Manipulasi Hari Lahir Pancasila
Mohammad Yamin disebut telah mengusulkan dasar negara sebelum Sukarno berpidato pada 1 Juni 1945. Memberi kesan bahwa Sukarno menjiplak gagasan Yamin. Bagaimana kronologinya?
Hari kelahiran Pancasila telah ditetapkan pada 1 Juni 1945 melalui Keputusan Presiden No. 24 tahun 2016. Tanggal ini berangkat dari pidato Sukarno pada sidang Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada 1 Juni 1945. Hari itu, Sukarno menjabarkan lima sila sebagai dasar negara yang kemudian disebut sebagai Pancasila.
Meski demikian, narasi mengenai hari lahir Pancasila ternyata masih kerap diperdebatkan. Ada narasi yang menyebut bahwa sebelum Sukarno berpidato pada 1 Juni, Mohammad Yamin telah mengemukakan hal yang sama pada 29 Mei. Selain Yamin, Soepomo juga disebut telah menyampaikan dasar negara pada 31 Mei. Kedua tokoh ini sering disebut dalam buku pelajaran sekolah sebagai pengusul lima sila sebelum Sukarno.
Buku yang Disusun Yamin
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP) Syaiful Arif dalam Dialog Sejarah “Pancasila: Alat Kuasa atau Pemersatu Bangsa?” di saluran Youtube dan Facebook Historia, Jumat, 4 Juni 2021, menyebut bahwa narasi sejarah yang mengecilkan peran Sukarno sebagai penggagas Pancasila adalah hoaks sejarah.
Hoaks ini, jelas Syaiful, bermula dari buku Naskah Persiapan UUD 1945 yang diterbitkan pada 1959. Buku ini disusun Yamin berdasarkan notulen sidang BPUPK yang dipinjamnya dari Abdul Gaffar Pringgodigdo (A.G. Pringgodigdo), wakil Kepala Tata Usaha BPUPK.
Dalam menyusun buku itu, Yamin memasukan naskah pidatonya sepanjang 21 halaman. Di dalam pidato Yamin itu, tertulis pula usulan lima sila dasar negara yang mirip dengan Pancasila. Buku ini kemudian menjadi rujukan penulisan sejarah era Orde Baru, terutama pada buku Risalah Sidang BPUPKI-PPKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia pada 1992, 1995, dan 1998.
Baca juga: Sejarah Peringatan Hari Lahir Pancasila
“Kalau kita menggunakan konstruksi sejarah selama Orde Baru itu, pertama, Pak Karno atau Bung Karno ini tidak hanya kita sebut sebagai sebatas mengusulkan nama Pancasila, tetapi juga beliau ini kalau menggunakan kontruksi ini (adalah) seorang plagiator,” terang Syaiful.
Padahal, naskah pidato 21 halaman itu sebenarnya bukanlah pidato Yamin yang disampaikan pada 29 Mei 1945. Naskah itu adalah rancangan Pembukaan UUD 1945 yang dibuat Yamin atas perintah Sukarno yang juga bersumber dari pidato 1 Juni. Sayangnya, naskah itu ditolak oleh Panitia Sembilan karena terlalu panjang.
Fakta ini dikuatkan oleh buku Uraian Pancasila yang disusun oleh Panitia Lima. Panitia Lima beranggotakan Moh. Hatta, A.A. Maramis, Ahmad Subardjo, Sunario, dan A.G. Pringgodigdo. Dalam Uraian Pancasila, dengan jelas disebutkan bahwa Pancasila lahir dari pidato Sukarno 1 Juni 1945. Selain itu, Hatta juga memberi kesaksian dalam bukunya Memoir.
“Nah kata Bung Hatta, ternyata draft Pembukaan Undang-Undang Dasar yang ditulis atas perintah Bung Karno sebagai Ketua Panitia Sembilan itu masih disimpan oleh Yamin sejak tahun ‘45 lalu kemudian diterbitkan tahun ‘59 sebagai pengganti notulensi pidato Pak Yamin yang asli,” jelas Syaiful.
Pidato Yamin yang Asli
Penggantian naskah pidato Yamin inilah yang memanipulasi kronologi sejarah lahirnya Pancasila. Sementara, notulen pidato asli Yamin pada 29 Mei 1945 sampai sekarang belum ditemukan setelah dipinjam Yamin dari A.G. Pringgodigdo. Padahal, notulen selain mengenai pidato Yamin kini telah ditemukan dan disimpan di Arsip Nasional RI.
Meski notulensi asli A.G. Pringgodigdo hilang, ternyata masih ada satu lagi arsip notulensi yang mencatat sidang BPUPK. Notulensi itu adalah milik Abdul Karim Pringgodigdo (A.K. Pringgodigo) yang merupakan adik A.G. Pringgodigdo.
“Pasca-Agresi Militer kedua ya, arsip A.K. Pringgodigdo itu dibawa tantara Belanda, disimpan di Museum Belanda. Tetapi sejak tahun ‘89 dikembalikan kepada pemerintah Indonesia, sekarang tersimpan di ANRI,” kata Syaiful.
Dalam arsip A.K. Pringgodigdo itu, terdapat notulensi pidato Yamin pada 29 Mei. Notulensi pidato Yamin hanya sepanjang dua halaman dan isinya sangat berbeda dengan naskah 21 halaman yang ditukar oleh Yamin.
Baca juga: Upaya Negara Memperkuat Pancasila
Syaiful menyebut, setidaknya Yamin menyampaikan tiga ide dasar negara. Pertama, dasar negara adalah dasar bagi kemerdekaan yang berisi tentang konsep kedaulatan dari dalam (kedaulatan rakyat) dan kedaulatan dari luar (hubungan internasional). Yang kedua, dasar negara adalah dasar tujuan kemerdekaan yang isinya sama dengan poin pertama. Yang ketiga, Yamin menyampaikan dasar negara yang disebut dengan istilah “dasar-dasar yang tiga”.
“’Dasar-dasar yang tiga’ ini adalah peri kerakyatan, permusyawaratan dan kebijaksanaan,” jelas Syaiful yang pada 2017-2018 menjadi Staf Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila dan melakukan riset mengenai kasus ini.
Sementara, Soepomo, yang juga disebut menawarkan gagasan dasar negara dalam pidatonya, ternyata tidak membahas dasar negara. Ia mengusulkan pengertian tentang negara atau teori kenegaraan. Ide Soepomo kemudian dikenal sebagai teori negara integralistik.
“Lima sila ala Soepomo ya, ada persatuan lahir batin, ada permusyawaratan dan sebagainya, mirip-mirip dengan Pancasila. Itu sebatas comotan-comotan saja dari para penulis era Orde Baru itu untuk menunjukan bahwa, ya, ini Soepomo juga ngusulin ini kayak Sukarno,” kata Syaiful.
1 Juni atau 18 Agustus?
Selain perdebatan mengenai siapa yang berpidato lebih dulu mengenai lima sila dasar negara, perdebatan juga muncul mengenai tanggal yang seharusnya ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 seringkali disebut sebagai tanggal yang lebih tepat karena pada tanggal itu Pancasila disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Menurut Syaiful, perspektif ini justru keliru. Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus, jelasnya, gagasannya masih sama dengan pidato Sukarno pada 1 Juni.
“Setelah Sukarno berpidato tanggal 1 Juni, ini kesaksian dari Panitia Lima, maka BPUPK membentuk panitia kecil yang kemudian menjadi Panitia Sembilan. Tugas panitia kecil adalah merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato 1 Juni Sukarno,” ujar Syaiful.
Baca juga: Pancasila dan Gerakan yang Bersimpang Jalan
Syaiful menegaskan bahwa kala itu Pancasila dalam pidato Sukarno telah diterima dan disepakati sebagai dasar negara. Pidato Sukarno juga menjadi bahan utama untuk proses perumusan kembali Pancasila yang sebenarnya hanya dibuat ulang redaksionalnya saja.
Dalam perumusan kembali Pancasila, semua gagasan Sukarno tidak ada yang diubah. Satu-satunya yang diubah adalah konsep mengenai Ketuhanan. Dari konsep Ketuhanan yang pluralis dan inklusif menjadi konsep yang eksklusif dan lahirlah sila “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Namun, sila yang termuat dalam Piagam Jakarta itu akhirnya kembali ke konsep awal “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
“Sampai kemudian 18 Agustus, substansi gagasan Pancasila masih substansi gagasannya Sukarno. Tidak ada perubahan di dalam tema-tema dan substansi gagasannya,” jelasnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar