Kisah Berita Proklamasi dalam Bahasa Daerah
Demi mengelabui militer Jepang, penyiaran berita proklamasi dilakukan dalam bahasa Jawa dan Madura.
Ketika proklamasi dibacakan oleh Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat pada 17 Agustus 1945, sesungguhnya kekuataan Jepang di Indonesia masih kuat. Untuk menyiasatinya,para pemuda pro republik menuliskan berita tersebut dalam bahasa daerah. Seperti yang terjadi di di Jawa Timur, berita proklamasi ditulis dalam bahasa Jawa dan Madura.
Di Surabaya sendiri, berita proklamasi baru ramai diperbincangkan pada 18 Agustus 1945. Kendati beberapa jam usai pembacaan sudah ada upaya menyiarkannya lewat Kantor Berita Domei Jakarta (kini Kantor Berita Antara) oleh Angkatan Muda Pejuang (AMP), namun hanya sedikit orang yang tahu.
“Baru pada saat matahari siang bersinar di atas Surabaya pada 18 Agustus (1945), hampir semua penduduk Kota Surabaya telah mendengar berita tentang Indonesia merdeka,” tulis Frank Palmos dalam Surabaya Tanah Sakralku.
Ketika berita itu diterima oleh Markonis Yakub di Kantor Berita Domei Surabaya, segera kabar itu diteruskan ke RM Bintarti dan Sutomo (Bung Tomo), Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) Domei bagian bahasa Indonesia, untuk disiarkan dengan bahasa lokal.
“Untuk menghindari sensor balatentara Jepang, bersama wartawan senior Romo Bintarti memberitakan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam tulisan berbahasa Jawa,” ujar Sutomo dalam Menembus Kabut Gelap: Bung Tomo Menggugat.
Siaran Radio dari Hosokyoku (Radio Surabaya, kini RRI Surabaya) juga malam harinya menyiarkan berita kemerdekaan dalam bahasa Madura. Bahasa kedua yang banyak dimengerti masyarakat Jawa Timur. Cara-cara itu kemudian diadopsi oleh beberapa media cetak setempat.
“Pada 17 Agustus 1945 jam 12.00 siang, harian Suara Rakyat (nama pengganti Soeara Asia setelah Oktober 1945) menyerahkan buletin istimewa berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada Gerakan Pemuda Kantor Surabaya Hosokyoku. Tapi kemudian buletin itu disita Kempeitai (Polisi Rahasia Jepang),” demikian menurut buku Sejarah Daerah Jawa Timur.
Uniknya, meskipun berita kemerdekaan sudah kadung tersebar lewat harian Soeara Asia di Surabaya pada 18 Agustus 1945, namun di Jakarta sendiri baru diterbitkan pada 20 Agustus 1945. Sejak dimuatnya teks proklamasi itulah semua elemen masyarakat Surabaya mengetahui kabar kemerdekaan Indonesia.
Dari media cetak, para pemuda kemudian menyalin teks proklamasi tersebut menjadi sejenis selebaran dan menyebarkannya dengan cara menempelkannya di berbagai pelosok kota. Sebagai bentuk respon, secara serentak masyarakat mengibarkan bendera merah putih.
Khusus di Surabaya, kali pertama bendera merah putih dikibarkan adalah di Kantor Tokubetsu Keisatsutai, Jalan Darmo, Surabaya. Pengibarnya Agen Polisi III F Nainggolan. Alih-alih mendapat respon positif dari pemerintah militer Jepang, upaya itu malah kemudian dilarang oleh Kempeitai. Baru pada 1 September 1945, bendera merah putih dikibarkan secara resmi di Kegubernuran, Surabaya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar