Ketika Sri Sultan Berterimakasih
Melalui pidatonya, pemimpin kharismatik Yogyakarta itu menyampaikan penghargaannya atas kegigihan dan ketabahan rakyat Yogyakarta saat melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta menjadi salah satu titik balik perjuangan rakyat Indonesia semasa Perang Kemerdekaan. Berkat peristiwa itu, seluruh dunia menyadari bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada dan sekaligus otomatis mempersulit posisi Belanda yang selalu mangkir untuk maju ke meja perundingan. Pada akhirnya mereka mau tidak mau harus bersedia melakukan dialog dengan pihak RI.
Peristiwa yang dimotori TNI itu juga sedikit banyaknya telah membangkitkan semangat rakyat Yogyakarta untuk tetap bertahan dan berjuang. Setelah bertahun-tahun hidup dalam teror militer Belanda, mereka akhirnya bisa sedikit bernafas lega. Tekanan orang-orang Belanda lambat laun mulai berkurang hingga akhirJuni 1949, sebagaimana disebutkan A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, rakyat Yogyakarta bisa merasakan kembali kebebasan.
M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2007, menyebut begitu Belanda pergi, pemerintah RI segera menjalankan kembali aktivitas kenegaraan di Yogyakarta. Mereka mulai mengupayakan jalan diplomasi dengan pihak Belanda demi mencapai kemerdekaan seutuhnya. Begitu juga rakyat, sedikit demi sedikit memulai kembali kegiatan mereka sehari-hari seperti berdagang.
Meski sekilas terlihat baik, rakyat masih diselimuti kekhawatiran akan munculnya tekanan dari pihak Belanda. Mereka belum sepenuhnya yakin para penjajah itu telah pergi dari tanah air mereka. Maka pada suatu kesempatan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan suatu pidato yang disiarkan Radio Yogyakarta. Selain menyampaikan kondisi terkini di Yogya, HB IX juga memberikan ucapan penghargaan atas perjuangan rakyat.
“Paduka Yang Mulia Presiden telah mempercayakan kepada saya untuk sementara waktu menjelaskan keberesan pekerjaan negara di masa peralihan sekarang. Bersama-sama itu juga saya ucapkan selamat kepada saudara-saudara sekalian atas peristiwa yang penting ini. Yogyakarta sudah kembali, adalah berkah keuletan saudara-saudara sekarang baik yang bersenjata maupun yang tidak, dalam menghadapi segala kesulitan hidup sekian lamanya itu,” kata HB IX, seperti dikutip Daerah Istimewa Jogjakarta terbitan Kementerian Penerangan RI.
“Dan penderitaan itu saudara-saudara sanggup alami, karena terdorong oleh cita-cita kita yang suci, cita-cita mencapai keadilan dan kesempurnaan hidup, yang sudah barang tentu mendapat lindungan Yang Maha Esa,” lanjutnya.
Baca juga: Kebersahajaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Dalam pidatonya itu, HB IX sadar jika perjuangan rakyatnya tidak mudah. Ada begitu banyak kemalangan yang menimpa mereka. Kehilangan sanak saudara, hidup dalam rasa sakit, cacat fisik sepanjang hidup, hingga hidup dalam kemiskinan. Ada begitu banyak keluarga yang menjual semua harta bendanya demi dapat bertahan dalam perjuangan kemerdekaan. Ada juga para kaum terpelajar, imbuh HB IX, yang menolak hidup sejahtera di bawah kaki Belanda agar dapat menyaksikan dan merasakan sendiri kembalinya Yogya di tangan bangsa Indonesia.
“Saudara-saudara, apakah artinya kembalinya Yogyakarta di tangan Republik lagi? Ini berarti, bahwa perjuangan kita bangsa Indonesia harus dilanjutkan. Bertimbun-timbun lah pekerjaan yang kita hadapi. Sudah barang tentu dari tiap-tiap warga negara diharapkan iuran dan sumbangsihnya yang sebesar-besarnya untuk menyempurnakan pekerjaan kita itu,” ujar Menteri Pertahanan ke-3 RI itu.
Pada kesempatan tersebut , HB IX juga mengajak seluruh daerah bersatu memperjuangkan kemerdekaan. Cita-cita kemerdekaan tidak akan tercapai jika tidak dilakukan bersama-sama. Dia mengatakan kalau persatuan di antara bangsa harus ditanamkan, utamanya mereka yang sudah masuk dalam lindungan bendera Sang Merah Putih, daerah yang dikuasai oleh Pemerintah RI.
Baca juga: Sultan Hamengkubuwono IX dan Skripsinya
Perjuangan baru, imbuh HB IX, tidak bisa lagi dilakukan seperti di masa lalu, di mana tenaga rakyat dikerahkan oleh masing-masing kepentingan. Gerakan yang terpecah belah itu akan menjadi terbuang percuma. Dia mengingatkan bahwa kepentingan negara harus ditaruh di atas kepentingan golongan atau partai. Semakin terpecahnya bangsa, makin bergembiralah pihak-pihak yang menghendaki keruntuhan Republik Indonesia.
HB IX meminta semua warga negara Indonesia bersatu. Negara menjamin adanya hak demokrasi. Setiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan suara, menentang apa yang tidak disetujui. Tetapi haru dilakukan melalui jalan-jalan yang sah, dengan tidak perlu mempertaruhkan keamanan negara untuk kepentingan golongan masing-masing.
Selanjutnya soal keamanan negara, seluruh komando akan dipusatkan di bawah TNI. Hal itu dilakukan demi menghindari kesalahpahaman di antara golongan yang dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan, dan mengurangi kemungkinan provokasi yang tiap waktu dapat mengancam. Sebagaimana perintah dari presiden, rakyat sipil bisa membantu menjaga keamanan di kampung-kampung, dan membantu seperlunya.
Baca juga: Sultan Hamengkubuwono IX Naik Takhta
“Perlu juga di sini saya tegaskan lagi, bahwa barang siapa mulai saat ini masih mau mengacau, saya tidak segan-segan untuk mengambil tindakan yang setimpal. Teranglah bahwa kewajiban masing-masing sebagai warga negara Republik masih berat. Tapi soal yang berat ini akan terasa ringan, kalau dikerjakan bersama-sama,” kata HB IX.
“Marilah kita percepat usaha untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan bersama itu. Selamat berjuang! Sekali Merdeka, tetap Merdeka!” ujar HB IX mengakhiri pidatonya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar