Kisah Desersi di Front Karawang-Bekasi
Pada 1945-1946, puluhan serdadu Inggris asal India membelot ke kubu republik di wilayah Karawang-Bekasi. Beberapa diantaranya tertangkap dalam Insiden Rawagede 1947.
SELAMA melakukan penelitian sejarah tentang era perang kemerdekaan di Indonesia, Dr. Stef Scagliola hampir selalu mempertanyakan soal ada tidaknya para pembelot British India Army (BIA) dalam Insiden Rawagede 1947. Menurut Stef, soal ini penting karena menurut kesaksian seorang serdadu yang terlibat dalam operasi militer di Rawagede, pasukannya pernah menahan sejumlah orang India dari kesatuan Inggris yang membelot ke kubu republik.
“Narasumber saya itu bersaksi bahwa salah satu prajurit India dari kesatuan Inggris tersebut meminta tentara Belanda untuk memperlakukannya sebagai tawanan perang,” ujar peniliti sejarah dari Erasmus University Rotterdam tersebut.
Kehadiran orang-orang India mantan tentara Inggris di Rawagede terkonfirmasi oleh beberapa pejuang yang pernah malang melintang di kawasan Rawagede, yakni Telan (90) dan Kastal (93). Menurut dua mantan anggota MPHS (Markas Poesat Hizboellah Sabilillah) itu, ada sekitar lima atau enam orang India Muslim mantan tentara Inggris yang bergabung dengan kubu republik di Rawagede.
“Tapi mereka tidak bergabung dengan kelompok lasykar, mereka menjadi bagian tentara resmi,” ungkap Kastal.
Sebagai catatan, di Rawagede saat itu terdapat lima markas kelompok kaum republik: tentara resmi pemerintah (Resimen V Tjikampek), MPHS dan Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan Barisan Pemberontak Rakjat Indonesia (BPRI)
Sehari sebelum militer Belanda menyerang Rawagede pada 9 Desember 1947, Telan malah pernah bertemu dan bercengkrama sejenak dengan salah seorang dari mereka. Kepada Telan, orang India Muslim yang mahir berbahasa Sunda itu menanyakan situasi keamanan di Rawagede dan sering tidaknya patrol Belanda melintas ke dusun tersebut.
“Setelah besoknya ada penyerangan ke Rawagede, saya tidak tahu lagi nasibnya: apakah ikut tewas atau ditangkap tentara Belanda,” kata Telan.
Menurut Firdaus Syam dan Zahir Khan, di Front Bekasi dan Karawang kasus pembelotan orang-orang India Muslim anggota BIA ke kubu republik, termasuk banyak jumlahnya. “Dalam beberapa kasus, tak jarang pembelotan itu bahkan melibatkan satu seksi pasukan BIA lengkap dengan peralatan perang mereka,” tulis Firdaus dan Zahir dalam buku Peranan Pakistan di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Alasan membelot umumnya mereka merasa ditipu dan tidak sudi digunakan oleh Belanda untuk memerangi sesama orang Islam. Untuk melancarkan pembelotan itu, biasanya proses tersebut melibatkan perantara orang-orang India Muslim yang sudah lama tinggal di Indonesia. Sebab jika tidak begitu, kemungkinan untuk terjadi kesalahpahaman sangat besar.
Sebagai contoh, pada akhir 1945, satu seksi pasukan BIA merencanakan untuk bergabung dengan kubu republik. Tanpa melakukan kontak terlebih dahulu dengan orang-orang India yang sudah menjadi pribumi, mereka bergerak dengan satu truk penuh amunisi dan logistik melintasi batas garis demarkasi menuju Front Bekasi.
Saat memasuki perbatasan Klender-Bekasi, tiba-tiba mereka dihadang oleh para anak buah Kiyai Nur Ali dari MPHS. Nyaris saja mereka dihabisi jika salah seorang dari prajurit BIA itu tidak berteriak: “Assalamua’laikum! Allahu Akbar!” Begitu mendengar ucapan khas Muslim tersebut, pejuang-pejuang MPHS langsung lumer sikap galaknya. Situasi pun berubah menjadi lebih tenang. Dan malah setelah bersalam-salaman langsung bisa tertawa bersama.
Namun penggabungan tidak selamanya melalui jalur sukarela. Ada juga proses awalnya harus melalui pertempuran terlebih dahulu. Seperti yang terjadi di Muaragembong, Bekasi pada sekitar awal 1946. Ceritanya, satu seksi BIA dihabisi oleh pejuang-pejuang MPHS hingga menyisakan dua prajurit saja.
“Mereka akhirnya bergabung dengan kami, salah satunya saya masih ingat bernama Mustofa,” ujar Abdullah, mantan anggota MPHS di Kampung Bugis, Bekasi.
Sayangnya, kasus-kasus pembelotan “orang-orang selatan Asia” di Front Karawang-Bekasi ini jarang mendapat perhatian para fotografer perang kala itu. Kalaupun ada, itu pun hanya sedikit seperti dua foto koleksi Arsip Nasional Belanda. Dua foto tersebut hanya diberi keterangan singkat: seorang serdadu Inggris dari kesatuan India yang membelot berhasil ditangkap militer Belanda di Karawang . Mungkinkah ia salah satu prajurit BIA pembelot yang menyerah di dusun Rawagede pada 9 Desember 1947? Soal ini harus diteliti lebih jauh oleh para sejarawan.
Pembelotan orang-orang India Muslim dari kesatuan tentara Inggris di Indonesia terbilang cukup sering terjadi. Soal ini bahkan sempat membuat geger markas besar mereka (saat itu pusatnya untuk Asia Tenggara berkedudukan di Rangoon, Burma). Terlebih, setelah terjadi aksi mogok 600 anggota BIA di Jakarta yang berujung penahanan para tentara demonstran itu ke kamp konsentrasi militer di Onrust, salah satu gugus di Kepulauan Seribu.
“Secara keseluruhan tentara-tentara Inggris Muslim asal India/Pakistan yang membelot ke pihak Indonesia diperkirakan mencapai angka 600-an…” tulis Firdaus Syam dan Zahir Khan.
[pages]
Tambahkan komentar
Belum ada komentar