top of page

Sejarah Indonesia

Kontes Kuasa Alam Kalimantan

Kontes Kuasa Alam Kalimantan

Kalimantan memiliki sumberalam melimpah. Kekuatan asing berusaha untuk menguasainya.

10 Desember 2013

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Penambang di perusahaan pertambangan batubara di Kutai Kalimantan Timur, 1888. Foto: KITLV.

PULAU Kalimantan, lebih dikenal dunia dengan Borneo, memiliki sumberdaya alam melimpah. Sepanjang abad ke-19, tanah Kalimantan terkenal subur untuk tanaman pertanian komoditas, terutama lada. Ditambah penemuan tambang batubara dan minyak bumi pada awal abad ke-20. Hal ini membawa berkah bagi rakyat Kalimantan sekaligus bencana karena pedagang-pedagang Belanda ingin memonopolinya.


Demikian diungkap sejarawan Mohammad Iskandar dalam diskusi “Perebutan Penguasaan Sumber Alam dari Borneo” di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 9 Desember 2013.


Sejak abad ke-17, dua kerajaan lokal memiliki pengaruh kuat di Kalimantan, yakni Kerajaan Kutai dan Kerajaan Banjarmasin. Lada menjadi komoditas utama keduanya. Persentuhan pertama orang-orang Belanda dengan kerajaan di Kalimantan terjadi pada 1635, ketika armada dagang VOC menjalin perjanjian perdagangan lada dengan Kutai dan Banjarmasin. Isinya, kedua kerajaan itu hanya boleh menjual lada-ladanya kepada Belanda.


Berawal dari perjanjian ini, pedagang-pedagang Belanda memonopoli perdagangan lada Kalimantan. “Pihak istana tidak siap, VOC lebih jeli melihat kesempatan. Mereka menawarkan kontrak dagang kepada pihak istana dengan janji untuk mempertahankan kekuasaan mereka dari kerajaan-kerajaan lain yang mencoba menyerang,” tutur Iskandar.


Ketika VOC runtuh dan pemerintahan kolonial Hindia Belanda berkuasa pada awal abad ke-19, Kutai dan Banjarmasin semakin melemah. Belanda semakin menancapkan pengaruhnya untuk menahan laju Inggris yang telah bercokol di Kalimantan bagian utara. Samarinda, pintu gerbang Kutai, dikendalikan Belanda untuk mengamankan eksplorasi batubara yang mereka temukan sejak 1827.


“Di bawah pengawasan asisten residen Kutai dan Pantai Timur Kalimantan, pada tahun 1860 digali tempat batubara di dekat Samarinda. Hasilnya, antara Januari-Agustus, dihasilkan batubara sejumlah 3.558,31 ton,” tulis Ita Syamtasiyah Ahyat dalam bukunya Kesultanan Kutai 1825-1910: Perubahan Politik dan Ekonomi Akibat Penetrasi Kekuasaan Belanda, yang menjadi sumber diskusi tersebut.


Raja-raja Kutai mendapatkan banyak keistimewaan dan kekayaan selama berada di bawah kendali Belanda, meski kedaulatan politiknya nyaris habis. Sedangkan di Banjarmasin, Belanda semakin lama semakin dibenci. Pangeran Antasari, yang tak puas dengan campur tangan Belanda dalam politik istana ditambah laporan rakyat Martapura terhadap kesewenangan Belanda dalam mengelola tambang batubara, menyerang pos-pos Belanda di Banjarmasin pada 1859.


Perlawanan Pangeran Antasari yang awalnya menjanjikan berakhir dengan kekalahan. Karena huru-hara dan kekacauan yang ditimbulkannya, Belanda memutuskan mengambil-alih Kerajaan Banjarmasin dan menyatakannya berakhir. “Wilayahnya lalu menjadi hak milik Belanda serta dimasukkan di dalam wilayah Zuid-en Oosterafdeeling van Borneo berdasarkan surat keputusan komisaris FN Niewenhuyzen pada 17 Desember 1859,” tulis Ita.


Hilangnya kekuasaan dua kerajaan tersebut membuat Belanda semakin memantapkan kekuasaannya. Kalimantan pun terbagi dua: bagian utara didominasi Inggris dan selatan dikendalikan Belanda. Sumberdaya alam kembali menjadi alasan datangnya kekuatan asing di Kalimantan. Jepang menyerbu untuk mendapatkan sumberdaya batubara dan minyak yang melimpah di Kalimantan. Pada masa modern ini, Pulau Kalimantan dikuasai tiga negara berbeda: Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia.


Kontras dengan wilayahnya yang luas dan sumberdaya alamnya yang kaya, kajian penelitian tentang sejarah Kalimantan masih minim, terutama oleh orang-orang Indonesia. Hal ini mendesak untuk memperkuat legitimasi Indonesia dalam kontes kuasa alam di Kalimantan pada masa modern ini.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page