Kisah D.N. Aidit di Putera
D.N. Aidit disebut sebagai anak emas Hatta yang dikirim dari Jakarta ke Putera Bandung. Apa kata Bung Hatta?
Utuy Tatang Sontani penasaran betul kala kepala kantor Pusat Tenaga Rakyat (Putera) cabang Bandung memberitahunya bahwa akan ada tenaga baru dari Jakarta. Orang baru itu tampaknya bukan orang biasa. Kepala kantor mengatakan bahwa orang itu adalah anak emas Bung Hatta.
“Coba saja kau bayangkan! Kalau pada waktu itu ada orang yang dikatakan anak mas Bung Hatta, maka paling tidak dia itu mewarisi semangat juang dari Bung Hatta, yang sudah dengan sendirinya pula berhak diberi julukan ‘pemuda yang berwajah semangat’,” kenang Utuy dalam memoarnya Di Bawah Langit Tak Berbintang.
Tebakan Utuy ternyata tak meleset. Orang itu bermata melotot, gerak-geriknya kaku, dan suaranya datar. Karakter itu sangat cocok dengan karakter tokoh Kawista dalam novel Utuy yang berjudul Tambera. Kawista merupakan seorang pemberontak radikal yang melawan kolonialisme Belanda di Pulau Banda.
Baca juga: Ketika Aidit Menyanyi Lagu Arab
Namun, orang itu bukan orang Banda seperti tokoh novelnya. Orang baru itu ternyata asal Belitung, bernama Dipa Nusantara Aidit.
Sesuai perkiraan Utuy, Aidit ternyata memang seorang pembangkang. Di Putera, semua pegawai harus taiso setiap pagi sebelum masuk kerja. Namun, suatu hari hanya segelintir orang yang datang taiso. Pimpinan Sendenbu pun marah, mereka kemudian dikumpulkan oleh opsir Jepang berseragam lengkap dengan katananya.
Ketika dimarahi dan ditanya siapa yang mau mencoba menberontak, Aidit maju dan menepuk dada. “Saya. Saya yang mengajak teman-teman lainnya untuk tidak ber-taiso,” kata Aidit seperti dikisahkan Utuy.
Aidit beralasan bahwa mereka yang tak datang taiso adalah para pemimpin yang berkerja hingga larut malam. Paginya, mereka juga harus lanjut bekerja sehingga tidak sempat datang taiso. Ia berdalih, taiso dilakukan di rumah sebelum berangkat ke kantor.
Si opsir Jepang ternyata tak membalas lagi jawaban Aidit. Justru sejak peristiwa itu taiso pagi dilakukan dengan sukarela.
Jika Utuy menyebut bahwa Aidit adalah anak emas Bung Hatta dari Jakarta, Bung Hatta justru berkata tak menyukai Aidit. Sebagaimana termuat dalam buku Mengenang Bung Hatta yang ditulis Iding Wangsa Widjaja, Bung Hatta mengatakan bahwa ia telah lama mengenal Aidit di Putera.
“Waktu itu saya sering diminta untuk memberi kursus mengenai seluk beluk pers kepada generasi yang lebih muda dari saya. Salah seorang dari peserta kursus itu ialah Aidit,” kata Bung Hatta.
Baca juga: D.N. Aidit di Sekitar Proklamasi Kemerdekaan
Sejarah mencatat, di kemudian hari kedua tokoh ini bersimpang jalan. Hatta tak menyukai Aidit dengan jalan komunismenya.
“Amat disayangkan, rupanya perjalanan waktu membawa dia ke alam pikiran yang amat berbeda dengan saya. Aidit memilih PKI sebagai organisasi tempat ia menempa dirinya,” kata Hatta.
Dalam Bung Hatta Menjawab, ia juga mengatakan bahwa Aiditlah yang belakangan membuat hubungannya dengan Bung Karno menjadi renggang. Bahkan Hatta menyebut, sejak di Putera, Aidit tak menyukai Bung Karno.
Selama bergabung dengan Putera yang berkantor di Jalan Gereja Theresia, Bung Hatta juga berkantor di Pegangsaan sebagai penasehat tentara Jepang. Di kantor Pegangsaan ini, ia memiliki ruangan yang tak boleh ada satupun orang Jepang di dalamnya.
“Waktu itu, salah seorang pegawai di kantor itu adalah Aidit. Yang lain ada lagi, Yusuf Yahya,” ungkap Bung Hatta.
Suatu hari, kata Bung Hatta, Bung Karno masuk dan semua orang yang ada dalam ruangan tersebut berdiri. Namun ada satu orang yang tak mau berdiri, yakni Aidit. Sikap itu membuat Bung Karno marah.
“Kenapa kau tidak berdiri?" tanya Bung Karno.
"Biasanya orang yang datang dan baru masuk memberi salam, baru kami berdiri. Ini Bung masuk tanpa memberi salam. Lihat Bung Hatta, kalau dia masuk, seperti biasanya orang Islam, ia memberi salam, baru kami berdiri membalasnya. Ini, Bung minta kami berdiri. Ini sistem Jepang. Kami tidak biasa demikian,” jawab Aidit.
Baca juga: Drama Penangkapan D.N. Aidit
Menurut Bung Hatta, Bung Karno sangat marah dengan jawaban Aidit. Bung Hattapun membicarakan kasus ini dengan Mr. Sartono agar Aidit dipindah ke kantor lain agar berjauhan dengan Bung Karno.
“Kalau tidak, lama-lama nanti bisa repot,” katanya.
Tidak jelas apakah peristiwa tersebut yang kemudian membuat Aidit dipindah ke kantor Putera di Bandung. Yang pasti, soal kabar Aidit sebagai anak emas Bung Hatta diamini sang adik Sobron Aidit dalam bukunya Aidit: Abang, Sahabat, dan Guru di Masa Pergolakan.
“Dia muridnya Bung Karno, Bung Hatta, Muhammad Yamin di Menteng 31, markas pejuang kemerdekaan ketika itu. Dia juga, katanya, bahkan murid yang termasuk disayangi Hatta. Meskipun pada akhirnya menjadi musuh bebuyutan karena aliran politiknya berlainan dengan Hatta,” tulis Sobron.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar