Ketika Bang Ali Mau Gebuk Pak Domo
Kisah turun-naik hubungan Soedomo dan Ali Sadikin. Kerap berseberangan pandangan politik, namun akur secara pribadi.
KENDATI sama-sama berasal dari Angkatan Laut (AL), hubungan antara Ali Sadikin dan Soedomo bisa dibilang fluktuatif. Keduanya adalah pribadi yang berbeda tipikal. Ali Sadikin kritis terhadap pemerintah Orde Baru. Sementara Soedomo membungkam mereka yang menentang rezim.
Ketika Ali Sadikin vokal mengkritik pemerintah lewat Petisi 50, Soedomo yang kala itu jadi panglima Kopkamtib melakukan pencekalan (cegah-tangkal). Untuk membawa istrinya berobat ke negeri Belanda, Ali Sadikin kesulitan akibat dicekal. Perintah cekal itu berasal dari Soedomo. Padahal, Soedomo masih terhitung junior nya Ali Sadikin.
“Pencekalan itu sebenarnya inisiatif saya, bukan karena diminta Pak Harto. Dengan Bang Ali saya tidak ada masalah, kawan baik. Kita kan tinggal berdekatan, bertetangga, ” kata Soedomo dalam Warnasari, edisi Oktober 1997 mengutip harian Terbit. Namun soal relasi pribadi, Soedomo mengatakan, “Kalau ia ulang tahun saya datang, peluk-pelukan. Pokoknya saya menghormatinya, karena ia kan atasan saya.”
Baca juga: Ketika Bang Ali Dihalang-halangi
Setelah pensiun dari jabatan gubernur Jakarta, Bang Ali – pangglian Ali Sadikin – tinggal di Jalan Borobudur No. 2, Jakarta Pusat, berseberangan dengan kediaman Soedomo. Ali dan Soedomo tampaknya memang berseberangan dalam banyak hal. Mulai dari rumah, pandangan politik, hingga selera wanita.
“Mana mungkin sama (selera) antara seorang marinir dengan seorang pelaut. Kalau dia memang dikenal sebagai pemburu wanita,” tutur Ali Sadikin dalam wawancara majalah Detik, 21—27 Juli 1993 termuat di Pers Bertanya Bang Ali Menjawab.
Reputasi Soedomo sebagai pecinta perempuan tidak lekang bahkan hingga di usia senjanya. Di masa Orde Baru berkuasa ketika dirinya menjadi orang penting, Soedomo beberapa kali menikah. Soedomo terkenal dengan kelakar khasnya. “Dari pinggang ke atas saya sudah tua tapi dari pinggang ke bawah (masih aktif). Heehee..,” ujar Soedomo dikutip Jakarta Jakarta, 20-26 September 1997. Artinya, meski sudah tua, Soedomo masih kuat vitalitas seksualnya.
Baca juga: Ketika Poligami Jadi Soal Negara
Pada 1997, pada usianya yang ke -70, Soedomo dikabarkan kembali memeluk Islam setelah sempat pindah agama. Keputusan Soedomo tersebut sempat memantik tanda tanya publik. Sebagian kalangan menilai Soedomo sedang melakukan manuver politik untuk menduduki jabatan wakil presiden. Sebagian lagi menganggap itu akal-akalan Soedomo karena ingin mencari istri lagi. Saat itu, Soedomo santer diisukan dekat dengan perempuan bernama Endah Melati Suci.
“Ya ndak. Pokok nya bukan tujuan politik apalagi kawin, ” kata Soedomo kepada Jakarta Jakarta, 20—26 September 1997 ketika ditanya tujuannya pindah agama. “Itu datangnya dari Tuhan yang Maha Kuasa. Dari dulu saya ndak jalanin penuh. Wong, saya kalau bulan puasa ikut puasa kok.”
Melihat polemik yang terjadi terhadap Soedomo, Ali Sadikin ikut angkat bicara. Dia tetap berbaik sangka. Perhatian dan simpati juga masih diperlihatkan Bang Ali terhadap junior yang pernah mencekalnya itu.
“Kita tidak baik punya pikiran jelek seperti itu. Kita harus percaya ia sudah kembali ke agamanya semula, Tuhan menerimanya,” kata Bang Ali dikutip Warnasari. “Nah, bila nanti ternyata ada niatan lain, atau ini sebuah manuver, ya kita gebukin saja.”
Baca juga: Soeharto Menganggapnya Musuh Terselubung
Meski demikian, Bang Ali mengakui secara personal, hubungannya dengan Soedomo baik-baik saja. Jika Bang Ali dan Pak Domo berbeda langkah, semua itu terjadi karena iklim politik Orde Baru.
“Waktu ulang tahun saya ke-70, ia (Soedomo) datang memberi ucapan selamat,” kenang Bang Ali dalam Warnasari.
Saling sowan Bang Ali-Pak Domo ini menandai bahwasanya tidak ada konflik yang berarti apalagi dendam diantara keduanya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar