvoi pasukan Gurkha berhasil lolos. Namun, kerugian tak bisa dihindari. Selain korban jiwa, menurut almarhum Idris Priatna, eks Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia cabang Cianjur, mereka juga harus kehilangan satu pesawat pengintai yang hancur menubruk puncak pohon kelapa karena terbang terlalu rendah.
Di kawasan Cikijing, konvoi pasukan Gurkha kembali diserang pejuang Cianjur. Akibatnya, satu truk yang mengakut pasukan meledak bersama para penumpangnya. Untuk menghindari ranjau darat, sejumlah kendaraan tempur berjalan agak ke pinggir.
Konvoi terus mempercepat perjalanannya. Tetapi di wilayah Belendung, lagi-lagi satu truk menggilas ranjau darat hingga meledak dan melontarkan belasan penumpangnya ke udara. Menghadapi situasi kritis itu, pasukan Gurkha hanya bisa berteriak kebingungan sambil menembak dengan sasaran membabi buta.
Baca juga: Kisah Pemenggal Prajurit Gurkha
Memasuki kota Cianjur, konvoi Gurkha dijadikan mainan oleh pasukan gabungan dari berbagai laskar (Barisan Banteng pimpinan Suroso, Hizbullah, Pemuda Sosialis Indonesia dan Sabilillah). Mereka dibuat bingung dengan serangan pararel yang dilancarkan dari balik tembok toko-toko yang berderet sepanjang jalan dan dari gang-gang sempit. Di Cikaret, aksi penembak runduk dari Kompi III pimpinan Kapten Musa Natakusumah cukup merepotkan kedudukan konvoi Gurkha.
Tidak berhenti di Cikaret, Rancagoong, Warungkondang, Gekbrong, dan Sukaraja, neraka tetap mengikuti konvoi tersebut. Di tikungan Rancagoong, mereka kehilangan satu tank Sherman yang menginjak ranjau darat lantas oleng terperosok ke jurang dangkal.
Setelah berulang kali diserang, pasukan Gurkha dalam kondisi babak belur berhasil mencapai kota Sukabumi menjelang malam. Dalam buku The Fighting Cock, The Story of the 23rd Indian Division karya Letnan Kolonel A.J.F. Doulton diceritakan bagaimana kagetnya prajurit-prajurit Batalion Jats begitu menyaksikan pasukan penolongnya dalam kondisi yang sama dengan mereka.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar