Manuel Noriega, Si Muka Nanas yang Kotor
Manuel Noriega meraih kekuasaan dan jatuh karena intrik politik dan bisnis kotor. Setelah ditahan di Amerika Serikat dan Prancis, ia diekstradisi ke Panama.
Perayaan Natal 1989 datang lebih awal di Gedung Putih. Malam, pada 19 Desember, Presiden George Herbert Walker Bush menyambut hangat tamu-tamunya. Dia tak terlihat lelah meski beberapa jam sebelumnya dia rapat serius dengan para pembantu dekatnya. Selesai acara dia masuk kamar.
Keesokan harinya, pukul 07.00, televisi di AS menayangkan pernyataan presiden perihal serangan AS ke Panama dini hari lewat “Operation Just Cause”. Tujuan operasi: menangkap diktator Jenderal Noriega yang dituding telah dan terus melakukan kejahatan seperti penyelundupan obat terlarang, pemerasan, pembunuhan, dan pencucian uang. Dan perintah itu Bush keluarkan di kamarnya usai perayaan Natal itu. Nasib Noriega di ujung tanduk.
Manuel Antonio Noriega lahir di Panama City, 11 Februari 1934, anak seorang akuntan yang menikahi pembantu rumah tangganya. Noriega masuk sekolah bergengsi National Institute. Lalu mendapat beasiswa di Akademi Militer Peru dan lulus tahun 1962. Kembali ke Panama, dia masuk National Guard dengan pangkat pembantu letnan. Noriega bertugas di Komando (distrik) Chiriqui, provinsi terbarat Panama.
Baca juga: George HW Bush "Mengudara" untuk Selamanya
Pada 1968 Brigjen Omar Efrain Torrijos Herrera, panglima National Guard, menggulingkan pemerintahan sipil Amulfo Arias dan mengambil-alih kekuasaan di Panama. Dimulailah pemerintahan militer yang antidemokrasi dan korup. National Guard, yang terlibat dalam perdagangan heroin sejak akhir 1940-an, menjadi andalan untuk mendapat pemasukan dari bisnis kotor. Belum genap setahun, Wakil Kastaf AB Kolonel Amado Sanjur, dengan dukungan CIA, melakukan kudeta. Di sinilah nama Noriega mulai diperhitungkan.
Kala itu Noriega komandan Garnisun David, sebuah tempat terpencil 560 km dari Panama City. Noriega tak mendukung kudeta. Dari David, dia menggalang kekuatan dan melancarkan serangan kilat. Sanjur menyerah. Torrijos tak jadi terguling. Noriega naik pangkat jadi letnan kolonel lalu menjadi kepala intelijen militer. Noriega jadi anak emas Torrijos.
Baru setahun menjabat, Noriega sudah mengendalikan bagian-bagian vital seperti jawatan imigrasi, pelabuhan, dan bandara. Noriega juga mempererat hubungan dengan badan-badan intelijen AS, terutama CIA. Sejak mahasiswa Akademi Militer, Noriega sudah direkrut CIA guna mengontrol peredaran narkotika dari Panama-AS. “Dia dipastikan telah menjadi agen bayaran CIA yang mengantongi US$ 200.000 setahun,” tulis Endang SN dalam Noriega, Presiden dan Narkotik.
Baca juga: Presiden Palau Martir Anti-Nuklir
Tapi pada saat bersamaan, Noriega justru menjadi andalan para kartel obat bius dan pelaku kejahatan kotor lainnya. Salah satunya Kartel Medellin, pengedar terbesar asal Kolombia, yang pada 1984 mengontrol 80% pasar kokain di AS. “Kartel membayar Noriega 1.000 dolar per kg kokain untuk izin pengapalan barang haram itu melintasi Panama kemudian ke Kosta Rika dan Florida, atau ke Meksiko lalu Los Angeles,” ujar Carlos Lehder Rivas, salah seorang gembong obat bius Kartel Medellin, dalam buku Ron Chepesiuk, The War on Drugs: An International Encyclopedia.
Noriega juga dikenal kejam, tak segan menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Dia membunuh para pemimpin Gerakan Pembebasan Panama, pendeta Hector Gallegos, diduga kuat ikut mendalangi pembunuhan presiden Ekuador yang baru terpilih Jaime Roldos, Hugo Spandafora, dan … Torrijos sendiri. Torrijos tewas dalam kecelakaan pesawat yang ditumpanginya pada 1981. Tapi banyak orang yakin pesawat itu meledak oleh roket orang-orang Noriega.
Noriega jadi orang terkuat di Panama. Dia naik pangkat menjadi jenderal dan memimpin National Guard. Dia lalu mendudukkan Nicolas Arditor Barletta sebagai presiden boneka, yang kemudian dia ganti dengan Carlos Duque setahun kemudian karena Barletta berusaha membuka kasus pembunuhan Spandafora. Dia mengendalikan Parlemen. Praktis tak ada yang bisa mengusik kekuasaannya. Dua upaya kudeta terhadap dirinya pada Maret 1988 dan Oktober 1989 pun gagal.
Baca juga: Nasib Presiden Pertama Negara Dunia Ketiga
Pengusiknya justru Amerika, negara yang telah dia beri izin membangun fasilitas militer di Panama. Ini terutama karena Noriega mulai main mata dengan Castro. AS “kebakaran jenggot”. Cibiran yang beredar terhadap AS, terutama CIA: Noriega lebih tau seluk-beluk CIA ketimbang orang CIA sendiri.
Pada 20 Desember 1989, dengan kekuatan 20 ribuan personel dan sejumlah pesawat tempur, AS menyerang Panama. Tentara Noriega melawan tapi tak bisa mengimbangi kekuatan militer AS. Panama City porak-poranda. Korban berjatuhan, termasuk warga sipil. Komisi Penyelidik Independen Invasi AS atas Panama, yang berkantor di New York, menyebutkan 1.000 hingga 4.000 rakyat Panama terbunuh, ribuan lainnya terluka, dan lebih dari 20 ribu orang kehilangan rumah.
Karena terdesak, Noriega meminta perlindungan Kedubes Vatikan di Panama. Setelah pengepungan selama berhari-hari, pukul 08.50 tanggal 3 Januari 1990 Noriega menyerah.
Noriega diterbangkan ke Miami. Di pengadilan AS di Miami, Florida, Noriega diadili dan dihukum 40 tahun penjara dengan tuduhan menjadi pengedar narkotika, memeras, serta melakukan pembunuhan dan penipuan di Panama. Ini pengadilan kali pertama dilakukan AS terhadap seorang kepala negara asing. Di negerinya sendiri, Noriega divonis hukuman 60 tahun penjara dalam pengadilan in absentia atas tuduhan kejahatan penggelapan, korupsi, dan pembunuhan lawan-lawan politiknya.
Baca juga: Jalan Panjang Panama ke Piala Dunia
Banyak orang percaya penangkapan Noriega adalah taktik Bush agar skandal masa lalunya tak terbongkar. Noriega punya kartu truf Bush karena pernah berhubungan erat ketika sama-sama menjadi kepala intelijen. Noriega juga membantu Bush dalam skandal Iran-kontra.
“Hingga hari ini, tidak pernah terdengar ataupun ada investigasi Kongres terhadap peristiwa dahsyat itu, meski peristiwa itu melanggar banyak perjanjian dan kesepakatan internasional, Konstitusi AS, serta kedaulatan dan kemerdekaan Panama,” tulis Gavriella Gemma dan Teresa Gutierrez dalam The US Invasion of Panama: The Truth Behind Operation ‘Just Cause’, yang merupakan laporan hasil Komisi Penyelidik Independen Invasi AS atas Panama.
Pada 26 April 2010, setelah menjalani hukuman 20 tahun penjara di AS, Noriega diesktradisi ke Prancis untuk menghadapi dakwaan pencucian uang. Di Panama, keluarga korban atas pelanggaran HAM yang dilakukan Noriega protes. Mereka berharap Noriega dikembalikan ke Panama supaya bisa diadili.
Akhirnya, pada 11 Desember 2011, Noriega diekstradisi ke Panama, dan dipenjara di penjara El Renacer untuk menjalani hukuman total 60 tahun atas kejahatan yang dilakukan selama pemerintahannya. Ia meninggal dunia pada 29 Mei 2017 di usia 83 tahun.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar