Membaca Sejarah Bangsa dari Arsip Sukarno
Arsip dan dokumen tentang Presiden Sukarno kini dapat diakses publik. Namun, beberapa dokumen penting masih belum ditemukan.
Sebuah rekaman film pendek memperlihatkan Sukarno di tengah kerumunan banyak orang. Dengan seragam putih, tanpa kawalan, presiden pertama Republik Indonesia itu berbaris rapi dalam jejeran antrean. Sembari mengurai senyum sumringah dia menanti giliran menuju bilik suara. Peristiwa itu merekam hari-hari pemilihan umum pertama tahun 1955.
Selama masa kepemimpinannya, Sukarno meninggalkan 573 bundel arsip kertas, 627 bundel arsip foto, dan 151 nomor arsip film. Berbagai peristiwa penting pada periode 1945-1967 terekam di dalamnya yang meliputi berbagai bidang. Mulai dari politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, pendidikan, agama, sosial, budaya, hingga olahraga. Arsip-arsip tersebut terinventarisasi di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan dapat diakses publik.
“Dengan adanya arsip ini, diharapkan pemahaman terhadap sejarah Indonesia menjadi lebih benar dan utuh,” ujar Guruh Sukarnoputra, Ketua Umum Yayasan Bung Karno dalam sambutan “Ekspose Guide Arsip Presiden Republik Indonesia: Sukarno 1945-1967” di Gedung ANRI, Jakarta Selatan, 29 November 2016.
Sebab, lanjut putra bungsu Sukarno itu, “Sepanjang era Orde Baru sejarah negeri ini diputarbalikan; banyak bukti-bukti sejarah yang dimusnahkan. Banyak yang dilakukan rezim Orde Baru itu menyesatkan bahkan sampai dengan hari ini.”
Pengadaan arsip Sukarno merupakan rangkaian awal dari program ANRI untuk melengkapi khazanah Arsip Kepresiden Indonesia. Kendati demikian, beberapa daftar arsip masih dalam pencarian. Ada yang tak diketahui keberadaannya ataupun masih belum diserahkan oleh pihak tertentu. Arsip dan dokumen tersebut terutama berkaitan dengan menjelang berakhirnya masa kekuasaan Sukarno.
Salah satunya, ungkap Guruh, adalah dokumen asli Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang menandai peralihan kepemimpinan dari Sukarno kepada Jenderal Soeharto. Selain itu, saat Sukarno wafat, terdapat tim Angkatan Darat yang merekamnya. Namun, hingga kini rekaman itu tak kunjung ditemukan atau diserahkan. “Keberadaan arsip rekaman tersebut pasti ada dan tersimpan sampai sekarang oleh mereka (Angkatan Darat),” kata Guruh.
Baca juga:
Sementara itu, Asvi Warman Adam menyatakan arsip Sukarno adalah sumber sezaman yang berharga dalam sejarah Indonesia. Arsip tersebut akan memberikan gambaran yang menyeluruh tentang masa-masa kepemimpinan Sukarno: kejayaan dan kejatuhan sang presiden.
Senada dengan Guruh, Asvi juga mengungkap beberapa arsip yang belum terhimpun dari sekian banyak arsip Sukarno koleksi ANRI. Dalam catatan Asvi, setidaknya ada dua yang terpenting.
Pertama, arsip pidato Bung Karno tanggal 6 Oktober 1965. “Dalam pidato itulah pertama kali Bung Karno membicarakan tentang Gerakan 30 September,” ujar sejarawan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut.
Baca juga:
Pidato Sukarno Menuju Memori Dunia
Kemudian, lanjut Asvi, ada catatan perawat Sukarno selama masa penahanan di Wisma Yaso. Dalam catatan itu termuat laporan kesehatan Bung Karno: tekanan darah, obat-obatan yang diberikan, gangguan pada fungsi tubuh, hingga kondisi psikis. Juga terdapat hasil cek laboratorium urine Bung Karno yang diperiksa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB). Arsip perawat itu cukup penting karena memperlihatkan bagaimana perawatan dan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada Sukarno oleh rezim Orde Baru
Asvi mengakui, keberadaan arsip berjumlah sembilan bundel tersebut disimpan oleh salah satu anak Sukarno, Rachmawati Sukarnoputri. Menurutnya, arsip itu bukan arsip keluarga melainkan telah menjadi arsip negara. “Oleh karena itu, sebagai lembaga yang punya otoritas dan menjamin keamanannya ada baiknya pihak ANRI meminta arsip itu kepada ibu Rachmawati,” ujar Asvi.
Pengumpulan arsip Sukarno tak sampai di situ. Kepala ANRI, Mustari Irawan menyatakan pada 2018 arsip-arsip Sukarno tentang pemikiran nasionalisme dan internasionalisme akan diajukan ke UNESCO sebagai memori dunia (memory of world).
Baca juga:
“Agar masyarakat Indonesia tahu pemimpin bangsanya. Juga supaya dunia internasional tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang punya pemikir dengan gagasan besar,” pungkasnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar