Kala Presiden Amerika Terpapar Virus Influenza
Enggan memakai masker dan terkesan menganggap remeh virus corona, Presiden Amerika Serikat Donald Trump positif Covid-19. Sebagaimana pendahulunya, Woodrow Wilson, yang terkena Flu Spanyol.
MESKI tampak barang sepele namun masker nyatanya punya efek besar di masa pandemi Covid-19 (virus corona). Ketika kewajiban bermasker menjamur di mana-mana, Presiden Amerika Serikat Donald Trump justru tak memedulikannya. Alhasil Trump pun akhirnya terpapar COVID-19.
Kendati sudah 7,5 juta warganya (per 2 Oktober 2020) positif terpapar, di mana di antaranya sudah lebih dari 212 ribu jiwa melayang, Trump jadi sedikit dari sejumlah pemimpin dunia yang bersikap santai dan enggan memakai masker bahkan sedari awal merebaknya pandemi. Selain kerap menyampaikan bahwa mengenakan masker bukan hal wajib bagi warganya, Trump juga pernah meledek mantan wakil presiden Joe Biden, yang acap disiplin memakai masker.
“Saya tak mengenakan masker seperti dia (Biden). Dia memakainya setiapkali Anda melihatnya. Dia bisa bicara dengan jarak 200 kaki…dan dia muncul dengan masker terbesar yang pernah saya lihat,” kata Trump mengejek, dikutip Business Insider, Jumat (2/10/2020).
Baca juga: Donald Trump yang Dimakzulkan
Trump meledek Biden dalam sebuah ajang debat presiden jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika pada Selasa malam, 29 September 2020. Namun, sial bagi Trump. Dua hari setelahnya, Kamis, 1 Oktober 2020 waktu setempat, Trump dan istrinya Melanie Trump dilaporkan positif COVID-19. Kemungkinan besar Trump tertular dari salah satu penasihatnya, Hope Hicks.
“Malam ini, @FLOTUS (ibu negara) dan saya telah dites positif COVID-19. Kami akan memulai karantina dan akan segera memulai proses pemulihan. Kami akan melaluinya bersama!” kicau Trump di akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, Jumat (2/10/2020).
Flu Spanyol Menyerang Presiden Amerika
Hal menarik dari kisah Trump adalah, sejarah bak berulang. Pendahulu Trump, Woodrow Wilson, 101 tahun lampau juga jadi korban pandemi Flu Spanyol. Trump seolah tak belajar dari masa lalu lantaran situasinya nyaris serupa.
Jika Trump santai menanggapi pandemi dan sibuk dengan agenda debat Pilpres, Wilson pun kala itu tak responsif menanggapi Pandemi Flu Spanyol yang merebak di kalangan militer lantaran disibukkan oleh agenda-agenda konferensi pasca-Perang Dunia I. Mirip Trump, Wilson terpapar setelah salah satu sekretarisnya positif mengidap Flu Spanyol.
Sejarawan John M. Barry dalam The Great Influenza: The Story of Deadliest Pandemic in History mengungkapkan, pandemi Flu Spanyol sudah merebak di Amerika sejak awal 1918, atau beberapa bulan sebelum Perang Dunia I berakhir (November 1918). Kasus pertama yang tercatat muncul di kalangan militer, di mana Albert Gitchell, seorang koki militer di basis militer Angkatan Darat (AD) Kamp Funston, Kansas, jadi korban pertama yang positif Flu Spanyol.
Gitchell menularkan sekira 522 personel lain. Sampai Maret 1918, virus itu sudah mencapai New York dan Washington DC.
“Gelombang pertama (pandemi Flu Spanyol) terjadi pada Maret 1918, di mana salah satu penasihat Presiden Wilson, Kolonel Edward House, dilaporkan sakit di kediamannya hingga dua pekan. Ia sempat kembali ke Gedung Putih dan menghabiskan waktu istirahat untuk pemulihan selama tiga pekan di Gedung Putih,” tulis Barry.
Kolonel House sempat pulih dan bahkan turut bertemu Perdana Menteri Prancis Georges Clemenceau pasca-berakhirnya perang, 30 November 1918. “Hari ini hari pertama saya bisa bertugas lagi selama lebih dari sepekan. Saya tertular influenza selama 10 hari dan melewatinya dengan penuh derita,” ujar House dikutip Barry.
Pada awal April 1919, Presiden Wilson berperjalanan menyeberangi Samudera Atlantik untuk menghadiri Konferensi Perdamaian Paris (1919-1920). Konferensi yang diikuti negara-negara pemenang Perang Dunia I itu kemudian membidani lahirnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB), 10 Januari 2020.
“Padahal Paris sejak Oktober (1918) berada di puncak pandemi dengan 4.574 oang meninggal karena flu. Bahkan Margaret, putri (Presiden) Wilson juga tertular pada Februari (1919) saat berada di Brussels, Belgia. Juga sejak Maret istri Wilson, sekretaris ibu negara, dilaporkan sudah jatuh sakit,” sambung Barry.
Baca juga: Presiden Amerika Jago Tinju
Pada 2 April 1919, Presiden Wilson sudah berada di Paris untuk beradu gagasan tentang sejumlah perkara restorasi pasca-Perang Dunia I. Salah satunya terkait negara-negara yang kalah perang, seperti Jerman dan Turki. Walau konferensi itu sudah dibuka sejak 18 Januari 1919 dengan diwakili beberapa utusan Gedung Putih, pada April Presiden Wilson memerlukan datang sendiri karena alotnya negosiasi dengan dua koleganya, PM Clemenceau dan PM Inggris Lloyd George.
Yang tak diketahui Wilson, sesampainya di Paris dia sebenarnya sudah tertular flu. Namun dokter pribadinya, Laksamana Muda Cary Travers Grayson, mengetahui gejala flunya baru tampak sehari setelahnya.
“Pada kamis, 3 April 1919 – setelah menyambut kunjungan Raja Albert dari Belgia pada siang hari, Presiden (Wilson) undur diri dari rapat Dewan Empat Negara. Dengan jalan terhuyung-huyung ia menuju kamar tidurnya. Dokter pribadinya (Laksamana Grayson) menemukannya tengah menderita nyeri parah di punggung dan kepala, batuk-batuk, serta mengalami demam 103 derajat (Fahrenheit),” tulis Andrew Scott Berg dalam biografi sang presiden bertajuk Wilson.
Tidak hanya mengalami batuk-batuk dan kesulitan bernapas selama malam itu, lanjut Berg, Presiden Wilson kemudian diketahui juga mengalami infeksi pada prostat dan kandung kemihnya. Kemungkinan besar virusnya juga menyebar hingga mengganggu otaknya.
“Presiden Wilson tiba-tiba mengalami perubahan perilaku. Presiden Wilson mulai mengeluarkan perintah-perintah yang aneh dan tak masuk akal. Wilson juga seperti berhalusinasi karena sering menuduh para pekerja Prancis di kediamannya adalah para mata-mata pemerintah Prancis,” tambah Berg.
Baca juga: Seabad Flu Spanyol
Grayson awalnya mengira Presiden Wilson jatuh sakit karena diracun. Tetapi kemudian dalam diagnosa lanjutannya, terang sudah bahwa Presiden Wilson positif terpapar virus Flu Spanyol.
“Presiden jatuh sakit karena flu berat semalam. Demamnya tinggi sampai 103 derajat (Fahrenheit/39 derajat Celcius) dan sempat mengalami diare. Itu gejala awal serangan flu. Malam itu yang terparah. Tetapi saya bisa mengendalikan batuk-batuknya yang parah walau kondisinya saat ini masih sangat serius,” tulis Grayson dalam telegram laporannya kepada Kepala Staf Gedung Putih Joseph Tumulty, dikutip Barry.
Hingga empat hari Grayson merawat Presiden Wilson yang sempat kesulitan bangun dari tempat tidurnya, hingga bisa bangkit dan duduk di atas kasurnya di L’Hôtel du Prince Murat, Paris. Saat baru bisa bangkit dan duduk pun Presiden Wilson bahkan masih terus memikirkan “pertarungannya” di dewan rapat dengan PM Clemenceau dan PM George.
“Lalu pada 8 April setelah suhu tubuhnya mereda, Wilson bersikeras untuk melanjutkan negosiasi. Tetapi karena belum bisa keluar (kamar hotel), Clemenceau dan Georgelah yang mendatanginya di kamar tidurnya. Walau kemudian pembicaraan ketiganya tak berjalan dengan baik,” tulis Barry lagi.
Gedung Putih berupaya keras menutup rapat kabar Presiden Wilson sakit tertular Flu Spanyol di Paris dari pers. Laksamana Grayson saat meladeni pers di Paris sekadar menyatakan Presiden Wilson hanya sakit biasa karena cuaca hujan di Paris dan butuh istirahat semata.
Baca juga: Kengerian Pandemi Global dalam Lukisan
Sekembalinya ke Amerika, perlahan Presiden Wilson pulih dari Flu Spanyol kendati pada 25 September di tahun yang sama Wilson terserang stroke. Ia lebih beruntung jadi penyintas, tak seperti Presiden Brasil Rodrigues Alves, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Turki I bin Abdulaziz, dan PM Uni Afrika Selatan Louis Botha yang meninggal akibat Flu Spanyol.
Dari sekitar 675 ribu warga Amerika yang meninggal karena pandemi Flu Spanyol sepanjang 1918-1919, salah satunya adalah Friedrich Trump, pebisnis kelahiran Bavaria, Jerman yang juga kakek Presiden Donald Trump.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar