top of page

Sejarah Indonesia

Ketika Di Tii Memburu Pki

Ketika DI/TII Memburu PKI

Tentara melibatkan eks anggota DI/TII untuk menumpas orang-orang PKI. Simbiosis mutualisme?

Oleh :
3 Oktober 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ormas Islam menuntut pembubaran PKI. (C. Goldstein).

ALOYSIUS Sugiyanto mengaku kenal baik dengan tokoh DI/TII, Danu Muhammad Hasan. Sebagai intel Opsus (Operasi Khusus), dia ditugaskan atasannya Ali Moertopo untuk membina beberapa eks tokoh DI/TII.


“Saya sering main ke rumah Danu di Situaksan, Bandung,” ujar Sugiyanto kepada Historia.


Perkawanan itu pula yang membuat Danu loyal kepada orang-orang Opsus. Ketika Angkatan Darat menjalankan aksi pembersihan orang-orang PKI dan loyalis Sukarno, para eks aktivis DI/TII yang dikenal sangat antikomunis termasuk pihak yang dilibatkan.


“Danu saya tugaskan memata-matai gerak-gerik Soebandrio,” kenang Sugiyanto.


Soebandrio merupakan orang dekat Presiden Sukarno. Selain menjabat kepala Badan Poesat Intelijen dan menteri hubungan ekonomi luar negeri, Soebandrio juga salah satu wakil perdana menteri. Mahkamah Luar Biasa memvonis Soebandrio hukuman seumur hidup karena dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965 (G30S).


Musuh Bersama


Setelah peristiwa G30S, kelompok-kelompok antikomunis melakukan konsolidasi kekuatan. Angkatan Darat bergerak cepat. Selain terlibat langsung menumpas orang-orang PKI, mereka pun bekerja sama dan memfasilitasi kekuatan-kekuatan anti-PKI, salah satunya DI/TII.


Dalam The Second Front: Inside Asia’s Most Dangerous Terrorist Network, Ken Conboy menyebut pendekatan terhadap eks anggota DI/TII langsung dilakukan oleh bos Opsus, Ali Moertopo.


Ali meyakinkan para mantan gerilyawan DI/TII untuk berdiri di kubunya dalam menghadapi PKI sebagai musuh bersama. Lewat beberapa orang kepercayaannya, di antaranya Aloysius Sugiyanto dan Pitut Soeharto, Ali menjanjikan fasilitas dan pengampunan jika eks pemberontak itu mau bekerja sama dengan tentara.


Gayung bersambut. Ajakan Opsus diamini para pemimpin DI/TII. Bahkan, menurut Conboy, mereka sangat antusias. Begitu sepakat mereka segera bergerak. “Danu dan kelompok kecil pendukungnya menjelajah Jakarta guna membongkar persembunyian para pejabat rezim Sukarno,” tulis Conboy.


Di Jawa Barat, penumpasan PKI juga mengikutsertakan eks DI/TII. Menurut peneliti sejarah DI/TII Solahudin, saat menjalankan penumpasan, mereka didukung penuh Kodam Siliwangi dan agen BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).


Namun, dalam buku NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia karya Solahudin, tokoh DI/TII Adah Djaelani menolak keras jika dimodali tentara. Menurut Adah, dalam kenyataannya orang-orang DI/TII membiayai sendiri operasi tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Solahudin.


“Saat menghabisi orang-orang PKI, eks anggota DI/TII hanya mendapatkan bantuan pinjaman senjata,” ungkapnya kepada Historia.


Ganjaran Orde Baru


Operasi bersama yang dilakukan tentara dengan eks anggota DI/TII berlangsung sukses. Rezim Orde Baru menepati janjinya untuk memberikan ganjaran yang setimpal. Selain pembebasan dari dosa-dosa pemberontakan 1949-1962, Orde Baru lewat tangan tentara juga memberikan kemudahan usaha kepada para eks anggota DI/TII.


Ateng Djaelani, salah satu dedengkot DI/TII yang ikut dalam penumpasan orang-orang PKI, diangkat sebagai ketua Gapermigas (Gabungan Perusahaan Minyak dan Gas) Kotamadya Bandung. Sementara Danu Muhammad Hasan direkrut Ali Moertopo untuk bekerja di BAKIN dengan imbalan yang memadai: rumah dinas, mobil dinas dan gaji bulanan.


Menurut Solahudin, situasi mapan itu menjadikan eks anggota DI/TII sejenak melupakan cita-cita mereka untuk mendirikan Negara Islam. “Saat itu kami tak berpikir sama sekali untuk menghidupkan kembali gerakan DI/TII,” ujar Adah Djaelani seperti dikutip dalam buku karya Solahudin.


Tidak hanya memberikan fasilitas secara perorangan, pada 21 April 1971 pemerintah Orde Baru juga (lewat BAKIN) memfasilitasi pertemuan reuni akbar eks anggota DI/TII di Situaksan, Bandung. Sekira 3.000 eks anggota DI/TII hadir dalam pertemuan itu. Para pejabat BAKIN mengajak mereka bergabung dengan Golkar.


“Merespons ajakan itu, para tokoh DI/TII terbelah menjadi dua: ada yang oke saja dan ada yang menolak mentah-mentah,” ujar Solahudin.


Sejarah kemudian membuktikan, sebagian anggota DI/TII kembali membangun mimpi tentang negara Islam di Indonesia. Para “pejuang Tuhan” itu kemudian ada yang kembali mengangkat senjata untuk mewujudkannya dengan memodifikasi gerakan mereka menjadi transnasional.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page